08. Mendaki🍃

915 189 30
                                    

Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu bagi seluruh siswa kelas 11 karena hari ini mereka akan mendaki gunung. Semua siswa kelas 11 pun wajib ikut karena acara ini adalah salah satu syarat untuk kelas 11 agar bisa mengikuti ujian kenaikan kelas.

Para siswa sudah berbaris rapi di lapangan dan siap dilepas menuju bus masing-masing. Siyeon sedari tadi tak henti-hentinya mengamati Jeno yang berada di barisan lelaki paling belakang. Bukannya apa-apa, Siyeon hanya tak ingin teman sebangkunya itu duduk di bus dengan orang lain, mengingat ia hanya bisa mengandalkan lelaki itu.

Para siswa berhamburan ketika aba-aba memasuki bus telah disuarakan. Semuanya menyatu, saling berlarian hingga Siyeon pun kehilangan jejak Jeno. Gadis itu tampak kebingungan di tengah kerumunan.

"Jeno?!" panggil Siyeon.

Gadis itu berlari keluar dari kerumunan dan langsung menuju bus mereka, siapa tau Jeno sudah berada disana.


Siyeon masuk ke dalam bus, seisi kelas menatap tajam ke arahnya. Iapun hanya bisa tersenyum canggung dan menghampiri Jeno yang ternyata sudah duduk di kursi paling belakang.

"Mau ngapain lo?" tanya Jeno.

"Mau duduk," balas Siyeon.

"Gue mau duduk sendiri, lo duduk sama yang lain aja."

"Nggak mau! Gue nggak kenal siapa-siapa lagi selain lo!"

"Ya, kenalan lah goblok!"

Siyeon mendengus, "Jeno, please! Gue nggak bakal cerewet kok."

"Nggak boleh!"


Ngeng~


Siyeon langsung nyungsruk ketika bus tiba-tiba berjalan. Gadis itupun tak sengaja jatuh ke pangkuan Jeno.

"Ish, PERGI!" Jeno mendorong tubuh Siyeon menjauh.

Siyeon mendecak sebal kemudian melihat seisi bus yang tampak sudah penuh. "Jeno, nggak ada kursi kosong lagi."

"Yaudah, lo lesehan aja di bawah," suruh Jeno.

Siyeon sweat drop, kemudian ia berjalan ke depan dan menghampiri Pak Suho yang duduk paling depan.


"Pak, saya nggak dapet tempat duduk nih," keluh Siyeon.

Pak Suho bangkit dari tempat duduknya kemudian meneliti sekeliling. "Itu, di sebelah Lee Jeno masih kosong."

"Saya nggak dibolehin duduk disana."

Pak Suho menghela napas kemudian berjalan ke belakang. "Jeno, kenapa kamu nggak bolehin Siyeon duduk disini?"

"Dia banyak bacot, Pak. Hidup saya jadi terganggu."

Pak Suho mendecak, "Kamu duduk aja, Siyeon."

Siyeon bersorak ria kemudian cepat-cepat duduk di sebelah Jeno.

"Nggak bisa gitu dong, Pak!" protes Jeno.

"Nggak terima? Saya turunin kamu disini."

Jeno menghela napas kasar kemudian membuang muka.

"Baik-baik kalian berdua, jangan saling cakar," ucap Pak Suho kemudian kembali ke tempat duduknya.

Siyeon hanya haha hehe saja melihat tampang Jeno yang sudah kelewat kesal.



"Gunungnya jauh nggak ya?" tanya Siyeon. Jeno bergeming.

"Gila ya, Jen. Disana pasti pemandangannya bagus banget. Lo udah pernah ke gunung belum?"

Tak ada respon apa-apa dari Jeno, lelaki itu malah memasang earphone di telinganya.

"Jeno, nanti kalo gue ngantuk boleh senderan di bahu lo ya?" tanya Siyeon.

Jeno hanya diam, lelaki itu bahkan tidak melirik Siyeon sedikitpun.

"Oke, gue anggep boleh ya."

Tanpa basa-basi, Siyeon bersandar di bahu Jeno yang lantas membuat lelaki itu naik darah.

Jeno menyingkirkan kepala Siyeon dari bahunya kemudian menatap tajam gadis itu. "Ngapain lo?!"

"Senderan," jawab Siyeon dengan polosnya.

"Siapa yang ngebolehin?!"

"Gue."

Rasanya Jeno ingin mencakar-cakar wajah Siyeon saat ini. Lelaki itu menghela napas dan mencoba mengontrol emosinya. "Please, jangan ganggu gue."

Siyeon mencebik, "Lo nggak asik banget sih."

"Ish, jangan nempel-nempel duduknya!" tajam Jeno.

Tapi, bukan Siyeon namanya kalau tidak jahil. Buktinya sekarang ia dengan sengaja menempelkan badannya pada Jeno.

"CK, SIYEON! GUE GOROK JUGA LO!" kesal Jeno.

Semua penumpang sontak memusatkan atensinya pada Jeno dan Siyeon, termasuk Pak Suho.

"Lee Jeno, Park Siyeon! Kalian bisa diem nggak sih?!"

Siyeon hanya haha hehe saja, sementara Jeno langsung membuang muka.

"Jangan galak-galak napa, Jen," goda Siyeon sembari menundik lengan Jeno.

"Ck, Diem!"

Siyeon tertawa renyah kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Jeno.

Lelaki itupun akhirnya menyerah dan membiarkan Siyeon bersandar di bahunya, siapa tau gadis itu akan cepat tertidur.


"Jen, liat deh kuda poninya," Siyeon memperlihatkan ponselnya tepat di depan wajah Jeno. "Lucu ya? Gue mau pesen ah, biar nggak kehabisan."

"Terus apa faedahnya lo ngeliatin ke gue?" tanya Jeno.

"Cuma ngeliatin aja, emangnya nggak boleh?"

"Nggak."

Siyeon menegakkan badannya, "Jen, nanti kalo gue ulang tahun, beliin gue boneka kuda poni yang kayak gini ya?!"

Jeno membuang muka, "Ogah."

"Jen, ulang tahun gue lagi.. satu, dua, tiga.. hng.. 5 bulan lagi!!"

"Bodo amat."

"Inget ya, Jen! 14 November! Beliin gue kuda poni!"

Jeno sedikit terkejut ketika Siyeon dengan sesuka hati meraih kepalanya dan menggerakkannya ke atas dan ke bawah.

"Yes! Jeno udah setuju. Gue tunggu hadiahnya," ucap Siyeon sumringah.

"Dasar sinting!"

🍃🍃🍃















Tbc...

Long time no see! Terima kasih sudah membaca❤

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang