Tok tok tok!
Aku menggeliat sulit merasakan dekapan.
"Teteh! Bangun!" Aku membuka mata berat.
Cahaya matahari sudah menelisik masuk lewat celah-celah gorden. Lampu kamar yang sedikit buram pun sudah tersamarkan.
"Khalwa!" Gedoran pintu dari luar terdengar semakin keras.
Dengan berat hati aku bangun, namun ditubuhku terhalang oleh tangan mas Kahfi. Ah! Baru kali ini ia tidur dengan memelukku.
"Khalwa bangun!" Gedoran kamarku terdengar semakin keras.
"Nggih! Khalwa sudah bangun!" Jawabku dari kamar sembari melepas tangan mas Kahfi.
"Mas! Bangun!" Aku menggoyang-goyangkan tangannya.
"Hmm!" Jawabnya yang masih terpejam dengan tangan yang enggan menjauh dari tubuh ku.
"Lepas mas! Uda jam tujuh Lo!" Akhirnya aku berhasil membangunkan mas Kahfi.
"Jenengan sudah subuhan?" Tanyaku saat mas Kahfi duduk dan menyenderkan kepalanya di headbed.
"Sampun"
"Kok Khalwa ga dibangunin?" Protes ku sambil mengikat rambut.
"Sampeyan pules banget! Ga tega saya!"
"Dimarahin pasti nih sama Muya! Dahlaaa Khalwa mo mandi" ucapku meninggalkan mas Kahfi.
Acara tadi malam memang sangat melelahkan. Berdiri berjam-jam untuk menemui para tamu. Jam sepuluh malam, aku baru kembali ke kamar. Membersihkan make up yang cukup tebal menghabiskan waktu yang sangat lama.
Hampir jam dua belas malam aku menyelesaikan berbagai ritual ku. Mas Kahfi belum juga masuk ke kamar, sepertinya ia masih diberi wejangan oleh para sesepuh diluar.
Aku memutuskan untuk tidur terlebih dahulu tanpa menunggu mas Kahfi. Kelelahan yang tadi malam membuat ku bangun kesiangan seperti ini.
Keluar dari kamar mandi terlihat Mbak Nina sudah siap dengan peralatan makeup nya bersama satu temannya.
"Mbak Nina sudah datang? Maaf ya mbak saya lama" ucapku menyapa mbak Nina.
"Saya maklum kok Ning! Masih pengantin baru" canda mbak Nina.
"Baru apanya, orang sebenernya udah nikah dari sebulan lalu"
"Ya sebulan masih dikategorikan baru kok Ning!"
"Mbak Nina bisa aja. Oiya mbak saya pakai kemeja dulu ya.. nanti kalo sudah selesai make-up, baru ganti"
"Nggih pun Ning, saecae jenengan" (Ya sudah Ning, senyamannya anda)
"Make up nya jangan setebel kemarin ya mbak! Ga bisa mellek saya"
"Siap Ning!" Aku sudah bersiap untuk duduk di depan meja rias.
Sesaat menoleh pada kasur, Melihat sesuatu yang tergulung dibalik selimut. Aku mengkode mbak Nina untuk menunggu sebentar. Aku langsung menaiki kasur dan menarik selimut. Benar saja, mas Kahfi masih tertidur pulas dibaliknya.
"Iih mas bangun!" Aku memukul lengannya.
"Nggih mantun niki... Sampeyan macak riyin pun! Kulo Tasik ngantuk berat Niki!" (Iya sebentar lagi... Kamu pakai make up dulu! Saya masih ngantuk berat!)
"Mbok ya jenengan siram cek segeran!" Ucapku menariknya. (Mandi dulu biar lebih seger!)
Heran deh, perasaan selama sebulan tinggal bersama mas Kahfi tak semanja ini. Ia masih tetap saja tak menghiraukan ku. Akhirnya aku memutuskan untuk membiarkannya tidur kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Mahreen" [END]
Художественная проза"Saat alasan untuk bertahan pun sudah tiada bolehkah aku memilih untuk berputus asa?" Mahreen Nasyauqi Khalwa Rank #1 - Berat #1 - Ning #2 - Pesantren #1 - Lelah #3 - Ikhlas