"Mikirin apa sih?"
Jeno menghela napas kemudian menggeleng pelan.
"Lami pasti udah tenang disana." Siyeon mengusap lengan Jeno yang masih dibalut perban.
"Tolong maafin semua kesalahan Lami ya, Yeon."
Siyeon mengangguk, "Gue udah maafin kok."
"Gimanapun juga dia tetep adik gue," ucap Jeno sembari menatap nisan bertuliskan nama Lami. "Gue masih nggak percaya dia yang bawa sajam malem itu, dia pasti mau bunuh lo tapi malah.."
Siyeon menaburkan bunga di makam Lami sebelum beralih menatap Jeno yang ada di sebelahnya, "Mungkin memang ini jalannya, Jen. Lo jangan nyalahin diri terus."
Jeno menghela napas pelan lantas menanggukkan kepala, "Istirahat yang tenang ya, Lami. Maaf Kak Jeno cuma bisa sayang kamu sebagai adik dan maaf.. Kak Jeno nggak bisa jadi kakak yang baik."
"Jeno.." pelan Siyeon.
Jeno menarik napas panjang sebelum akhirnya mengajak Siyeon untuk meninggalkan pemakaman.
Sepanjang jalan keduanya hanya diam, sibuk dengan pikiran masing-masing sampai suara klakson mobil membuat mereka terkejut.
"Oi Siyeon!!" Guanlin menurunkan kaca mobilnya. "Cepetan masuk! Besok hari tunangan kita!"
Siyeon tampak kesal kemudian menarik tangan Jeno untuk berjalan menjauh.
"Lo jadi tunangan sama Guanlin?" tanya Jeno.
"Gue nggak mau!"
"Terus kakak lo?"
"Bodo amat! Pokoknya gue maunya sama lo, Jeno!!" seru Siyeon.
"Ayo pulang!!" Guanlin turun dari mobil dan meraih tangan Siyeon. "Kakak lo nyuruh gue jemput lo, Yeon."
Jeno pun tak tinggal diam, ia menepis kasar tangan pemuda belangsak itu. "Halus dikit sama cewek."
"Lo nggak usah ikut campur deh, ini urusan gue sama Siyeon!"
"Urusan Siyeon urusan gue juga," ucap Jeno.
"Bacot bener!!"
Jeno menahan tangan Guanlin yang hendak meninju wajahnya, "Masalah kayak gini harusnya diomongin baik-baik, bukan main tonjok aja."
"Ihh!! Nyebelin!!" Siyeon mendorong Guanlin hingga lelaki itu nyungsep ke semak-semak.
"Lo tunggu aja di rumah Siyeon, biar gue yang anter dia pulang," ucap Jeno kemudian mengajak Siyeon pergi, meninggalkan Guanlin yang masih nyungsruk di semak-semak.
...
"Itu mereka datang!!"
Siyeon terlihat kesal sekali ketika melihat Guanlin dan kakaknya sudah menunggu kedatangannya di depan rumah. "Jen, gue nggak mau pulangg."
Jeno terkekeh pelan, "Sampai kapan mau kabur terus?"
"Mereka nyebelin tau!"
Jeno meraih tangan Siyeon, "Nggak apa-apa, ada gue."
Hati Siyeon berdesir mendengar ucapan lelaki yang ada di hadapannya. "Gue percaya sama lo."
Jeno mengangguk kemudian berjalan menghampiri Jihoon dan Guanlin.
"Kamu bawa kemana adik saya?" tanya Jihoon.
"Cuma jalan-jalan sebentar, Kak," balas Jeno.
"Lebih baik kamu jauhi adik saya karena besok dia akan bertunangan dengan Guanlin."
"Maaf, Kak, tapi Siyeon nggak pernah setuju kan sama pertunangan ini?"
"Lebih baik kamu nggak usah ikut campur urusan keluarga saya!"
Jeno dengan cepat menggeser Siyeon ke belakangnya ketika Jihoon hendak menarik tangan adiknya itu.
Jihoon tertawa sarkas, "Berani-beraninya kamu, cepat kembalikan adik saya!"
Jeno menatap datar lelaki yang lebih tua 5 tahun darinya itu, "Saya minta izin mau ajak Siyeon kuliah di Jerman, Kak."
"Saya nggak izinin," ucap Jihoon dengan cepat.
Jeno merogoh saku jaketnya dan memberikan secarik kertas pada Jihoon. "Kita berdua lulus beasiswa, Kak. Flight-nya besok sore."
"Kok kamu nggak pernah bilang?" Jihoon bertanya pada adiknya.
Siyeon menundukkan kepala, "Kalo aku bilang, pasti kakak nggak bakal izinin."
"Kakak izinin, lagipula ini bagus untuk masa depan kamu," ucap Jihoon yang lantas membuat semua orang terkejut.
"Loh, Kak? Terus pertunangan besok gimana?" tanya Guanlin.
"Undur aja deh."
Guanlin melongo sementara Jeno dan Siyeon tampak tersenyum senang.
"Lo juga harusnya mikirin masa depan," Jihoon menepuk pundak Guanlin. "Udah tau mau kuliah dimana?"
Guanlin pun planga-plongo sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Jihoon geleng-geleng kepala kemudian beralih menatap Jeno dengan intens. "Apa saya bisa percaya sama kamu?"
Jeno menganggukkan kepala, "Saya pasti akan jaga Siyeon baik-baik."
"Oke, walaupun kamu udah saya cap jelek tapi kali ini saya percaya sama kamu. Kita liat beberapa tahun lagi, kalau kamu bisa bawa Siyeon pulang pakai toga, saya restui hubungan kalian."
Siyeon tak dapat lagi menyembunyikan senyumnya, "Serius, Kak?!!"
"Iya."
"Pegang janji saya, Siyeon akan pulang pakai toga sekaligus bawa ijazah cum laude," ucap Jeno.
"Oke."
"Terus, gue gimana?" tanya Guanlin.
"Pulang aja sana, dasar anak mami!" cibir Siyeon yang diiringi oleh gelak tawa Jeno dan Jihoon.
~End~
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Fanfiction"Hahaa!! Liat nih gue dikasi minjem jaket sama cowok!!" "Terus? Gue harus bilang WOW gitu?" "Bilang aja lo cemburu. Iya kan, iya kan??" "Nggak." "Tuhkan! Orang cemburu mana ada yang mau ngaku." "Dih, pede banget lo jadi orang." Mampukah seorang Par...