11. Difficult🍃

951 179 14
                                    

Setelah acara mendaki gunung tempo hari, semuanya pun kembali ke rutinitas seperti semula, tak terkecuali Lee Jeno. Seperti biasa, pemuda tampan itu akan mengantarkan koran dari rumah ke rumah agar dirinya bisa makan malam ini.

Jeno menghentikan sepedanya di depan sebuah rumah bertingkat dua. Ia menghela napas kemudian berteriak dengan malas.

"Koran!"

Tak sampai satu detik, pintu gerbang pun terbuka dan menampilkan seorang gadis yang benar-benar membuatnya muak.

"Hai," sapa Siyeon sumringah.

Setengah hati Jeno memberikan koran kepada Siyeon.

"Makasi Jeno, ini uangnya."

Tanpa mengucapkan sepatah kata, Jeno mengambil uang dari tangan Siyeon dan langsung mengayuh sepedanya.

"Heh!! Tunggu!!" seru Siyeon.

Jeno tak mempedulikannya, lelaki itu tetap mengayuh sepeda, bahkan mempercepat lajunya.

Siyeon mengejar Jeno sampai di persimpangan.

"Jeno!! Tunggu!!"




Bruk!!




Jeno menghela napas pelan kemudian menghentikan sepedanya. Lelaki itu menoleh ke belakang dan melihat Siyeon terduduk di aspal.

"Makanya jadi cewek jangan banyak gaya!!" seru Jeno kemudian pergi tanpa rasa iba sedikitpun.

Jeno tidak punya hubungan apa-apa dengan gadis itu, lalu untuk apa ia peduli?

Setelah selesai mengantar koran dari rumah ke rumah, lelaki itupun segera pulang. Ia harus membersihkan rumahnya terlebih dahulu agar Bunda tidak marah.

"Kak Jeno, mau aku buatin minum apa?" tanya Lami ketika kakaknya itu baru saja masuk ke dalam rumah.

"Nggak usah," jawab Jeno. "Kakak minum air putih aja."

"Oh iya, Kak. Ulangan fisika aku kemarin dapet seratus!"

"Serius??"

Lami mengangguk, "Kakak sih ngajarinnya hebat banget!"

"Ah, nggak juga. Kamunya memang pinter."

Lami tersenyum kemudian mencubit gemas pipi Jeno, "Ih, Kakak kurus banget, nggak enak pipinya dicubitin."

Jeno terkekeh pelan, "Ini pipi gembul kamu baru enak dicubitin."

"Ehm, ngapain kalian?" tanya Bunda yang tiba-tiba datang.

Jeno yang hendak mencubit pipi adiknya pun segera mengurungkan niatnya.

Pandangan Bunda beralih pada Jeno, "Cepet bersihin rumah."

"Iya, Bunda," balas Jeno kemudian cepat-cepat mengambil sapu.





...






Jeno hanya diam memperhatikan Siyeon yang baru saja masuk ke dalam kelas. Jalannya pincang dan lututnya di balut perban, sepertinya luka karena jatuh kemarin cukup parah.

"Hai," sapa Siyeon sumringah.

Jeno menghela napas kemudian kembali fokus mengerjakan tugas matematika.

"Belum buat pr ya?" tanya Siyeon. "Gue udah buat, lo mau liat?"

Jeno bergeming, tak menggeleng atau mengangguk.

Perlahan senyuman Siyeon memudar, ia menarik kembali buku tugas yang sempat ia tawarkan pada Jeno.

Rasanya sakit?

Tentu saja.

Siyeon menghela napas dan lebih memilih untuk menumpukan kepalanya di atas meja, memunggungi Jeno.

Apa ia harus menyerah?

Tentu saja tidak!

Siyeon kembali menegakkan badannya dan menatap Jeno dengan ceria. "Lo udah makan? Mau gue beliin makanan nggak?"

Jeno menggeleng.

"Gue mau ke kantin, lo nggak mau nitip sesuatu gitu?" tanya Siyeon.

Lagi-lagi Jeno menggeleng.

"Yaudah, kalo gitu gue beliin roti ajadeh. Lo tunggu disini ya!" seru Siyeon kemudian bangkit dari tempat duduknya.

Jeno dapat melihat jelas gadis itu berjalan tertatih keluar kelas. Sebenarnya ia bingung, apa yang dimakan Siyeon sampai bisa cerewet seperti itu?

Tak ingin ambil pusing, Jeno melanjutkan kegiatannya untuk mengerjakan tugas matematika. Namun, kegiatannya itu harus terhenti karena tiba-tiba saja ia ingin buang air kecil.

Jeno bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamar mandi. Ia sedikit risih ketika beberapa murid berbisik sambil melirik ke arahnya. Apa ia sehina itu di mata mereka?

Setelah selesai dengan urusannya di kamar mandi, Jeno pun hendak kembali ke kelas. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika melihat Siyeon di ujung koridor.

"Aw.." Jeno meringis ketika melihat Siyeon terjatuh karena ada murid yang dengan sengaja mendorong gadis itu.

Awalnya Jeno hendak pergi, namun melihat Siyeon menangis membuat lelaki itu mengurungkan niatnya.

Jeno hanya diam di depan kamar mandi sembari memperhatikan Siyeon. Tidak ada satupun orang yang menolong gadis itu, mereka malah menertawakannya. Mungkin karena Siyeon murid baru dan tidak punya teman selain dirinya.

"Dasar cengeng," gumam Jeno kemudian beranjak dari sana.

Jeno kembali ke kelas dan menyelesaikan tugas matematikanya tanpa beban sedikitpun. Ia tak mau kena hukuman Bu Joy lagi karena tidak mengerjakan tugas.

Bel masuk berbunyi dan Siyeon belum kembali ke kelas. Jeno tak ambil pusing karena ia tau gadis itu pasti sedang berada di UKS saat ini. Lalu, untuk apa mengkhawatirkannya.

Namun, rupanya Jeno salah.

Siyeon kembali ke kelas, jalannya masih pincang dan matanya terlihat sembab, kentara sekali habis menangis.

Gadis itu duduk di bangkunya tanpa mengucapkan sepatah kata, bahkan sekedar melirik Jeno pun tidak.

"Habis jatuh ya?" tanya Jeno. "Kasian. Nggak ada yang nolongin ya?"

Siyeon hanya diam, kepalanya tertunduk dalam-dalam.

"Isi nangis lagi. Dasar cengeng."

Siyeon menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, menahan diri agar air mata tidak keluar lagi dari pelupuk matanya. Ia tentunya tidak mau dianggap lemah oleh Jeno.

"Sakit nggak?" goda Jeno.

Perlahan Siyeon mengangkat dagu dan menatap lelaki yang ada di sebelahnya. "Nggak terlalu."

Jeno hanya tertawa sinis kemudian memperhatikan Bu Joy yang baru saja masuk ke dalam kelas.

🍃🍃🍃













Tbc...

Sebenarnya chapter ini udah pernah aku upload sebelumnya, tapi waktu itu akunya kurang fokus dan akhirnya salah penempatan wkwk. Harusnya ini jadi chapter 11 tapi waktu itu aku upload-nya di chapter 8 hehe. Sebagai permintaan maaf, hari ini aku langsung up chapter 12 dehh💚

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang