Aku terjaga saat merasakan kecupan berkali-kali di tanganku. Aku membuka mata saat tidurku sudah benar-benar terusik. Aku terkejut saat mas Kahfi sudah di samping ku.
"Lepas!" Aku menarik tanganku dari genggamannya.
"Maaf dek!" Ucap mas Kahfi.
Aku memilih memunggunginya. Dadaku terasa sesak saat melihatnya. Aku sungguh tak pantas baginya. Diruangan ini kami hanya berdua. Entah, Muya dan mbak Siti pergi ke mana.
"Dek!" Panggil mas Kahfi. Ia menarikku untuk berbalik ke arahnya. Ia menatapku sendu.
"Mas... Khalwa nyerah!" Mas Kahfi menegang mendengar kalimat ku.
"Khalwa capek mas!" Keluhku.
"Sampeyan fokus sama kesehatan dulu ya..!" Pintanya. Namun aku sudah tak kuasa.
"Saat alasan untuk bertahan pun sudah tiada, bolehkah Khalwa berputus asa?" Ucapku yang sudah berderai air mata.
"Ga boleh! Sampai kapan pun ga boleh! Kita harus bertahan dek! Kita harus melewati semua ini!"
"Iya mas kita lewati dengan mengakhiri, semua akan selesai!" Mas Kahfi terlihat frustasi.
"Tenangkan pikiran sampeyan dulu!" Ucapnya meninggalkan ku.
Aku menangis sejadi-jadinya. Berat rasanya untuk berpisah dengan mas Kahfi. Aku tak ingin lagi membebaninya.
Bukankah aku sudah mengingat masa lalu bahkan aku sudah mampu melawan trauma itu. Lalu apa alasan mas Kahfi untuk masih bersama ku. Calon bayi kami juga sudah pergi. Itu artinya tidak ada lagi alasan aku untuk bersamanya.
***
Dari pagi ruang inap ku sangat ramai. Sanak saudara hampir semua berdatangan. Keluarga ku bahkan keluarga mas Kahfi. Kabar duka yang menimpa kami tersebar begitu cepat.
Aku masih belum diperbolehkan pulang hingga keadaan ku benar-benar membaik. Dokter menjelaskan agar aku tidak banyak pikiran.
Mas Kahfi sangat terkejut saat mendengar penyebab ku keguguran. Dokter mengatakan aku mengalami tekanan menyebabkan otak memacu hormon kortikoliberin. Hal ini mengganggu pertumbuhan calon bayiku.
Waktu sudah sore, Muya pamit pulang sebentar. Di ruangan ku tinggallah mas Kahfi juga mas Lubab dan Bu indah yang baru saja datang. Aku tersenyum miring saat melihat muka masam mas Kahfi.
"Turut berdukacita nggih Ning!" Ucap Bu indah.
"Nggih Bu, terima kasih!" Jawabku.
"Bagaimana keadaan kamu?" Tanya mas Lubab. Sepertinya ia sungkan pada mas Kahfi akibat kejadian kemarin.
"Alhamdulillah sudah baikan mas!" Jawabku, mas Kahfi membuang muka saat mendengarnya.
Mas Lubab melirik mas Kahfi, mengkode ku ingin menghampirinya. Aku mengangguk sebagai jawaban. Mas Kahfi terkejut saat mas Lubab duduk di sampingnya.
"Saya boleh duduk di sini?" Mas Kahfi mengangguk tak nyaman.
"Maaf atas kejadian kemarin!" Ucap mas Lubab. Lagi-lagi mas Kahfi hanya mengangguk.
"Saya Lubab, manajer di resto milik Bu Nasya!" Mas Lubab mengulurkan tangannya.
"Zuhayr" jawabnya mengangguk tanpa merespon uluran tangan mas Lubab.
"Kata Lubab kemarin kamu tiba-tiba ada di tengah kejadian kecelakaan beruntun itu Nasy?" Tanya Bu indah.
"Hehe iya Bu!" Respon ku. Seketika mas Kahfi menatap ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Mahreen" [END]
General Fiction"Saat alasan untuk bertahan pun sudah tiada bolehkah aku memilih untuk berputus asa?" Mahreen Nasyauqi Khalwa Rank #1 - Berat #1 - Ning #2 - Pesantren #1 - Lelah #3 - Ikhlas