Keluarga mempelai pria sudah tiba di kediaman mempelai putri. Tabuhan Al-Banjari terus menggema di seluruh halaman. Akad dan resepsi sengaja tak menyewa gedung.
Halaman rumah yang cukup luas di dekor sedemikian rupa untuk acara pernikahan mbak Shasa dan mas Afiq. Usai sarapan dengan para santri aku bersiap-siap kemudian berangkat ke rumah jiddah.
Tenda yang di desain bernuansa putih hijau sudah berdiri sejak kemarin. Kuade yang senada dengan tenda pun sudah siap di pakai.
Tamu undangan duduk rapi dibawah tenda. Mas Apiq di iring untuk duduk di depan pak Mudin dan pak Dhe Mirza.
Pembawa acara mulai membunyikan mic di tangannya. Hadrah banjari pun sudah berhenti di tabuh. Satu persatu acara dimulai.
Aku ditugaskan untuk menemani mbak Shasa. Ia sangat cantik hari ini. Dengan gaun putih yang menghias tubuhnya. Polesan make up di wajahnya pun menjadikan ia semakin terlihat sangat cantik. Ah memang aura pengantin akan berbeda.
Lebih dari satu tahun mbak Shasa bertunangan dengan mas Apiq hingga akhirnya hari ini memutuskan untuk mengucapkan janji suci.
Mas Apiq lebih tua tiga tahun dari mbak Shasa. Mas Apiq adalah senior mbak Shasa di kampusnya. Namun, Mereka sama-sama tak menyadari. Hingga ketika mbak Shasa sudah lulus kuliah dan melamar di sekolah tempat mas Apiq mengajar. Ya singkat cerita disana mereka saling mengenal hingga mas Apiq melamarnya.
"Rahma! Teteh! Antar Shasa berjumpa dengan suaminya" tiba-tiba ucap Muya diambang pintu.
"Akadnya sudah Muya?" Tanyaku.
Bercerita dengan mbak Rahma dan mbak Shasa membuat kami tak mendengar ijab Kabul diucapkan. Aku memeluk mbak Shasa sembari mengucapkan selamat. Kemudian aku mengiring mbak Shasa ke depan.
Suasana haru menemani pagi menjelang siang ini. Tak berlangsung lama, semuanya berubah tatkala sesi berfoto ria pun tiba. Memang mbak sepupuku yang rada gesrek ini. Bisa-bisanya ia berfoto dengan kaki ke pangkuan mas Apiq kemudian menatap dan memegang tangannya.
"Weslah Jan uangel posemu mbak!" Ucap Rindang saudara ku yang kebetulan bertugas menjadi fotografer. Seketika semuanya tertawa. (Sudahlah... Susah memang posemu mbak!)
"Halah ngomong ae meri!" Sahut mbak Shasa di pelaminan. (Bilang aja iri)
"Bunda!!! Pingin rabi!" Teriaknya. Tanpa ia sadari sang bunda sudah berada di sampingnya. (Ingin nikah)
"Raba rabi ae! Sekolah isih rangking loro tekan mburi" Tante Nala menjambak rambut Rindang yang gondrong itu. (Nikah nikah aja! Sekolah masih rangking dua urutan dari belakang)
"Ah aduh! Hehe maaf becanda doang bund!" Keluhnya sambil cengengesan.
Ya beginilah jika semua saudara dari Muya berkumpul. Hebohnya melebihi satu kampung. Maklum... Jumlahnya tak kalah dengan jumlah warga se-kampung.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Mahreen" [END]
General Fiction"Saat alasan untuk bertahan pun sudah tiada bolehkah aku memilih untuk berputus asa?" Mahreen Nasyauqi Khalwa Rank #1 - Berat #1 - Ning #2 - Pesantren #1 - Lelah #3 - Ikhlas