Hari ini para OSIS mengadakan sidak dan seluruh siswa pun diperiksa satu per satu, mulai dari seragam sampai barang yang dibawa dalam tas.
"Kenapa lo?" tanya Jeno melihat Siyeon yang seperti cacing besar alaska, eh salah deng kayak cacing kepanasan maksudnya.
"Gue baru mendekin rok, asli kena nih gue."
"Haha," balas Jeno seadanya.
Siyeon tak mempedulikan respon tidak bermutu Jeno, ia malah sibuk menurunkan roknya agar bisa mencapai bawah lutut.
"Kalian berdua berdiri," ucap salah satu OSIS.
Jeno dan Siyeon pun menurutinya dan membiarkan beberapa OSIS memeriksa seragam serta tas mereka.
"Loh, kok dia nggak kena sidak? Dia kan baru aja mendekin rok," ucap Jeno dengan santai sementara Siyeon yang baru saja bernapas lega lansung mendelik ke arah kekasihnya itu.
"Bener kamu mendekin rok?" tanya OSIS.
"E-enggaklah, Kak. Buktinya rok saya di bawah lutut kan," balas Siyeon.
"Iya juga sih, tapi ini kurang satu centi. Sana, baris di lapangan."
Siyeon mengelos pasrah dan sempat menyumpah-serapahi Jeno sebelum akhirnya keluar lapangan.
"Ini apa? Lo make?" tanya OSIS yang memeriksa tas Jeno.
"Itu bukan punya gue," balas Jeno.
"Kalo bukan punya lo terus punya siapa? Jelas-jelas ini tas lo."
"Gue nggak tau."
OSIS yang diketahui bernama Dejun itu mendecak, "Gue tau lo miskin tapi nggak gini juga caranya buat dapetin duit, Bro."
Hendery si teman Dejun lantas ikut bersuara, "Kayaknya dia juga make deh, modelannya aja kurus kering gini terus tampangnya juga layu banget."
"Sejak kapan lo pake narkoba?" tanya Dejun.
Jeno menghela napas, "Itu bukan punya gue."
"Terus punya siapa kalo bukan punya lo, Anjing?!"
Jeno mengendikkan bahu, seisi kelaspun sudah memperhatikannya saat ini.
"Ikut gue ke BK sekarang," ucap Dejun.
Jeno bergeming di tempat, itu bukan barang miliknya dan dapat dipastikan ia pasti akan mendapat masalah besar jika sudah berurusan dengan BK.
"Ngapain diem? Ayo!"
Jeno menepis tangan Dejun, "Berapa kali sih gue harus bilang kalo itu bukan punya gue!"
"Eleh, bilang aja lo takut kan?"
Bugh!
Satu pukulan mendarat di wajah Dejun yang lantas membuat pemuda itu tersungkur ke lantai, tak ingin melewatkan kesempatan emas ini, Jeno pun segera melarikan diri, kemanapun agar tidak masuk BK.
Jeno terus saja berlari tanpa mempedulikan orang-orang yang mengejarnya di belakang dan sepertinya ia terlalu bodoh untuk berpikir disaat genting seperti ini, ia hendak keluar sekolah namun ia lupa jika ada satpam yang menjaga di depan gerbang.
"Sial," umpat Jeno kemudian mengubah haluannya berlari ke taman belakang sekolah.
"Ets, mau kemana?"
Jeno spontan berhenti ketika Guanlin menghadang jalannya. "Mau apa lo?"
Guanlin terkekeh, "Santai, Bro. Udah miskin, pengguna narkoba lagi, dasar sampah."
"Minggir!"
Jeno hendak pergi, namun Guanlin dengan cepat meraih tangannya dan langsung menguncinya sehingga lelaki itu tak bisa bergerak kemana-mana.
"Kok buru-buru? Mau kemana emang?" tanya Guanlin.
"Mau lo apa, Bangsat?!" geram Jeno.
"Lo tau? Sebenarnya gue yang udah naruh barang itu di tas lo."
Kedua tangan Jeno terkepal kuat, ia terlihat marah sekali.
"See? Sekarang lo jadi buronan kan?"
"Bangsat!"
Bugh!
Setelah berhasil bebas dari Guanlin, Jeno lantas memukuli pemuda itu tanpa ampun. Ia benar-benar tersulut emosi hingga tak memikirkan dampak apa yang akan terjadi setelah ini.
"Berhenti lo!"
Jeno langsung kabur dan meninggalkan Guanlin begitu saja ketika mendengar teriakan Dejun yang entah darimana. Pokoknya ia tidak boleh tertangkap manusia-manusia itu.
Namun sepertinya kesialan selalu saja menimpa Jeno, ia tiba-tiba terjatuh karena tanah yang dipijaknya dipenuhi lumut sehingga ia terpeleset dan lututnya terluka cukup parah.
Ia menoleh ke belakang dan melihat segerombol manusia tengah berlari ke arahnya. Akhirnya ia mencoba bangkit dan berlari dengan pincang, tak peduli dengan banyaknya darah yang keluar dari lututnya.
"Mau lari kemana lo?"
🍃🍃🍃
Tbc...
Update besok lagi yhaa~
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Fanfiction"Hahaa!! Liat nih gue dikasi minjem jaket sama cowok!!" "Terus? Gue harus bilang WOW gitu?" "Bilang aja lo cemburu. Iya kan, iya kan??" "Nggak." "Tuhkan! Orang cemburu mana ada yang mau ngaku." "Dih, pede banget lo jadi orang." Mampukah seorang Par...