Aku merasakan pusing saat hendak membuka mata. Tanganku digenggam erat, entah oleh siapa. Perlahan aku mencoba membuka mata melawan cahaya putih yang memaksa masuk. Bau obat khas rumah sakit sangat menyengat dihidungku.
"Muya!" Lirihku saat melihat wanita bercadar menggenggam erat tanganku sembari membacakan shalawat.
"Alhamdulillah! Buya! Khalwa sudah sadar!" Teriak Muya senang.
"Kamu butuh sesuatu nduk?" Tanya Muya padaku. Buya mendekat ke arah ku.
"Minum!" Ucapku tak bersuara. Tenggorokan ku rasanya sangat kering. Muya membantu ku untuk minum dengan sedotan.
"Ada yang sakit?" Tanya Muya khawatir saat melihat ku meringis.
"Pusing!" Tiba-tiba Buya memegang kepalaku kemudian membacakan doa. Lalu mengusap setelahnya.
Muya dan Buya selalu seperti itu. Mereka akan sangat khawatir dan memanjakan ku saat aku sakit.
"Khalwa kenapa?" Tanyaku.
"Gapapa nduk! Cuma kecapekan aja" jawab Buya.
"Maafkan Muya ya teh! Karena kamu harus ikut mengurus resto sampai sakit gini" ucap Muya merasa bersalah.
"Ngga Muya! Khalwa malah seneng bisa bantu Muya!" jawabku.
"Iya! Tapi jangan di forsir ya!" Ucap Muya membuat ku mengangguk.
"Khalwa belum shalat!" Ucapku saat melihat jam sudah hampir pukul sembilan malam.
"Ayo Muya bantu!" Ucap Muya membantu ku ke kamar mandi hingga mengenakan mukenah.
Aku melaksanakan shalat dengan duduk karena tubuhku masih belum benar-benar kuat untuk melakukan gerakan shalat seperti biasanya. Muya menambahkan bantal dipangkuan ku agar memudahkan aku saat sujud.
"Maghribnya jangan lupa di qadha" peringat Buya.
Ah iya, sepertinya aku pingsan saat hampir adzan Maghrib. Usai melaksanakan tiga dan empat rakaat shalat beserta dzikir aku menyelesaikan ibadahku.
Aku mencoba mengingat kembali hal apa yang aku lakukan sebelum hilang kesadaran. Tiba-tiba kepalaku kembali merasakan pusing. Bau anyir darah itu kembali menyengat dihidungku. Jasad laki-laki berlumuran darah dengan mata terbuka kembali terlihat dibayanganku.
"Muya!" Isakku memegang kepala yang terasa pening.
"Kenapa teh?" Muya menghampiri ku dengan khawatir.
"Khalwa takut!" Tangisku dipelukan Muya.
"Ba.. ba.. bau darah!"
"Hiks"
"Mayat!"
"Hiks"
"Khalwa takut!"
"Khalwa yang tenang ya! Ada Muya disini" ucap Muya mengusap punggung ku. Aku memeluk Muya semakin erat merasakan bau anyir itu yang semakin menyengat di hidung.
"Allahumma inni a'uuzubika minal hammi wal hazan. wa a'udzubika minal ajzi wal kasali, wa a'udzubika minal jubni wal bukhli, wa a'udzubika min ghalabatid daini wa qahrir rijaal" bisik Muya pada telinga ku.
"Ikuti Muya! Allahumma inni a'uuzubika minal hammi wal hazan" aku mengikuti doa yang Muya ucapkan hingga berkali-kali.
"Ya Allah, hamba berlindung pada Engkau dari rasa sedih dan gelisah" hatiku berucap tatkala membaca doa tersebut.
"Ini diminum!" Buya menyodorkan segelas air putih yang sudah dibacakan doa. Aku meneguk air tersebut hingga setengahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Mahreen" [END]
General Fiction"Saat alasan untuk bertahan pun sudah tiada bolehkah aku memilih untuk berputus asa?" Mahreen Nasyauqi Khalwa Rank #1 - Berat #1 - Ning #2 - Pesantren #1 - Lelah #3 - Ikhlas