Langkah Siyeon terhenti ketika melihat Jeno di persimpangan koridor. Ia membuang muka dan membiarkan lelaki itu menaiki anak tangga terlebih dahulu. Ia masih kesal dan sedikit takut pada Jeno karena kejadian tempo hari. Bagaimana jika lelaki itu benar-benar mematahkan tangannya?
"Cih, dasar psikopat," gumam Siyeon.
Siyeon melihat Jeno sudah menghilang dari peredaran, tanpa menunggu lama iapun menaiki anak tangga menuju kelasnya.
Siyeon mengucapkan doa-doa terlebih dahulu sebelum membuka pintu kelas. Pintu berderit pelan dan keadaan kelas masih kosong.
"Eh? Kemana si manusia aneh?" gumam Siyeon.
Ia melihat sekeliling dan tidak ada siapapun selain dirinya.
Akhirnya gadis itu memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar sana, siapa tau menemukan Jeno. Walaupun Siyeon sedikit menjaga jarak dengan lelaki itu, namun ia tak gentar sedikitpun. Ia masih penasaran dengan kehidupan Jeno yang menurutnya misterius.
Langkah Siyeon terhenti ketika mendengar suara obrolan seseorang di balik tembok.
"Gimana dong, Kak? Aku bener-bener lupa kalo ada tugas."
"Ayo cepetan buat, biar Kakak bantu."
Siyeon mengintip ke dalam lab kimia, dilihatnya Jeno dengan seorang gadis yang tidak ia kenal sama sekali.
"Ish, kok dia baik banget sama tu cewek sih? Coba aja sama gue, judesnya selangit," kesal Siyeon.
Siyeon terus mengintip kedua remaja itu sampai bel masuk berbunyi. Ia lantas bersembunyi di balik pintu ketika gadis itu tiba-tiba keluar.
Tak lama kemudian, Jeno pun keluar dan langsung memasang tatapan aneh pada Siyeon.
"Ngapain lo disini?" tanya Jeno.
Entah kenapa Siyeon menjadi gugup, "G-gue, gue jalan-jalan! Emangnya nggak boleh?!"
Jeno mengangkat bahu kemudian berjalan melewati gadis itu.
Siyeon membuntuti Jeno dari belakang, ia memperhatikan tubuh lelaki itu dengan seksama dari atas sampai bawah. Proporsi yang sempurna, pikirnya.
Siyeon tak sengaja menabrak punggung Jeno ketika lelaki itu tiba-tiba berhenti.
"Ish!" Jeno langsung menghindar seakan-akan Siyeon adalah kuman berbahaya.
"Alay banget," cibir Siyeon.
Jeno tak menanggapi ucapan gadis itu, ia malah mengetuk pintu kelas untuk mengambil atensi Bu Joy yang sudah ada di dalam kelas.
"Kenapa kalian terlambat?" tanya Bu Joy.
"Maaf, Bu. Tadiㅡ"
"Banyak alasan," potong Bu Joy. "Sana lari keliling lapangan 10 kali, nggak usah ikut kelas saya."
Jeno menghela napas berat, sementara Siyeon merutuki dirinya yang sangat bodoh karena mengintip Jeno sampai bel masuk berbunyi.
Dan disinilah mereka sekarang, berdiri di pinggir lapangan sekolah yang cukup luas. Matahari pun mulai meninggi, membuat cuaca bertambah panas.
Jeno menghela napas dan mulai berlari dan Siyeon hanya mengikuti lelaki itu.
Baru tiga putaran, Siyeon sudah seperti mau mati saja. Ia berhenti sejenak dan melihat Jeno yang masih berlari.
"JENO!! TUNGGUIN!!" teriak Siyeon kemudian berlari sekuat tenaga.
Entah Jeno memang sengaja memperlambat langkahnya atau Siyeon yang kelewat cepat, nyatanya gadis itu berhasil mengejar Jeno.
"Ya ampun, Jen. Rasanya gue mau mati tau nggak," ucap Siyeon.
Jeno hanya diam, menanggapi gadis itu hanya buang-buang tenaga saja.
"Hh.. aduh, pelan-pelan napa, Jen!"
Jeno tak peduli dan meninggalkan Siyeon yang berhenti sejenak untuk beristirahat.
Dengan segala macam drama pagi ini, akhirnya kedua remaja itu berhasil menyelesaikan hukuman sepuluh putaran yang diberikan Bu Joy.
Siyeon tidur terlentang di pinggir lapangan, sementara Jeno duduk di sebelahnya sembari meluruskan kaki.
"Capek banget.. hh.. anjirr!!" teriak Siyeon frustrasi. "Lo nggak capek, Jen?"
Jeno bergeming, menikmati angin yang menerpa wajahnya.
"Hhh.. rugi ngomong sama patung berjalan," ucap Siyeon pasrah.
Siyeon lebih memilih memejamkan mata dan menikmati angin yang berhembus.
"Jeno.. haus," pelan Siyeon.
"Terus? Apa hubungannya sama gue?" tanya Jeno.
Siyeon membuka matanya, "Bawa air nggak?"
"Kalo gue bawa pun nggak sudi gue ngasi lo setetes pun."
"Jahat banget sih, kalo gue mati kehausan gimana?"
"Bodo amat, emang gue pikirin."
Siyeon mencebik, "Jeno.. beliin air dong. Haus banget.."
"Gue bukan babu lo," ucap Jeno ketus.
Hening beberapa saat, Jeno melirik Siyeon yang tertidur di sebelahnya. Tiba-tiba saja ia merasa takut, bagaimana jika gadis itu benar-benar mati kehausan?
Jeno melihat sekeliling, tak ada siapapun selain dirinya. Perlahan ia menundik lengan Siyeon.
"Nggak gerak anjir!" ucap Jeno.
Lelaki itu bangkit dari tempat duduknya kemudian berlari ke kantin untuk membeli air. Sementara itu, Siyeon sudah tertawa bahagia karena berhasil mengelabuhi si manusia aneh.
Tak lama kemudian, Jeno datang membawa sebotol air dan...
Byurr!!
Siyeon langsung bangun dan mengambil posisi duduk ketika Jeno menyiram wajahnya dengan air. Gadis itu nampak geram dan menatap tajam lelaki yang ada di hadapannya.
"Apa?" tanya Jeno dengan santainya.
Kedua tangan Siyeon terkepal kuat, hendak meninju wajah tampan itu, namun ia urungkan dan lebih memilih membuang muka.
"Pindah sekolah sana, mual gue liat muka lo setiap hari," ucap Jeno kemudian pergi.
Siyeon mengusap dadanya, "Sabar sabar. DASAR MANUSIA ANEH!!"
🍃🍃🍃
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Fanfiction"Hahaa!! Liat nih gue dikasi minjem jaket sama cowok!!" "Terus? Gue harus bilang WOW gitu?" "Bilang aja lo cemburu. Iya kan, iya kan??" "Nggak." "Tuhkan! Orang cemburu mana ada yang mau ngaku." "Dih, pede banget lo jadi orang." Mampukah seorang Par...