"Mabruk Alfa mabruk... Alaiki mabruk... Mabruk Alfa mabruk... Yaumilladik mabruk!!"Mas Kahfi berjalan menuju tempat ku dengan kue yang dibawanya. Mas Kahfi berjalan melewati para santriwati yang memenuhi masjid putri. Seketika seluruh santri ikut bernyanyi. Aku sudah meneteskan air mata. Tidak menyangka akan mendapatkan kejutan seperti ini.
"Barakallah fii umrik sayang!" Ucap mas Kahfi memelukku kemudian mengecup kening ku.
Para santri berteriak histeris. Dasar mas Kahfi tidak bisa melihat situasi. Aku pun menyalami ummi Rif'ah yang memang sedang bersama ku sejak tadi.
"Allaahumma thowwil 'umuuronaa, wa shohhih ajsaadanaa, wa nawwir quluubanaa, wa sabbit iimaananaa wa ahsin a'maalanaa, wa wassi' arzaqonaa, wa ilal khoiri qorribnaa wa 'anisy-syarri ab'idnaa, waqdhi khawaa-ijanaa fiddiini waddunyaa wal aakhirati innaka 'alaa kulli syai-in qodiirun" doa ummi Rif'ah kemudian mencium ku.
Entah sejak kapan air mata ku tak berhenti mengalir. Malam itu, malam Jum'at, rutinan khatmil Qur'an dilanjut dengan shalawatan. Aku memang selalu ikut kegiatan umum pondok seperti malam ini. Sejak pagi aku kesal dengan mas Kahfi, ia pergi sejak pagi tanpa pamit.
"Maaf nggih... Tadi ngilang!" Ucapnya.
"Ngga sekalian ngga usah pulang!" Seruku kesal.
"Kalau saya ngga pulang nanti nangesss!" Ledek mas Kahfi. Aku memukul lengannya.
"Ini kado dari saya!" Ucapnya menyodorkan sebuah paper bag.
"Buka! Buka! Buka!" Teriak heboh para santri, membuat ku membukanya.
Satu persatu lapisan bungkus kado ku buka dengan sabar. Akhirnya sampai pada kotak kecil berwarna coklat. Mas Kahfi tersenyum agar aku membukanya.
Aku terkejut saat melihat kalung yang begitu cantik dengan tulisan "Mahreen"
"Terima kasih mas!" Aku memeluk mas Kahfi.
Tak terasa air mataku menetes mengingat hal itu. Satu tahun lalu, pertama dan terakhir kalinya aku merayakan ulang tahun bersamanya. Jujur, aku merindukan segala hal darinya.
Berpisah selama satu tahun ini, tak membuat ku lupa sedikitpun tentangnya. Bahkan aku masih sangat hafal warna kaos kaki yang ia kenakan setiap harinya.
Aku mengakui, aku mencintainya, sangat mencintainya.
Memilih berpisah dengannya adalah hal bodoh yang pernah kulakukan. Akankah aku masih berharap kembali dengannya? Tentu saja! Namun, cukuplah aku yang merasakannya. Terakhir aku mendapatkan kabar, ia akan menikahi Laila. Semoga dia bahagia dengan keluarga barunya.
Walaupun rasa ini masih ada bahkan aku masih mengharapkannya. Namun, Insyaallah aku ikhlas jika dia bahagia tanpaku. Dulu, aku sangatlah egois. Aku selalu menuntutnya untuk mengerti keadaanku. Namun apa yang ku balaskan? Bahkan mengakui aku mencintainya pun tidak. Aku hanya menjadi benalu di hidupnya.
Sejak mendengar kabar ia akan menikah lagi, aku tak lagi menghubunginya. Aku harus benar-benar bisa melupakannya.
"Gagal move on adalah cobaan, pura-pura move on itu pencitraan!" Guyonan Alya kala itu saat ia tahu aku menangisi mas Kahfi.
Iya, Alya sudah tahu siapa aku bahkan statusku yang sebenarnya janda. Dialah yang menjadi saksi ku untuk terus melupakan mas Kahfi, walaupun belum bisa hingga saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Mahreen" [END]
General Fiction"Saat alasan untuk bertahan pun sudah tiada bolehkah aku memilih untuk berputus asa?" Mahreen Nasyauqi Khalwa Rank #1 - Berat #1 - Ning #2 - Pesantren #1 - Lelah #3 - Ikhlas