Adzan Maghrib kurang lima belas menit aku kembali ke kamar bersama Faruq. Setidaknya hatiku sudah sedikit lebih tenang setelah bermain dengannya. Setibanya di kamar aku pun pasrah saat mbak Shasa dan teh Firla me-make-over wajahku.
Aku sangat malas sekali untuk membantahnya. Mbak Shasa dan teh Firla tengah melaksanakan shalat Maghrib setelah meriasku.
Aku masih duduk di depan meja rias. Sengaja meminta polesan yang tidak terlalu tebal kepada mereka. Aku menuju kamar mandi untuk berganti baju yang sudah disiapkan oleh Muya. Dress batik modern berwarna biru Dongker menghiasi tubuhku. Aku menyampirkan kerudung satin yang senada tanpa jarum dikepala kemudian keluar dari kamar mandi.
(Btw bajunya Khalwa sama Gus Kahfi samaan ya😅 itu contoh bajunya bukan visualnya)"Kerudungnya teteh pasangin ya wa?" Tawar teh Firla.
"Ga usah teh!" Jawabku.
Aku malas sekali dengan kerudung yang ribet. Setelah menjarumi dibawah dagu aku melempar kain kerudung kesamping. Ala santri sekali.
"Cantik banget sih adiknya siapa ini?" Ucap teh Firla setelah melihat ku rapi.
Aku tersenyum menanggapi. Tiba-tiba teh Firla memelukku.
"Kamu yang ikhlas ya! Teteh yakin dia yang terbaik untuk kamu"
"Insyaallah teh doakan" ucapku berkaca-kaca.
"Udah dong jangan nangis, ntar make up nya luntur" ucap teh Firla mengambil tissue dan menggosokkannya pada wajahku.
"Lagian teteh sih!" Protesku sedikit tertawa.
"Wa! Keluarga pihak laki-laki sudah datang. Ammah meminta kamu untuk turun" mbak Shasa memberi tahu.
Aku keluar bersama mbak Shasa dan teh Firla. Tamu laki-laki berkumpul di ruang tamu utama sedangkan tamu perempuan di ruang tengah. Aku menyalami seluruh tamu perempuan yang hadir.
Tak banyak, sepertinya Bunyai dan kiyai hanya mengajak keluarga terdekat. Sebisa mungkin aku tersenyum dihadapan semua orang.
"Ayu temen ta mbak yu calone Kahfi Iki!" Celetuk salah seorang saudara dari Bunyai Rif'ah saat aku menyalaminya. (Cantik sekali mbak calon istrinya Kahfi)
Aku memilih duduk disamping Muya sambil menunduk. Hanya perbincangan kecil yang terdengar sejak tadi. Sampai tak terasa adzan isya' terdengar dari masjid pusat.
Kiyai Ma'sum dan juga Buya memutuskan untuk melaksanakan shalat isya' terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan akad.
Saat semua orang menuju ke masjid pusat, aku lebih memilih ke dapur. Ada beberapa santri yang membantu menyiapkan hidangan malam ini. Hantaran yang dibawa oleh keluarga Gus Zuhayr pun masih belum terjamah di meja.
"Apakah jenengan membutuhkan sesuatu Ning?" Tanya salah seorang santri saat melihat ku duduk di kursi meja makan.
"Ngga mbak, saya hanya ingin minum. Silahkan sampeyan lanjut saja pekerjaannya" ucapku mengambil air mineral yang tertata di meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Mahreen" [END]
General Fiction"Saat alasan untuk bertahan pun sudah tiada bolehkah aku memilih untuk berputus asa?" Mahreen Nasyauqi Khalwa Rank #1 - Berat #1 - Ning #2 - Pesantren #1 - Lelah #3 - Ikhlas