26. Dodge🍃

583 142 50
                                    

"Heh, Lee Jeno anak miskin!"

Jeno terus saja berjalan tanpa mempedulikan titisan dajjal yang sedang menyerukan namanya.

"Dih, udah miskin budek lagi."


Bruk!


Jeno terjatuh ketika Guanlin dengan sengaja menyandung kakinya.

"Gitu doang jatuh, dasar lemah," cemooh Guanlin.

Jeno menghela napas kemudian mengambil posisi berdiri.

"E-eh, mau kemana lo?" Guanlin menarik ransel Jeno ketika lelaki itu hendak pergi.

"Apa?" tanya Jeno datar.

"Urusan kita yang kemarin belum selesai ya."

"Gue nggak pernah ngerasa pernah berurusan sama lo."

Guanlin mendecih, "Belagu banget si anak miskin."

"Gue memang miskin harta, tapi setidaknya gue nggak miskin akhlak kayak lo."

"Bangsat!!"


Bughh!


Satu pukulan keras dari Guanlin mampu membuat Jeno tersungkur. Dan hal ini sontak menarik perhatian murid sekitar.

"Heh, lo udah miskin ya miskin aja. Berani banget ngatain gue ya!"

Kali ini Jeno hanya diam menunduk, ia bahkan menyesal telah mengatai Guanlin.

"Bangun lo!" suruh Guanlin.

Jeno bergeming.

"Bangun bangsat!!"

Mau tak mau Jeno pun mengambil posisi berdiri karena tak mau membuat lelaki yang ada di hadapannya kesetanan.


Bughh!


Guanlin mendaratkan satu pukulan perut Jeno yang membuat lelaki itu mengerang kesakitan.

"CUKUP!!"

Semua orang yang ada disana menoleh ke sumber suara ketika seorang gadis tiba-tiba datang sembari berteriak.

"Ya ampun, Kak Jeno!!"

Lami segera menghampiri Jeno yang masih meringkuk di lantai sembari memegangi perutnya.

"Ngapain kamu disini?" tanya Jeno sepelan mungkin. "Sana ke kelas, Kakak nggak apa-apa."

"Kak, aku udah muak sama semuanya," ucap Lami.

"Please, dengerin Kakak kali ini ya?"

Lami menggeleng sembari menyeka darah di sudut bibir Jeno.

"Heh bocil, minggir lo. Jangan ikut campur urusan kakak kelas deh!" seru Guanlin.

"Oh, lo belum tau gue siapa? Gue bahkan bisa ngeluarin lo dari sekolah ini sekarang juga!" sentak Lami.

"Lin, mending jangan berurusan sama dia deh. Dia cucu pemilik sekolahan, Bro," bisik Baejin.

"Yaudah, kali ini gue bebasin lo anak miskin-"

"SIAPA YANG LO BILANG ANAK MISKIN HAH?! KAK JENO INI MPHH-"

Beruntung Jeno dengan cepat membekap mulut adiknya dengan kedua tangan.

"Kenapa? Jeno kerja di rumah lo jadi babu ya?" tanya Guanlin.

"I-iya," balas Jeno terbata.

"Oh, cukup tau aja sih. Ayo bubar-bubar," ucap Guanlin lalu pergi begitu saja.

"Kenapa sih, Kak?!" kesal Lami.

Jeno menempatkan telunjuknya di depan bibir, "Sshh, jangan keras-keras."

Lami menggeleng pelan, "Aku bener-bener nggak ngerti deh sama jalan pikiran kakak."

Jeno tersenyum teduh, "Sekarang kamu masuk ke kelas aja ya?"

Lami mendecih kemudian meninggalkan kakaknya begitu saja.

Jeno menghela napas pelan, adiknya itu merajuk lagi, tapi tidak apa-apa nanti saja bocah itu datang sendiri pada Jeno.

Jeno mencoba bangkit walau perutnya terasa nyeri setengah mati. Ia berjalan tertatih tanpa mempedulikan cemooh yang dilayangkan murid-murid di sepanjang koridor.

Lelaki itu duduk bersandar di sebuah pohon besar yang berada di belakang sekolah. Matanya terpejam menikmati semilir angin yang menerpa wajah. Suasana di belakang sekolah pun cukup sepi, tak ada murid yang berani menginjakkan kaki di taman belakang kecuali Jeno.

Persetan dengan cerita horor, Jeno hanya ingin menikmati kesendiriannya dengan tenang.


Kring!!


Bel tanda masuk berbunyi tapi entah kenapa mata Jeno terasa berat sekali untuk dibuka, belum lagi perutnya yang masih terasa nyut-nyutan akibat pukulan tak berperikemanusiaan Guanlin.

Jeno adalah tipikal murid yang tidak suka bolos, sebisa mungkin ia hadir dalam kelas meskipun trio Juleha menghajarnya sampai babak belur. Tapi entah kenapa hari ini ia memilih untuk berdiam diri di taman belakang sembari menikmati kicauan burung.

Lee Jeno tidak selemah itu, ia hanya ingin menghindari makhluk ciptaan Tuhan bernama Park Siyeon.

🍃🍃🍃








Tbc...

Haii, masih adakah yang baca?

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang