Bacaan dzikir subuh terdengar dari masjid pusat. Mau tak mau aku bangun dari tidur nyenyak ku. Aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Lima belas menit aku menyelesaikan ritual ku.
Lantunan bacaan ayat Allah terdengar lirih. Terlihat Gus Zuhayr sedang membaca Al-Qur'an dari telepon genggamnya. Tak berniat menyapanya, aku berjalan melewatinya. Dengan sedikit pincang aku pun keluar dari kamar. Kakiku masih terasa sedikit linu.
Ah kesal sekali!
"Kakinya masih sakit Ning?" Tiba-tiba Gus Zuhayr bertanya saat tanganku sudah memegang gagang pintu.
"Sedikit Gus" jawabku menoleh ke arahnya.
"Sampeyan mau kemana?"
"Ke dapur" Gus Zuhayr mengangguk membuat ku meninggalkannya.
Kakiku terasa berat sekali untuk menuruni tangga. Mengapa sakitnya masih terus berlanjut.
"Allah!" Aku terpaku.
Tubuhku melayang ke atas. Wangi parfumnya sangat dekat. Ah! Aku tidak pernah sedekat ini dengan siapapun. Aku membuka mata, Gus Zuhayr terus membawaku kembali ke atas.
"Turunkan saya Gus!" Lirihku. Gus Zuhayr tak menghiraukan ku hingga menurunkan ku di kasur.
"Ga usah bandel, kakinya makin membiru nanti!"
"Ya kan saya ke bawah juga butuh sesuatu"
"Butuh apa? Biar saya ambilkan!" Tiba-tiba ide jahilku muncul.
"Anu Gus sebenernya saya mau ke koperasi pondok, mau beli beli"
"Iya beli apa? Biar saya belikan"
"Pembalut" jawabku membuat Gus Zuhayr melongo.
Aku tak sepenuhnya berbohong. Karena memang persediaan pembalut ku sudah tinggal sedikit. Rencananya setelah memasak aku akan ke koperasi pondok untuk membelinya.
"Tuh kan.. udah saya mau beli sendiri aja" ucapku.
"Udah gausah! Saya aja yang beli. Sampeyan istirahat" ucapnya mengambil dompetnya dan kunci mobil di meja.
Kemudian keluar dengan mengucapkan salam. Tak lama dari kepergian Gus Zuhayr Muya masuk.
"Teteh sakit?" Tanya Muya menghampiri ku.
"Mboten Muya!" Jawabku duduk.
"Loh katanya Gus Kahfi kamu ga enak badan"
"Iya muy, kaki Khalwa sakit gara-gara Gus Zuhayr!" Adu ku.
"Oooo makanya pelan-pelan" ucap Muya ambigu.
"Ih Muya apanya yang pelan-pelan? Nih kaki Khalwa membiru!" Ucapku menunjukkan kakiku yang sakit.
"Emang abis ngapain?" Tanya Muya menarik turunkan alisnya.
Akhirnya aku pun menjelaskan kejadian tadi pagi kepada Muya.
"YaAllah teh... Masih juga semalem Uda kenak kdrt aja" Muya tertawa meledekku setelah ku ceritakan.
Aku juga memberi tahu Muya jika Gus Zuhayr melarang ku turun.
"Itu tandanya Gus Kahfi nya bertanggung jawab teh" terus aja Muya memuji Gus Zuhayr.
Aku mah ikhlas jadi pendengar.
"Gus Kahfi mau kemana teh?"
"Supermarket mungkin"
"Pagi banget, butuh sesuatu?"
"Beli pembalut" jawabku lirih.
"Ngawur kamu teh! Masa suaminya disuruh beli gituan. Kan bisa minta tolong ke mbak Siti buat beli ke koperasi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
"Mahreen" [END]
General Fiction"Saat alasan untuk bertahan pun sudah tiada bolehkah aku memilih untuk berputus asa?" Mahreen Nasyauqi Khalwa Rank #1 - Berat #1 - Ning #2 - Pesantren #1 - Lelah #3 - Ikhlas