2. Berat

3.3K 205 4
                                    

"Assalamualaikum warahmatullahi wa wabarakatuh... Kepada saudari Mahreen Nasyauqi Khalwa di tunggu walinya di kantor mahram, sekian terima kasih. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wa wabarakatuh" begitulah suara yang terdengar hingga penjuru pesantren.

Aku yang sedang mencuci baju di kamar mandi, segera meninggalkan baju-baju yang masih penuh busa itu.

"Sudah gapapa tinggal aja, ntar kalo aku udah tak bantu kok. Asal tarlagi aku kenyang!!" ucap Afisa sebelum aku meninggalkannya.

Terlihat sosok laki-laki yang masih terlihat segar dan bugar di umur yang sudah di bilang tak muda lagi itu. Aku sangat mengenali punggung itu. Tapi, bersama siapa beliau bercakap-cakap itu? Sayangnya aku tak mengenali laki-laki itu. Ia pergi sebelum aku sampai ke tempatnya.

"Assalamualaikum Buya" ucapku menyalaminya.

"Waalaikumussalam, sehat nduk?"

"Alhamdulillah, Buya pripun?" (Bagaimana)

"Seperti yang kamu lihat, Buya sehat" kami sudah duduk di gazebo depan kantor mahram.

"Wis maem?" Tanya Buya sembari menunjukkan nasi kotak yang di bawanya. (Sudah makan?)

"Hehe dereng" (belum)

"Yowes maemo sek, kebetulan tadi Buya dapet itu" (Yasudah makan dulu)

"Buya sengaja kesini atau mampir?" Tanyaku di sela-sela menikmati nasi kotak.

"Ada acara hajatan di desa sebelah, kebetulan kepanggih sama Kiyai Ma'sum terus di ajak mampir"

"Yahh berarti Buya bukan sengaja dong?"

"Emang" jawab Buya sekenanya membuat ku mengerucutkan bibir.

"Ora ora.. itu sudah dibawakan makanan sama Muya di mobil" (tidak)

"Yes!!" Seruku membuat Buya menyentil dahiku.

"Mangan tok iki" (makan terus ini)

"Buya, makan itu kebutuhan. Tanpa makan nanti Khalwa ga fokus belajarnya"

"Alesanmu nduk" jawab Buya malas membuat ku tertawa ringan. (Alasan mu nak)

"Nduk tadi Kiyai Ma'sum matur teng Buya" ucap Buya setelah aku menyelesaikan makan. (Nak, tadi Kiyai Ma'sum bilang ke Buya)

Pasti mengenai beasiswa ke Mesir. Aku menunduk, takut-takut Buya tak mengizinkan. Buya masih diam tak melanjutkan. Tak terasa cairan bening lolos mengalir di pipi ku.

"Pasti kamu sudah tahu kan? Sudah memutuskan?" Tanya Buya membuat ku menggeleng pelan.

"Yasudah kita bahas nanti di rumah. Muya juga belum tahu mengenai hal ini. Lusa jadi kan mau boyong?"

"Nggih" jawabku pelan.

"Yowes Buya tak wangsul sek" (wangsul=pulang)

"Loh kok?" Jawabku tak terima membuat Buya melihat air mata ku.

"Wis Ra usah nangis! Isin wes perawan kok e. Buya masih mau mengantar Muya mu ke resto, ada acara hari ini" ucap Buya. (Sudah jangan nangis, sudah dewasa kok)

Dengan berat hati aku mengiyakannya.

Aku kembali ke kamar dengan membawa dua kantong plastik makanan yang Buya bawakan tadi. Kamar sudah nampak lebih ramai, beberapa penghuni sudah pulang dari sekolah.

"Habis di sambang mbak?" Tanya Firly, dia masih duduk di bangku SMP. (Sambang=jenguk),

"Iya, nih buat kalian... Belum makan siang kan?" Aku memberikan kantong plastik itu padanya.

"Mahreen" [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang