Extra part

3.1K 168 8
                                    

Cieee yang nungguin extra part....

Terima kasih sudah mengawal sampai disini☺️

Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari kisah hidup Kahfi dak Khalwa ya....

Terima kasih juga untuk semua yang kemarin bersedia memberi masukan untuk ceritaku yang selanjutnya....

Ditunggu yah....

Insyaallah sebentar lagi cerita baru akan hadir🥳🥳🥳🥳

Yuk ada yang bisa nebak ngga cerita selanjutnya kira-kira bagaimana?




***

"Mi.. mam.. mam..." Celoteh bayi yang belum genap setahun ini. Penampilannya sudah tak beraturan. Kerudung yang ia gunakan entah melayang kemana. Mukanya cemong penuh dengan remahan biskuit. Baju pink-nya pun sudah bermotif kecoklatan.

"Subhanallah anakku!" Aku begitu terkejut melihatnya. Pasalnya hanya beberapa menit aku tinggal, sudah seperti itu.

"Duhh ngapunten mbak-mbak! Kamarnya jadi kotor!" Ucapku meminta maaf. Aku sangat merasa tidak nyaman, kamar Khadijah 4 ini menjadi kapal pecah karena ulah putriku. Aku segera membersihkan ruangan yang kotor akibat ulah putriku ini.

"Kersane Ning! Biar kami aja yang membersihkan!" Cegah salah seorang santri saat melihat aku memegang sapu.

"Biar nggapapa mbak Din! Sekali-kali Ninge membersihkan kamar kita!" Celetuk Afisa. Ingin ku gaplok aja dia.

"Halah bilang aja hari ini piketmu kan! Biar sekalian ngga usah piket!" Sahutku membuat Afisa tertawa. Aku memang sedang berada di kamar Afisa.

Afisa kini sudah tidak lagi menjadi penanggung jawab kamar. Ia berganti menjadi pengurus. Oleh karena itu, ia kini tinggal beserta pengurus lain di kamar pengurus. Beberapa hari yang lalu, aku baru saja pulang dari Mesir. Kebetulan sekali Afisa akan melaksanakan akad esok hari.

Aku dan mas Kahfi baru kali ini pulang setelah dua tahun kami rujuk. Aku sedang libur semester, juga mas Kahfi yang ada kepentingan di Indonesia membuat kami memutuskan untuk pulang sementara.

"Falidia?" Terdengar seseorang memanggil bayi yang sedang ku bersihkan mukanya. Tanpa ditanya, aku sudah tahu siapa dia.

"YaAllah Khalwa! Kebiasaan deh nyulik putriku!" Protes sang ibu. Iya, Falidia bukan putri kandungku. Ia adalah putri pertama dari Laila dan Amar. Selama dua tahun ini, mas Kahfi memintaku untuk menunda kehamilan hingga studiku selesai. Aku sempat menolaknya, namun mas Kahfi tetap pada pendiriannya. Ia masih trauma dengan keguguranku waktu itu.

"Pinjem bentar doang mbak!" Protesku.

"Mam... Mam!" Ucap Falidia melihat ibunya.

"Ayo sayang kita pulang!" Ajaknya namun Falidia merangkak naik kepangkuan ku.

"Na.. na.. na!" Dia menolak dengan menggelengkan kepala. Lucu banget sih tingkah anak kecil ini.

"Mama tinggal ya!" Ancam Laila yang tidak mendapatkan respon sedikitpun. Falidia tetap memelukku erat.

"Nggapapa mbak, Falid disini saja. Nanti sore saya antar kerumah mbak!" Sebenarnya ini baru kali pertama aku bertemu dengan Falidia. Tapi entah mengapa dia begitu lengket denganku.

"Jangan Wa! Nanti ngerepotin!"

"Ngga mbak! Malah aku seneng!" Aku dan Laila pun sudah pergi meninggalkan komplek putri setelah berpamitan dengan penghuni kamar Khadijah 4. Mereka hari ini sedang sibuk merawat Afisa yang akan menjadi pengantin.

"Mahreen" [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang