Kakiku melangkah gontai masuk ke ndalem. Ndalem terlihat sepi, sepertinya semua sedang tindakan.
Aku tak lagi mampu menahan tangisku. Aku duduk disamping kasur, menangis sejadi-jadinya. Menumpahkan kesesakan yang sudah ku tahan sejak tadi.
YaAllah bolehkah hamba mengeluh?
Bolehkah hamba merasa lelah?
Aku segera berlari ke kamar mandi, tiba-tiba perutku bergejolak.
"Hoek!"
Tak ada makanan yang ku keluarkan. Semua hanya cairan. Ah iya aku belum makan siang. Tubuhku sangat lemas, bahkan hanya untuk berjalan menuju kasur.
Entah berapa lama aku berdiam diri di kamar mandi hanya untuk mengembalikan tenaga untuk kembali. Perutku sudah kembali normal. Dengan tertatih aku berjalan menuju tempat tidur.
Brakkkkk!
Belum juga sampai, pintu kamar terbuka dengan keras. Jangan tanya siapa yang berulah. Bahkan ia menutupnya begitu keras. Aku hanya berharap semoga tak ada santri yang mendengarnya.
"Allah!" Pekikku saat mas Kahfi menyerang ku tiba-tiba.
Ia mencium bibirku kasar. Kilatan marah diwajahnya sangat terlihat. Entah sejak kapan air mata ku kembali mengalir. Mas Kahfi mengunci tubuhku, membuka kancing bajuku.
"Lepas mas!" Ucapku parau.
Tenagaku bahkan tak cukup untuk melawannya. Tubuhku sangat lemas, kepalaku pusing. Ia tak mempedulikan ku, terus mencumbui tubuhku.
Ini bukan mas Kahfi. Dia bukan lagi yang kukenal. Seluruh jiwanya sudah dipenuhi oleh setan.
Aku tak boleh lemah. Sekalipun ia adalah suami ku, ia tak berhak melakukan kekerasan padaku. Tangannya melepas cengkraman ditanganku hendak merabai tubuhku dengan wajah begitu nafsu. Aku harus segera menyadarkan mas Kahfi.
Bismillahirrahmanirrahim!
Plak!!!
Tanganku melayang begitu keras mengenai rahang bawahnya. Berhasil membuat mas Kahfi terpaku dan menghentikan aktivitasnya.
Mendapatkan sedikit celah untuk lepas dari kungkungannya, aku segera lari menuju kamar mandi dan menguncinya.
Aku menangis entah yang ke berapa kali. Bahkan aku tak yakin, akankah air mataku masih tersedia banyak?
Aku capek!
***
Sejak kepulangan ku, aku tak keluar dari kamar. Mas Kahfi entah pergi kemana pun aku tak tahu. Kepala ku pusing, perutku seringkali kram. Mataku entah sudah seperti apa.
Tok tok tok!
"Nduk!"
Suara dari luar kamar ku. Segera aku mengambil kacamata untuk sedikit menyamarkan mataku. Memasang kerudung instan sambil berjalan menuju pintu.
"Dalem ummi!" Jawabku setelah membuka pintu.
"Kamu ngga apa-apa kan nduk? Sejak ummi pulang, ummi tidak melihat mu. Ummi kira kamu dan Kahfi keluar. Hanya saja Kahfi menghubungi ummi untuk mengecek keadaan kamu" ah iya, handphone ku masih ada pada mas Kahfi. Kenapa jenengan masih peduli padaku mas....
"Khalwa tidak apa-apa mi, hanya sedikit kurang enak badan" jawabku.
"Kahfi kemana memangnya? Tumben belum pulang?"
"Emmm ada urusan tirose mi"
"Kamu istirahat saja sudah! Biar nanti Afisa mengantarkan makan malam mu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
"Mahreen" [END]
General Fiction"Saat alasan untuk bertahan pun sudah tiada bolehkah aku memilih untuk berputus asa?" Mahreen Nasyauqi Khalwa Rank #1 - Berat #1 - Ning #2 - Pesantren #1 - Lelah #3 - Ikhlas