Tok tok tok!
Suara ketokan pintu dari luar membuat ku terbangun. Ah iya aku berada di kamar Gus Zuhayr. Waktu masih menunjukkan setengah dua siang.
Gus Zuhayr juga masih terlelap dengan guling dipelukannya. Aku sedikit merapikan pakaian kemudian bergegas keluar membuka pintu. Terlihat Bunyai Rif'ah disana. Segera aku menyalaminya.
"Bunyai sampun wau?" Tanyaku sungkan. (Bunyai sudah tadi?)
Entah aku merasa seperti orang yang kepergok berduaan dikamar. Meskipun sudah di ikat oleh pernikahan, ini baru pertama kali aku ke ndalem dengan status yang sudah berganti.
Meskipun sebenarnya Bunyai Rif'ah pun tak akan mempermasalahkan apapun. Tapi status guru menjadi orang tua membuat ku merasa butuh penyesuaian.
"Ngga kok nduk baru sampe ini. Kalian sudah tadi disini?"
"Mulai sederenge jumatan" (Dari sebelumnya jumatan)
"Oalah yowes. Iku Kahfi di gugah! Belum makan siang toh? Maaf ummi ganggu istirahatnya. Oiya jangan panggil Bunyai, panggil ummi saja biar sama kaya Kahfi" (Itu Kahfi dibangunkan)
"Nggih Bu.. eh Ummi!" Jawabku canggung.
"Yowes tak tinggal sek!" Pamit ummi meninggalkan ku.
"Siapa?" Tiba-tiba Gus Zuhayr dengan suara seraknya sudah duduk menghadap pintu membuat ku terkejut.
"Bunyai Gus!" Gus Zuhayr mengernyit bingung.
"Bunyai Rif'ah!" Ucapku memperjelas.
"Panggil beliau dengan sebutan ummi! Abah juga! Jangan dipanggil kiyai lagi. Kamu sudah termasuk dari keluarga disini Mahreen!" Ucapnya penuh penekanan.
Aku baru sadar, Gus Zuhayr selalu memanggil ku Mahreen. Entahlah mengapa ia memilih panggilan itu.
"Nggih Gus!"
"Jangan panggil saya Gus! Kamu istri saya bukan santri!"
"Terus?"
"Sayang juga boleh!" Seketika aku melemparinya bantal.
"Alay banget!"
"Hahah sudah sampeyan pikirkan saja dulu... Ayo kita makan siang! Disuruh makan kan sama ummi?" Ucap Gus Zuhayr beranjak dari kasur.
Aku pun mengikutinya dari belakang. Tiba-tiba Gus Zuhayr berhenti saat hendak membuka pintu.
Gus Zuhayr menggandeng tanganku, "Suka banget jalan dibelakang saya!" Gerutunya sambil menarikku agar sejajar dengannya.
Makanan sudah tersaji, aku melayani Gus Zuhayr untuk makan. Tak ada ummi dan Abah. Sepertinya beliau sedang istirahat setelah tindakan. Tak ada percakapan yang mewarnai makan siang kami hingga akhir.
Aku membereskan meja makan juga mencuci piring kotor. Gus Zuhayr hanya duduk memperhatikan.
Antara aku dan Gus Zuhayr tak ada yang berusaha mencairkan suasana. Kami saling diam tanpa bersuara. Ah ingin sekali aku kembali ke asrama menemui teman-teman yang lain.
Saat ini aku lebih memilih memainkan ponsel, sedangkan Gus Zuhayr membaca buku.
"Ning?" Panggilnya.
"Dalem!" Jawabku menoleh.
"Mriki!" Aku pun berjalan menuju sofa depan perpustakaan mininya. (Kesini)
"Sampeyan sudah siap buat tes besok?" Tanyanya.
"Siap ga siap harus siap kan Gus?" Jawabku.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Mahreen" [END]
General Fiction"Saat alasan untuk bertahan pun sudah tiada bolehkah aku memilih untuk berputus asa?" Mahreen Nasyauqi Khalwa Rank #1 - Berat #1 - Ning #2 - Pesantren #1 - Lelah #3 - Ikhlas