34. Kepastian

34.5K 3.5K 180
                                    


Bahagian 34. Kepastian


"Permisi."

Sontak suara itu membuat Caramel dan Rafael menoleh di asal sumber suara. Terdapat empat laki-laki seperti nya mereka masih SMP kalau dilihat-lihat. Ada yang membawa gendang, ada yang membawa gitar pula, lalu yang dua lagi tak membawa apa-apa. Caramel tau, itu adalah anak-anak muda yang menjadi pengamen.

Jadi, ucapan Rafael terpotong gegara mereka?

"Aku butuh.. kepastian..."

Rafael memberikan selembar uang dua puluh ribu untuk mereka. Lalu mereka pun pergi dan mengucapkan terimakasih.

"Lah, gitu doang nyanyinya?" Gerutu Caramel.

Rafael mengerutkan keningnya, "Emang penting?

"Padahal lagunya enak, kek perasaan gue,"

"Hah?" Tanya Rafael tak mengerti dengan kalimat yang baru saja Rafael lontarkan.

"Kepastian." Jawab gadis itu singkat tanpa mengalihkan perhatiannya kepada jalanan.

Rafael menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Apaan? Gak ngerti gue."

"Ihh, lo mah gak peka!" Kesal Caramel. Bukannya apa, tetapi semua perempuan pasti juga butuh kepastian bukan? Apalagi Rafael yang tiba-tiba menjadikan ia pacar, padahal cowok itu tak mengungkapkan apapun kepadanya.

"Lah, gue salah apa sih?"

"Halah, gak tau ah semua laki sama!"

"Sama gimana, orang namanya aja beda, wajahnya beda, or-"

"Bodoamat!"

Rafael menghembuskan nafasnya, "Kenapa hm?" Seraya menyelipkan anak rambut gadis itu ke telinga.

"E..enggak,"

"Pulang?" Tanya Rafael.

Caramel melihat jam arloji nya, jarum jam menunjukkan pukul delapan saat ini. Sepertinya ia masih ingin disini dulu. Lagian, ia juga tak ada pr. "Jalan-jalan di sekitar sini aja."

Rafael menimang-nimang perkataan Caramel, sepertinya ia juga masih ingin disini. "Oke, lo tunggu sini aja gue mau bayar."

Rafael segera beranjak dari duduknya lalu memakai alas kaki yang ia kenakan. Dan mulai berjalan mendekati sang penjual nasi goreng dan penjual pentol bakar lalu membayar nya sesuai yang ia pesan. Penjual itu untungnya bersebelahan.

Sementara itu, Caramel hanya melihat orang berlalu lalang. Ia duduk di karpet luas, dan beberapa meja disini. Ia juga melihat pedagang-pedagang disini menjualnya dengan bersih. Toh, ia juga sering makan di pinggir jalan. Tak masalah sih baginya, karena makanannya juga tradisional dan enak. Selain itu, harganya terjamin murah. Tapi gak murahan:v

"Ayo,"

Caramel mendongak, lalu mengangguk dan beranjak dari duduknya. Ia dan Rafael mulai berjalan dia sekitar sini. Hawa nya angin malam menyeruak, apalagi daun-daunan dari pohon mangga yang bergoyang menunjukkan angin yang berhembus.

My killer ketos (Sudah Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang