39. Pulang

1.9K 137 13
                                    

Tetes demi tetes berjatuhan membasahi bumi.

"اللّٰهُمَ صَيِّبًا نَافِعًّا"

Doa ketika hujan turun sempat ku lirihkan. Hujan selalu mendatangkan ketenangan tatkala ia datang di waktu yang diharapkan. Namun hujan terkadang meresahkan tatkala hadir di ditengah kesibukan.

Hujan kah yang salah?

Atau kita yang salah kaprah?

Nyatanya Allah menurunkan hujan untuk menebar rezeki pada seluruh makhluk-Nya. Hujan juga adalah salah satu waktu istijabah untuk berdoa. Akankah kita akan menyalahkan hujan disaat ia datang mengganggu kita?.

الْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ وَ نِعْمَةٍ.

Hujan turun begitu deras, membuat ku dan mbak Lala masih berdiam diri salah satu kafe pinggir kota. Kita baru saja selesai meeting dengan salah satu pemasok bahan makanan baru di resto.

Aku dan Mbak Lala memutuskan untuk mencari pengganti pemasok bahan makanan agar resto tetap berjalan. Kemudian kami akan menyelesaikan masalah dengan pemasok lama.

"Mbak, jangan kasih tau masalah ini sama Muya ya!" Pintaku pada Mbak Lala.

"Kenapa Nasy?"

"Saya cuma ga mau Muya kepikiran. Biar saya yang tanggung jawab. Jika memang pak Kartiman tidak mau bertanggung jawab atas kerugian kita, saya yang akan mengganti semua kerugiannya" sepertinya tabunganku sejak mondok lebih dari cukup untuk menutupi kerugian.

"Tapi Nasy! Pak Kartiman harus tanggung jawab!"

"Gapapa mbak, anggap saja uang yang keluar adalah uang kotor resto. Lagian kita juga cuma bayar DP saja"

"Maaf ya Nasy, aku salah mengambil pemasok"

"Gapapa mbak! Ini juga kelalaian saya"

"Seharusnya aku yang ganti rugi Nasy! Aku cicil ya...!"

"Ga usah mbak! Biar saya yang ganti rugi. Mbak pasti punya kebutuhan lain"

"Kamu baik banget Nasy! Terima kasih!" Peluk mbak Lala. Aku tak mau membebani dia, ada seorang ibu dan anak yang harus ia hidupi.

"Sama-sama mbak! Kita pulang yuk! Udah reda juga hujannya"

"Aku langsung anterin kamu pulang ya... Kamu pucet banget!" Perutku memang tak baik-baik saja sejak pagi. Namun aku menutupinya dari mbak Lala. Agar ia tidak menghawatirkan ku.

"Saya naik taksi online saja mbak! Lagian kita beda arah!"

"Please kali ini aja ya..." Aku mengangguk.

Langkah kakiku terhenti saat melihat sosok yang sangat ku kenal. Baru tadi pagi ia pergi tanpa pamit padaku. Nyatanya ia tak benar-benar pergi. Ia masih di kota ini bersama perempuan itu.

"Kenapa Nasy?" Tanya mbak Lala saat menyadari langkah ku terhenti.

"Gapapa mbak, ayo pulang" ajakku meninggalkan kafe itu.

***

Sepulang dari resto kepala ku terasa nyeri, namun sebisa mungkin aku tahan. Aku menemani Gus Al bermain didepan tv bersama mbak Fariha. Sesekali membuka handphone untuk mengecek laporan dari mbak Lala.

"Kahfi belum ngabarin kamu?" Tanya mbak Fariha.

"Belum mbak" jawabku jujur.

Aku pun tak memiliki niatan untuk menghubungi nya lebih dulu. Mengingat ia membohongi semuanya yang hendak pergi ke luar kota namun aku melihatnya bersama Laila. Entahlah ia berbohong atau tidak mengenai perjalanan itu.

"Mahreen" [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang