Pada akhirnya Jeno tertangkap di taman belakang sekolah dan saat ini ia tengah duduk di ruang BK dengan kondisi lutut yang masih berlumuran darah. Orang-orang itu memang tidak tau caranya memanusiakan manusia.
"Apa ini?" tanya guru BK dengan wajah sangarnya.
"Saya nggak tau, Pak," jawab Jeno.
"Terus kenapa bisa ada di tas kamu?"
"Dia yang naruh," Jeno menunjuk Guanlin yang mukanya telah babak belur.
Dejun terkekeh, "Bisa-bisanya nuduh orang, anjir."
"Kamu punya bukti kalo dia yang naruh?" tanya guru BK.
"Enggak, Pak."
"Baik, Lee Jeno kamu akan dikeluarkan dari sekolah karena telah memakai dan mengedarkan narkoba serta telah membuat Guanlin jadi babak belur. Selain itu, kami pihak sekolah akan melapor pada kepolisian supaya kejahatan kamu bisa segera ditindak."
Jeno menghela napas berat, sia-sia saja jika dirinya melawan. Mengatakan yang sejujurnya pun hanya buang-buang tenaga karena dirinya tak punya kekuasaan apapun di sekolah elit ini.
"Kalian semua silahkan keluar."
Akhirnya Jeno, Guanlin dan Dejun pun keluar dari ruangan BK dan telah disambut oleh beberapa siswa yang sedari tadi menguping dari luar.
"Bagus deh lo dikeluarin, mengurangi populasi sampah di sekolah ini," sarkas Dejun kemudian pergi.
"Good job, Bro." Guanlin sempat menepuk pundak Jeno sebelum akhirnya ikut pergi.
"Yes, akhirnya orang miskin itu dikeluarin juga dari sini."
"Iya, ih buat citra buruk sekolah aja tu orang."
Jeno tak begitu peduli dengan omongan orang-orang di sekitarnya, ia lantas pergi. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Siyeon sudah berdiri di hadapannya.
"Jeno.."
Pemuda itu menepis tangan Siyeon kemudian pergi.
Tak tinggal diam, Siyeon pun berlari mengejar Jeno dan menyamakan langkahnya dengan pemuda itu. "Jen, ke UKS dulu, luka lo harus diobatin."
Jeno tak menanggapi gadisnya, ia terus saja berjalan tanpa mempedulikan apapun.
"Jen, ayo nanti luka lo bisa infeksi."
Karena geram, Siyeon lantas berdiri menghalangi langkah Jeno. "Lo dengerin gue nggak sih? Ayo obatin dulu luka lo!"
Jeno menatap dingin Siyeon beberapa saat sebelum akhirnya mendorong gadis itu menjauh dan kembali berjalan.
Siyeon pun tak gentar sama sekali, ia terus mengikuti Jeno sampai masuk ke dalam kelas. Kelas yang awalnya ramai pun berubah sepi ketika Jeno dengan wajah datarnya datang.
"Ini nih orang yang buat satu kelas malu," Hyunjin membuka suara.
Jeno tak mempedulikan Hyunjin ataupun teman-teman yang mencemoohnya, ia hanya mampir ke kelas untuk mengambil tas kemudian pergi.
"Jeno, lo mau kemana? Jangan tinggalin gue dong, Jen!" seru Siyeon yang masih setia berjalan di sebelah lelakinya.
Akan tetapi, Jeno menganggap Siyeon seperti benda mati. Ia sangat kecewa kepada semesta yang menghakiminya secara tidak adil.
"JENO!!" Siyeon menarik tangan pemuda itu ketika hendak mencapai pintu gerbang sekolah.
"Apa?" Jeno akhirnya membuka suara setelah bungkam cukup lama.
"Gue boleh ikut pergi sama lo kan?"
Jeno tersenyum miring, "Lo mau ikut gue kemana? Ke penjara?"
"Gue yakin lo nggak salah. Gue.. gue bakal bantuin lo!"
"Udahlah, Yeon. Nggak ada gunanya." Jeno mengibaskan tangannya kemudian pergi.
"Eh! Mau kemana kamu?! Ini kan masih jam sekolah?!" Pak Satpam pun senantiasa menyetop Jeno yang hendak pergi.
"Saya udah dikeluarin dari sekolah biadab ini, Pak!" seru Jeno yang dengan santainya membuka gerbang sekolah.
"Jeno! Tunggu!" Siyeon berlari mengejar kekasihnya namun ia berhasil dicegat Pak Satpam.
"Kamu nggak boleh keluar, ini masih jam sekolah!"
"Lepasin!"
Siyeon dengan ganasnya menggigit tangan Pak Satpam hingga akhirnya ia bisa kabur dan mengejar Jeno yang sudah berjalan cukup jauh.
Bruk!
Siyeon menubruk dan langsung memeluk lelakinya dari belakang, "Gue nggak bakal biarin lo sendirian, Jeno."
Perlahan kepala Jeno tertunduk, ia meraih tangan Siyeon yang melingkar di pinggangnya. "Yeon.."
Siyeon melepas pelukannya kemudian memutar balik tubuh Jeno, "Lo nggak sendirian, gue selalu di samping lo."
"Tapi-"
"Nggak ada tapi-tapi," ucap Siyeon kemudian berjalan seraya menggandeng tangan Jeno.
Kedua remaja itu berjalan menyusuri trotoar dengan hening, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tak lama kemudian, hujan pun turun yang lantas membuat keduanya mempercepat langkah.
"Neduh disana aja!" Siyeon berseru sembari menarik tangan Jeno untuk berteduh di sebuah bangunan kosong yang terbengkalai.
"Argh!" Jeno meringis karena luka di lututnya terasa perih terkena air hujan.
"Luka lo lumayan parah, mending duduk dulu."
Jeno pun mengangguk kemudian duduk di sebuah batang kayu besar yang melintang di sekitar bangunan tersebut.
Siyeon berjongkok di hadapan lelakinya, "Ini gimana cara ngobatinnya ya? Kayaknya lo harus buka celana deh biar nggak mengganggu."
Jeno lantas mendelik dan menatap tajam Siyeon, "Nggak usah ngambil kesempatan di dalam kesempitan deh lo ya!"
"Siapa yang ngambil kesempatan?! Liat nih, celana lo robeknya nggak estetik banget dan ini jelas mengganggu banget!"
"Ribet lo, gue bisa kok ngobatin sendiri!" sungut Jeno.
"Lo yang ribet, anjir!"
Sret.. Krek..
"SIYEON ANJING!!"
🍃🍃🍃
Tbc...
Nahlo kira" celana Jeno jadinya gimana dah?wkwk
Btw guys, malam ini aku bakal re-publish cerita Petrichor kalo berkenan boleh mampir chingu, thank you❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Fanfiction"Hahaa!! Liat nih gue dikasi minjem jaket sama cowok!!" "Terus? Gue harus bilang WOW gitu?" "Bilang aja lo cemburu. Iya kan, iya kan??" "Nggak." "Tuhkan! Orang cemburu mana ada yang mau ngaku." "Dih, pede banget lo jadi orang." Mampukah seorang Par...