49. Berakhir?

34.4K 3.7K 310
                                    

><Selamat membaca><
Jangan lupa ⭐

Mata Caramel bergerak kesana kemari untuk melihat objek di depannya. Rafael terlihat sangat tegas ketika tengah menyampaikan sesuatu kepada semua anggota osis yang berkumpul di lapangan setelah upacara selesai. Sedangkan dirinya hanya seorang diri seperti orang bodoh disini. Sebenarnya ia tak terlambat, bahkan ia bangun sangat pagi. Namun ia sengaja melakukan ini.

Setelah barisan mereka mulai bubar, Caramel pun menghampiri Rafael dan Devina sedang mengobrol berdua. Caramel menggerutu dalam hati, mengapa ia harus cemburu saat ini?

"El, gue telat."

Rafael terdiam. "Terus?" Seolah malas dengan kehadiran Caramel.

"Ya gue telat, biasanya kalau orang telat kan dihukum?" Ucap Caramel selembut mungkin.

Rafael hanya menatap Caramel datar, membuat gadis itu bergidik. Devina disebelahnya yang tak pernah hentinya menatap Rafael kagum. Caramel menyadari hal itu, kejadian kemarin membuat ia yakin jika gadis itu licik. Lihat saja, memang dia kurang kerjaan sampai-sampai menyeburkan diri di kolam? Sinting bukan?

"Dev, kasi dia hukuman berat. Lo apain aja dia kebal kok,  dia yang mau dihukum kan? Udah gue mau ke kelas dulu."

Caramel menautkan kedua alisnya, reflek ia meneriaki Rafael. "Loh loh El, kok dia sih?" Melirik Devina kesal seraya mencekal lengan cowok itu. Namun itu tak berlangsung lama ketika Rafael menyingkirkan tangan Caramel.

"Gue sibuk, gak ada waktu buat ngurusin manusia modelan kaya lo."

Sungguh, perkataan Rafael membuat caramel terdiam seribu bahasa. Ada yang berbeda dengan Rafael, kemarin ataupun sekarang. Rasanya ada bertubi-tubi paku yang menancap pada hatinya. "Maksud lo apa?"

Rafael bercedak, "Ya males aja ngurusin orang malas kaya lo yang gak mau berubah. Udah tau upacara, masih aja terlambat."

"Eh, kalau punya mulut itu dijaga ya jangan asal nyeplos dong." Caramel memajukan langkahnya membusungkan dadanya angkuh. Rafael pun melakukan hal yang sama, sepertinya perang dunia ke tiga akan dimulai hari ini.

Devina hanya menonton adegan di depannya saat ini. Gadis itu tersenyum miring saat Rafael dan Caramel bertengkar.

"Serah gue lah, gue yang punya mulut kok lo yang sewot." Ujarnya sambil membenarkan jas osis yang melekat di tubuhnya.

"Lo kenapa sih El? Lo berubah tau gak! Pas di pesta Gema aja lo bersikap manis ke gue, tapi sekarang lo gak peduli sama gue. Lo punya otak gak sih El? Gue ini perempuan, seharusnya lo ngerti kalau perempuan itu baperan. Kalau ujung-ujungnya kaya gini ngapain kita pacaran?!" Jelas Caramel panjang lebar dengan nafasnya yang menggebu.

Rafael membuang mukanya. Entah dari kapan Devina sudah tak berada di sini. Rafael mendapati gadis itu tengah berlari di koridor dengan senyum-senyum sendiri.

"Kenapa diem? Nggak bisa jawab kan lo!" Lanjut Caramel dengan tersenyum hambar.

"Lo—"

"Lebih jahat yang gue kira."

Caramel menautkan kedua alisnya. "Maksud lo gimana hah?!" Tak terima dengan perkataan Rafael, tersulut emosi pagi ini gegara cowok di depannya saat ini. Walaupun Caramel harus menahan untuk tidak teriak karena ketampanan Rafael yang melebih.

Rafael berdecih, menyilangkan kedua tangannya seraya terkekeh sinis. "Lo kan yang dorong Devina ke kolam."

Kedua bola mata Caramel melebar mendengarnya. Sudah ia duga, pasti kemarin Devina bilang yang tidak-tidak dengan Rafael. "Gu—gue nggak ngapa-ngapain dia!"

My killer ketos (Sudah Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang