Rintik hujan membawa langkah Lee Jeno memasuki gerbang sekolah di pagi yang dingin ini. Dengan sedikit tergesa, ia berjalan dengan jas almamater yang digunakan sebagai payung. Cuaca akhir-akhir ini random sekali. Kemarin panas sangat terik dan pagi ini langit mendung bahkan sampai turun hujan segala.
Brukk!!
Berjalan menunduk, Jeno tak sengaja menabrak orang yang ada di depannya. Tumben sekali ada orang yang telah datang sepagi ini. Jeno membantu gadis itu berdiri lalu meminta maaf dan segera beranjak pergi.
"Jeno!! Tunggu!!" Jeno berhenti lalu menoleh ke belakang. Dilihatnya Siyeon yang sedang berlari kecil ke arahnya.
"Maaf ya, tadi gue nggak liat lo," ucap Siyeon setelah sampai di sebelah Jeno.
Jeno hanya diam, masih dengan wajah datarnya. Tak selang beberapa lama, lelaki itu segera melangkahkan kakinya ke dalam kelas lalu duduk di bangku kesayangannya.
"Lo udah bawa buku catetan yang gue minta kemarin?" tanya Siyeon yang sudah mengambil posisi duduk di sebelah Jeno.
Yang ditanya tak menjawab, namun tangannya sibuk merogoh sesuatu dari dalam tas lalu mengeluarkan beberapa buku dari sana.
"Makasih," ucap Siyeon lalu mulai menyalin materi dari buku catatan Jeno.
Keheningan menghampiri mereka berdua. Jeno mulai terlelap di balik jas yang ia gunakan sebagai penutup kepala, sementara Siyeon hanya sibuk dengan buku catatannya, ternyata cukup banyak materi yang ia lewatkan.
Sebuah gebrakan meja yang cukup keras mampu membuat baik Siyeon maupun Jeno terkejut. Dilihatnya trio Juleha yang ada di hadapan mereka dengan memasang wajah genit.
"Hai anak baru, cantik banget sih," ucap Felix.
Siyeon sedikit menggeser posisi duduknya mendekat pada Jeno karena menghindari sentuhan yang akan dilayangkan Hwall.
"Kenapa sih? Kok takut sama kita?" tanya Hwall sambil sesekali mengedipkan matanya.
"Pindah ke kelas sebelah aja yuk? Lebih seru loh," ajak Haknyeon yang berhasil meraih tangan Siyeon.
"Lepasin! Aku nggak mau!" seru Siyeon.
Alih-alih melepaskan, Haknyeon malah menarik tangan Siyeon semakin keras sampai gadis itu berdiri dari tempat duduknya dan berjalan terseret keluar kelas.
Jeno yang menjadi saksi kejadian itu hanya diam saja, seakan-akan tak peduli dengan nasib teman sebangkunya itu. Lagipula ia juga tak ingin berurusan lagi dengan ketiga manusia aneh itu. Luka yang kemarin saja belum sembuh, ia tak mau menambah luka baru lagi.
Bel berbunyi, tanda jam pelajaran akan segera dimulai. Bu Joy, guru matematika masuk ke dalam kelas dengan beberapa buku yang ada di pelukannya.
"Anak-anak, hari ini kita ulangan," ucap Bu Joy yang membuat semua murid mendesah pasrah.
Tak peduli dengan keluhan siswanya, Bu Joy mulai berkeliling membagikan soal satu per satu.
"Jeno, di sebelah kami ada orang duduk?" tanya Bu Joy.
"Ada Bu. Murid baru," jawab Jeno.
"Kemana dia? Kenapa belum masuk kelas?"
"Saya tidak tau, Bu."
Bu Joy menggeleng pelan, "Murid baru sudah buat masalah.
...
Seperti hari-hari sebelumnya, Jeno menghabiskan waktu istirahatnya untuk tidur atau membaca buku di kelas sendirian. Selain untuk menghemat uang, ia juga tidak terlalu suka bertemu dengan banyak orang, apalagi teman-temannya. Ia tak pernah merasa kesepian karena teman setianya adalah kehampaan.
Ingin rasanya ia mengakhiri hidup yang melelahkan ini, namun ia tidak tega meninggalkan Lami sendirian. Setidaknya sampai ia memastikan bahwa adiknya itu mendapat pasangan hidup yang baik, Jeno akan bertahan, sekeras apapun hidup ini akan dilaluinya.
Tok tok tok!
Jeno terkejut ketika mendengar suara ketukan yang berasal dari jendela di sebelahnya. Disana ada Lami yang sedang tersenyum manis menatapnya, berbeda dengan Jeno yang kedua alisnya kini saling bertautan.
"Kamu ngapain?" tanya Jeno.
"Aku bawa makanan buat Kakak," jawab Lami seraya memasukan kantong plastik yang dibawanya melalui celah jendela.
"Nggak usah repot-repot, nanti kalo ketauan yang lain gimana?"
"Biarin aja. Malah bagus, jadinya Kakak nggak ditindas lagi."
Jeno menghela napas, "Yaudah, sekarang kamu balik ke kelas ya?"
Lami menuruti perintah kakaknya kemudian beranjak dari sana.
Jeno menatap kantong plastik yang berisi makanan di hadapannya. Seulas senyum terukir di bibir tipisnya. Perlahan tangannya bergerak mengambil kantong plastik itu lalu memasukkannya ke dalam tas. Ia akan menyimpannya untuk makan malam, lagipula ia belum merasa lapar saat ini.
Deruan langkah kaki semakin terdengar jelas ketika seorang gadis masuk ke dalam kelas dan duduk di sebelah Jeno. Itu adalah Siyeon. Ia baru kembali ke kelas setelah trio Juleha menyeretnya keluar kelas pagi tadi.
Jeno melirik Siyeon sekilas. Gadis itu menumpukan kepalanya di atas meja. Bahu yang bergetar diiringi isakan kecil yang tertahan, Jeno tau betul jika gadis itu sedang menangis. Ia tak mempedulikannya dan lebih memilih untuk melanjutkan membaca buku.
Dibesarkan dengan penuh kebencian membuat Jeno tak punya rasa simpati pada orang lain. Lagipula ia tak suka ikut campur masalah orang lain.
Bel berbunyi, menandakan berakhirnya jam istirahat hari ini. Perlahan kelas terisi penuh dengan para siswa. Siyeon mengusap air matanya ketika Pak Suho, guru kesenian masuk ke dalam kelas.
"Selamat siang anak-anak. Bapak punya tugas baru untuk kalian. Tugasnya berkelompok dengan teman sebangku, buat sebuah persembahan. Baik itu menyanyi, menari, atau drama terserah kalian. Tugas ditampilkan minggu depan," ucap Pak Suho.
Seisi kelas mulai rusuh membicarakan tugas kesenian mereka. Sementara Jeno dan Siyeon masih saling diam, tak ada yang membuka suara. Sebenarnya Siyeon ingin bertanya, tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu. Sampai pulang sekolah pun mereka tak ada yang membahas tentang tugas kesenian.
"Jeno?" panggil Siyeon memberanikan diri.
Jeno yang tengah merapikan buku pun menoleh.
"Tugasnya gimana?" tanya Siyeon ragu.
"Terserah," jawab Jeno singkat lalu pergi begitu saja.
Siyeon menghela napas pasrah, teman sebangkunya itu benar-benar cuek dan dingin. Dengan langkah terseret, ia pun meninggalkan kelas yang telah sepi.
🍃🍃🍃
T
bc...
Imut-imut garang👹
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Fanfiction"Hahaa!! Liat nih gue dikasi minjem jaket sama cowok!!" "Terus? Gue harus bilang WOW gitu?" "Bilang aja lo cemburu. Iya kan, iya kan??" "Nggak." "Tuhkan! Orang cemburu mana ada yang mau ngaku." "Dih, pede banget lo jadi orang." Mampukah seorang Par...