55. Rencana Busuk🍃

335 81 41
                                    

"Darimana aja kamu?"

Jeno berhenti ketika suara sang bunda memasuki rungunya. Ia berbalik dan menatap wanita paruh baya yang berdiri angkuh dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Di sebelah wanita itu, berdiri Lami dengan wajah polosnya dan tak lupa tatapan tajamnya.

"Jalan sama Siyeon," balas Jeno dengan santai.

"Masih berani kamu jalan sama cewek itu? Terus kata Lami, tadi pagi kalian berangkat bareng?"

"Iya, terus apa masalahnya?"

"Lami nggak suka kalo kamu masih berhubungan sama Siyeon," ucap Bunda.

"Kenapa aku harus nurutin kemauan bocah itu?" tanya Jeno.

"Berani ngelawan ya kamu!" geram Bunda. "Inget kalo kamu numpang di rumah ini!"

Jeno tertawa sarkas, "Oke, sekarang juga aku bisa angkat kaki dari rumah ini."

Lami menatap sang bunda kemudian menggelengkan kepala.

"J-jangan pergi, Nak," ucap Bunda.

"Lho, kenapa? Katanya aku cuma numpang di rumah ini?"

"E-enggak, rumah ini juga punya kamu kok."

"Mau aja sih dijadiin budak bocah." Jeno tertawa renyah kemudian berjalan menuju kamarnya.

Lee Jeno membanting pintu keras-keras, entah kenapa ia merasa kesal sekali hanya dengan melihat wajah Lami, padahal dulu ia sangat menyayangi adiknya itu.

Jeno duduk di tempat tidurnya, ia memperhatikan foto dirinya dan Lami yang diambil ketika mereka masih kecil, terlihat lucu sekali. Tanpa sadar senyuman mengembang di bibir lelaki itu, mengingat masa kecilnya yang terasa indah.



Tok tok tok!



Jeno tersentak ketika ada yang mengetuk pintunya dari luar. Iapun bangkit dari tempat duduknya dan langsung membuka pintu.

"Lami?"

Gadis itu hanya menunduk di hadapan Jeno sembari memeluk buku.

"Kenapa?" tanya Jeno.

"Hng.. aku nggak ngerti fisika," pelan Lami. "Kakak mau ngajarin nggak?"

Jeno menghela napas pelan, "Yaudah, sini masuk."

Ragu-ragu gadis itupun masuk ke dalam dan meletakkan bukunya di atas meja.

Jeno pun mengambil posisi duduk di sebelah Lami kemudian membantu adiknya untuk mengerjakan tugas, bagaimanapun juga ia masih punya hati nurani.

Tepat pukul 10 malam, akhirnya tugas Lami selesai juga.

"Makasih ya kak," ucap Lami.

Jeno mengangguk kemudian mengambil ponselnya untuk membalas pesan dari Siyeon.

"Oh iya, sebentar kak." Lami pergi keluar kamar dan Jeno pun tak peduli sama sekali.

Tak lama kemudian, gadis itu kembali datang sembari membawa segelas susu.



"Ini kak, sebagai ucapan terima kasih aku."

Jeno mendongak lantas mengambil susu tersebut, "Thanks."

Lami mengangguk kemudian tersenyum manis ketika kakaknya meminum susu pemberiannya. 

Jeno meletakkan gelas tersebut di atas meja kemudian kembali fokus pada ponselnya. Tak lama kemudian, ia pun merasa kepalanya pusing dan matanya semakin memberat.

"Kak Jeno kenapa?" tanya Lami.

"Nggak tau, tiba-tiba pusing," balas Jeno sembari memegangi kepalanya. 

"Rebahan aja kak."

Jeno mengangguk kemudian berjalan menuju tempat tidur dibantu Lami.

"Ya ampun! Kak Jeno!" Lami spontan terkejut ketika Jeno tiba-tiba tak sadarkan diri. "Obat tidurnya udah bekerja ya?"

Lami menyeringai, ia merebahkan tubuh Jeno di tempat tidur kemudian menjalankan rencananya.

Gadis itu mengunci pintu kamar lalu berjalan mendekati Jeno. Ia mengusap lembut pipi Jeno kemudian mendaratkan satu ciuman di bibir lelaki itu.

"Gila, Kak Jeno kok bisa ganteng gini ya?" tanya Lami.

Gadis itu kemudian membuka atasan Jeno dan membuang pakaiannya sembarangan. Ia lantas mengambil ponsel dan menyalakan fitur kamera. 

Tak lupa, Lami pun melepas atasannya kemudian berbaring di sebelah Jeno.

Lagi-lagi gadis itu mengecup bibir Jeno, ia tak bisa lagi menahan nafsu akan kakaknya itu.

Tangan Lami bergerak menyentuh lembut pipi, leher sampai dada bidang Jeno.

"Ah, gila sih. Perfect," gumam Lami.

Gadis itu menatap wajah Jeno yang terlihat begitu tenang saat tertidur, "Makanya Kak Jeno jangan macem-macem sama aku."

"Maaf ya kak, tapi aku udah terlanjur jatuh cinta sama kakak," ucap Lami kemudian menyandarkan kepalanya di dada Jeno. "Tapi tenang aja, Kak Jeno sebentar lagi akan jadi milik aku seutuhnya dan kita bakalan hidup bahagia selamanya."






Tak!






"Ngapain lo senyum-senyum?" tanya Jeno setelah menaruh menaruh segelas susu yang diberikan adiknya di atas meja.

Lami pun tersadar kehaluan busuknya dan langsung merubah ekspresi, "Nggak apa-apa, ayo diminum susunya, Kak."

"Gue nggak suka susu, lo aja yang minum."

"Oh.. terus Kak Jeno sukanya apa? Biar aku buatin."

"Nggak perlu, sana keluar."

"Tapi, Kak-"

"Sorry nih ya, tapi rencana lo ini udah pasaran banget." Jeno tertawa.

"Rencana apa?" Lami pura-pura tidak tau. 

"Nih, minum susunya," ucap Jeno seraya mendorong gelas susunya ke hadapan Lami. "Cuma susu biasa kan?"

"Hng.."

"Lo kira gue nggak tau apa isinya otak busuk lo ini?" Jeno menyentuh dahi Lami menggunakan telunjuknya. "Umur nggak ada yang tau, Lam. Mending lo kurang-kurangin deh sifat iri dengki lo itu."

"Tapi.. aku suka sama Kak Jeno.."

"Sampai kapan lo mau kayak gini hah? Sampai kapanpun lo nggak akan bisa ngerubah kenyataan kalo kita ini kakak adik."

"Bisa!" seru Lami. "Kalo gitu aku bakal suruh ayah pisah sama bunda!"

"Dan setelah itu apa gue mau sama lo?" tanya Jeno. "Punya otak itu dipake."

"Kak Jeno!!"

"Sana pergi, gue muak banget liat muka lo yang sok lugu itu."

Lami pun tak punya pilihan lain selain keluar dari kamar kakaknya itu.

"Dasar sinting," gerutu Jeno kemudian mengunci pintu.

🍃🍃🍃













Tbc...

Duhh untung Jeno pinter ya guys🥰👍

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang