52. Rumah Ayah🍃

446 86 28
                                    

Siyeon duduk termenung menatap jendela yang terkena percikan air hujan. Tatapannya terlihat kosong, binar matanya pun terlihat begitu redup.

"Dek? Ayo makan."

Gadis itu bergeming ketika Jihoon mengambil tempat di sebelahnya.

"Dek?"

"Nggak laper," pelan Siyeon.

Jihoon menghela napas, "Kamu belum makan dari pagi, nanti kamu sakit."

Lagi-lagi Siyeon terdiam, malas menanggapi kakaknya yang cerewet itu.

"Kakak bawain makanannya kesini ya?"

"Kakak nggak budek kan?" kesal Siyeon.

Jihoon mendecak, "Mau kamu apa sih sebenarnya? Kakak itu peduli sama kamu!"

"Nggak usah peduli sama aku! Kakak udah hancurin segalanya!"

"Apa yang Kakak hancurin hah? Hubungan kamu sama si miskin itu?!" kesal Jihoon.

Kedua tangan Siyeon terkepal kuat, rahangnya pun mengeras menandakan bahwa ia sangat marah saat ini. "Aku benci Kakak!"

Gadis itu bangkit dari tempat duduknya, tak lupa mengambil kuda poni pemberian Jeno dan langsung pergi.

"Siyeon! Kamu mau kemana?!"

Jihoon mengejar adiknya yang berlari menuruni anak tangga. "Siyeon!"

"Ish, lepasin!" teriak Siyeon.

"Kamu mau kemana?!"

"Bukan urusan Kakak!" Siyeon menghempaskan tangan Jihoon kemudian berlari keluar rumah.

Gadis itu berlari menyusuri trotoar, sesekali ia menoleh ke belakang dan melihat Jihoon masih mengejarnya. Siyeon berbelok ke kanan di persimpangan dan bersembunyi di sebuah rumah.

"Siyeon!" teriak Jihoon. "Dimana kamu?! Jangan sembunyi!"

Siyeon mati-matian menahan diri agar isak tangisnya tidak keluar saat itu juga. Jujur saja, ia sudah lelah menjadi boneka yang harus menuruti perintah sang kakak. Dengan memeluk erat kuda poninya, ia berharap kakaknya itu segera pergi dari hadapannya.

Cukup lama Siyeon bersembunyi sampai akhirnya ia memutuskan keluar, beruntung Jihoon sudah pergi. Ditemani rintik hujan yang turun, gadis itu berjalan menuju sungai Han untuk menenangkan diri.

Siyeon duduk sendirian di tempat duduk yang sering didudukinya bersama Jeno. Perlahan tangannya mengusap tempat yang ada di sebelahnya, ia rindu sekali dengan lelaki itu. Hujan sudah reda, namun langit masih mendung sehingga suasana sungai Han begitu sepi.



"Siyeon?"

Gadis itu mendongak, sedikit terkejut melihat sosok yang ada di hadapannya.

"Ngapain sendirian disini?" tanya Donghae. "Ayah anter pulang ya?"

Siyeon menggeleng pelan.

Donghae duduk di sebelah Siyeon kemudian memperhatikan gadis itu. "Kenapa?"

"Siyeon nggak mau pulang. Kakak jahat."

"Kayaknya bakalan hujan lagi, kamu jangan hujan-hujanan. Nanti sakit."

Siyeon hanya diam sembari memeluk kuda poninya.

Donghae menghela napas, "Yaudah, ke rumah ayah aja gimana?"

Siyeon menganggukkan kepala.

Donghae pun mengurungkan niatnya untuk mencari botol-botol bekas dan mengajak Siyeon untuk pergi ke rumahnya.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang