Chapt 1: Bencana ✔

3.9K 414 29
                                    

"Kakak!!" teriak Tina sembari menggedor-gedor pintu kamar mandi, yang dimana kamar mandi tersebut diisi oleh Clara yang sedang mandi. "Cepat, Kak! Gak kuat pengin BAB," lanjutnya.

"Iya, sebentar lagi kakak beres, Dek," sahut Clara.

Semakin lama Tina semakin kesal pada kakaknya, bilangnya sebentar tapi kenyataannya lama. Secepat mungkin ia berlari keluar. Rita yang keheranan melihat anaknya tergesa-gesa itu bertanya, "kamu mau kemana, Sayang? Kok buru-buru gitu."

"Mau ngambil kerikil," balasnya sembari berlari tanpa menoleh ke arah Rita sedikitpun. Rita semakin dibingungkan dengan jawaban Tina, lantas ia mengikutinya keluar.

Benar saja, Tina tergesa-gesa pergi keluar hanya untuk mengambil sebuah kerikil lalu memasukannya ke saku celana. Mitosnya dengan menyimpan kerikil di saku celana dapat menahan rasa ingin buang air besar. "Tina, kamu kok masukin kerikil ke saku celana kamu?" tanya Rita.

"Biar bisa nahan, Bu."

"Nahan apa?" tanya Rita kembali.

"Aku pengin buang air. Kakak lama banget di kamar mandinya."

Tiba-tiba saja Clara tertawa keras di belakang ibunya. "Kamu masih percaya sama mitos gituan? Emang dengan kamu masukin kerikil ke saku, kamu udah gak mau buang air lagi, gitu?"

"Emm ... I-iya, aku udah gak mau buang air lagi sekarang berkat kerikil ini," jawabnya dengan ekspresi menahan.

Clara tertawa kecil, "cepat gih ke wc."

***

***

***

Setelah semuanya dirasa siap, keluarga kecil itupun memulai perjalanannya untuk berlibur ke pantai. Dalam perjalanan, Tina sangat gemar mencari tahu soal mitos-mitos atau hal-hal yang belum bisa dibuktikan kebenarannya melalui tablet miliknya. Kebetulan sekali ia membaca artikel tentang siren, si wanita dengan paras yang nyaris sempurna dengan tubuh bagian bawahnya ekor ikan.

"Kak! Kak!" Tina menyentuhkan beberapa kali sikutnya pada Clara yang berada di sampingnya.

"Apa sih ah ganggu mulu?!" risih Clara yang sedari tadi fokus dengan ponselnya.

"Lihat deh, Kak, katanya siren adalah makhluk mitologi yang berwujud manusia setengah ikan. Siren wanita bisa mengeluarkan suara dengan sangat merdu yang dapat memikat hati pria manapun, dan setelah pria tersebut tertarik pada siren tersebut. Dia bakalan ditarik ke dasar laut buat dibunuh. Seram banget deh kalo ada di duta."

"Duta apaan?" tanya Clara.

"Dunia nyata, Kak."

"Astaga gitu aja disingkat, kamu males ngomong apa gimana sih?"

"Kalo aku males ngomong, dari awal aku gak akan tuh ngomong ke kakak panjang lebar kayak gini soal artikel yang aku baca," ujar Tina.

"Ya udah terserah kamu deh, intinya kamu jangan tenggelam sama imajinasi kamu aja nanti karena yang namanya makhluk mitologi itu belum tentu benar keberadaannya."

"Apa yang kakak kamu bilang itu bener, Sayang. Kamu jangan sampai tenggelam sama imajinasi kamu ya, kamu jangan sampe parno sama air laut gara-gara udah baca artikel itu," ujar Sonny, sang ayah dari kakak beradik itu.

Setelah menempuh perjalanan selama satu setengah jam, akhirnya mereka tiba di penginapan dekat pantai tersebut. Mereka langsung menyewa penginapan tersebut untuk berlibur di sana selama dua hari.

Kini realita tak lagi membohongi ekspetasi, duduk santai di pesisir sembari melihat matahari tenggelam sudah menjadi keinginan yang diidam- idamkan oleh Clara dan Tina. Mereka senang bukan main, walaupun mereka tak terikat dengan hubungan darah, tapi mereka berdua sudah seperti saudara kandung. Begitupun dengan Rita dan Sonny, mereka senang sekali dapat melihat kedua putrinya sangat dekat satu sama lain.

Hingga matahari sudah terbenam, mereka semua pun kembali ke penginapan yang tak jauh dari pesisir pantai. Namun, tak henti-hentinya Tina membaca artikel tentang makhluk mitologi. Kini ia membaca tentang alkonost, makhluk mitologi dengan wujud kepala sampai dada manusia, dan sisanya berwujud seperti burung. Tak memiliki tangan, tapi sayap burunglah yang dia miliki.

"Tina, kamu suka baca kaya gituan emangnya kamu gak takut, ya?" tanya Clara.

"Ye enggak dong, Kak, orang ini cuma artikel. Mana mungkin aku jadi takut keluar gara-gara baca ginian."

Di keesokan harinya, Clara dan Tina menaiki perahu wisata untuk menikmati pemandangan laut yang sangat indah. Mereka hanya naik berdua, tak ditemani orang tua, tapi ditemani oleh seorang lelaki tua yang akan mengendalikan perahu tersebut. Tiba di tengah laut, Clara dan Tina sangat menikmatinya, pemandangan saat itu tak akan pernah mereka lupakan sampai kapanpun.

Saat Clara menikmati pemandangan, ia melihat ekspresi adiknya kini berubah. Tina terlihat seperti orang ketakutan, tentu Clara pun heran dengan adiknya itu. "Kamu kenapa, Dek?" tanya Clara.

"E-enggak, enggak apa-apa, Kak. Kita pulang aja yuk!" ajaknya tiba-tiba.

"Lho kok gitu? Kamu yakin mau sia-siain pemandangan ini? Ini indah banget tahu."

"Tiba-tiba aku ngerasa mual aja, Kak."

Clara melihat dari mata Tina kalau dia berbohong padanya. "Kamu takut siren?"

Ekspresi Tina lagi-lagi berubah, saat mendengar kakaknya menyebut nama "siren" ia terkejut. Ia mencoba untuk mengelabui kakaknya lagi, tapi Clara cukup pintar dalam menganalisis seseorang apakah orang tersebut berbohong atau tidak. Clara terus mendesak Tina untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya dia takuti.

"Ya udah aku jujur, kalo sebenernya aku pengin cepat ke daratan itu karena takut ada siren yang mengincar kita."

Clara tertawa terbahak-bahak mendengarkan penuturan adiknya itu. "Tina, kamu masih percaya sama gituan? Kakak kira kamu udah lupain itu, siren itu gak ada, Dek. Mereka cuma ada dalam dongeng aja."

"Mmm ... iya, Kak, tapi---" Belum sempat Tina menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba sesuatu dari bawah menabrak perahu kecil itu yang membuat mereka semua terkejut.

"Kakak!! apa itu kak?!" Tina semakin ketakutan, ia memeluk kakaknya sembari menangis meminta untuk segera kembali ke pesisir.

"Iya, iya kita balik ya. Pak, tolong balik lagi aja ke pesisir ya, adik saya kasian takut sama laut," ujar Clara sembari mengelus-elus kepala Tina.

Akhirnya lelaki tua itu pun mengarahkan perahunya kembali ke pesisir. Anehnya, tiba-tiba saja gelombang air di tengah lautan membesar yang membuat perahu tersebut terombang ambing.

"Nak, pegangan yang kuat!" perintah lelaki tua itu.

Tak ada ada lagi yang harus Clara pegang selain memegang pinggiran perahu, seketika itu juga hujan mengguyur mereka, tak terlalu deras memang. Namun, gelombang air semakin menjadi-jadi. Tina hanya bisa terus memegangi tangan kakaknya itu dan berpegangan pada sisi lain dari perahu itu.

Di sisi lain, Rita dan Sonny yang panik melihat anaknya dalam bahaya, langsung berlari dan meminta bantuan penjaga pantai. Namun, penjaga pantai menolaknya karena gelombang laut terlalu tinggi, rasanya mustahil untuk menyelamatkan mereka.

"Kami mohon, Mas! selamatkan anak kami!" Rita memohon sembari menangis.

"Maaf, Bu. Tapi gelombang seperti ini tidak memungkinkan saya untuk menyelamatkan mereka, berdoa saja pada Tuhan semoga mereka bisa selamat."

"Apa-apaan kau ini? penjaga pantai tidak berguna!! Berikan saya speedboat itu, akan saya bayar berapapun yang kau mau!"

"Maaf, saya tidak bisa melakukannya, Pak."

Sonny semakin geram. "Kalo begitu saya akan menuntut Anda karena tidak mau menjalankan tugas Anda sebagai penjaga pantai!!"

Tak ada pilihan lain lagi, penjaga pantai itu langsung pergi menyelamatkan Clara dan Tina. Di tengah-tengah amukan air laut, Clara dan Tina masih mencoba bertahan. Namun, sayang, gelombang terlalu besar sehingga Clara terlepas dari pegangannya dan tercebur ke dalam lautan.




To Be Continued

Siren's Curse (COMPLETED ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang