Jeno melangkahkan kakinya memasuki rumah yang megah itu. Suasana sudah ramai dan iapun menjadi sorotan karena baru datang.
"Jeno!" Siyeon berseru kemudian menghampiri kekasihnya.
Jeno tersenyum tipis, melihat Siyeon yang terlihat begitu cantik malam ini.
"Acara tiup lilinnya udah selesai. Maaf ya nggak nungguin lo, soalnya kakak gue tadi nyuruh cepet-cepet biar nggak kemaleman katanya," ucap Siyeon.
"Iya, nggak apa-apa. Selamat ulang tahun. Lo cantik banget hari ini."
Siyeon tersipu malu, "Ah, apaan sih! Bisa aja."
Jeno hanya tersenyum melihat tingkah gadisnya itu.
"Mana kuda poninya?" tanya Siyeon.
Lelaki itu menghela napas, "Maaf. Gue belum bisa beliin."
"Jen, gue kan udah minta itu dari berbulan-bulan yang lalu." Siyeon nampak kecewa.
"Iya, gue tau. Gue janji deh besok bakal beliin lo."
"Tapi, ulang tahun gue kan hari ini. Bukan besok."
"Iya, Yeon. Tapi-"
"Lo udah janji sama gue," ucap Siyeon berkaca-kaca.
"Jangan nangis dong." Jeno merasa bersalah.
"Ini ulang tahun gue yang ke tujuh belas dan gue cuma minta kuda poni dari lo."
Jeno menundukkan kepalanya, "Maaf."
Siyeon menghapus air matanya, "Gue kecewa sama lo."
Jeno melihat Siyeon pergi menjauh. Hatinya sakit, namun terasa lebih sakit lagi ketika melihat Guanlin datang untuk menghibur Siyeon. Lelaki itu bahkan membawa boneka kuda poni berukuran besar yang tak bisa dibeli Jeno sore tadi.
Jeno tersenyum pilu ketika melihat Siyeon tersenyum saat menerima boneka kuda poni pemberian Guanlin. Ia pun mundur perlahan dan pergi dari kerumunan itu.
Lelaki itu terlihat menyedihkan, duduk sendirian di tepi sungai Han sembari memperhatikan bulan purnama yang terlihat begitu cantik.
Mungkin benar kata Guanlin, ia sama sekali tidak pantas disandingkan dengan Siyeon. Ia bahkan tidak bisa membelikan kuda poni pada kekasihnya itu.
"Jeno?"
Lelaki itu menoleh ketika ada seseorang yang memanggilnya. "Ayah?"
"Ngapain kamu disini sendirian?"
"Nyari angin, Yah."
"Angin kok dicari."
Jeno terkekeh, "Ayah lagi nyari botol bekas?"
Donghae mengangguk, "Iya."
"Ayo. Biar Jeno bantu."
Donghae hanya tersenyum dan membiarkan putranya membantu untuk mengumpulkan botol-botol bekas. Kegiatan yang cukup bermanfaat dan membantu Jeno untuk melupakan masalahnya sejenak.
"Udah penuh," ucap Donghae. "Ayo ke pengepul."
"Memangnya jam segini masih buka, Yah?"
Donghae mengangguk.
Jeno hanya ber-oh ria kemudian berjalan beriringan dengan sang ayah.
"Lagi ada masalah ya?" tanya Donghae.
"Enggak kok."
"Jangan bohong. Ayo cerita sama Ayah, Jagoan."
"Bukan masalah besar kok, Yah," pelan Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Fanfiction"Hahaa!! Liat nih gue dikasi minjem jaket sama cowok!!" "Terus? Gue harus bilang WOW gitu?" "Bilang aja lo cemburu. Iya kan, iya kan??" "Nggak." "Tuhkan! Orang cemburu mana ada yang mau ngaku." "Dih, pede banget lo jadi orang." Mampukah seorang Par...