Siyeon memperhatikan Jeno yang berada di seberang api unggun. Lelaki itu hanya diam saja sembari memperhatikan api yang menyala.
Senyuman tiba-tiba saja terukir di bibir Siyeon, entah kenapa ia suka semuanya yang ada dalam diri Jeno. Walaupun lelaki itu sedikit galak, tapi ia masih bisa lah menghadapinya.
Malam ini ceritanya menjadi malam keakraban, jadi semua orang bernyanyi dan menari dengan gembira.
Siyeon tampak kelimpungan ketika melihat Jeno bangkit dari tempat duduknya. Iapun ikut bangkit dan mencari keberadaan lelaki itu.
Jeno duduk sedikit jauh dari kerumunan, ia melihat pemandangan yang sangat bagus dengan lampu kelap-kelip.
"Ngapain disini?" Siyeon mengambil posisi duduk di sebelah Jeno.
"Bisa nggak sih, lo jangan gangguin gue?" tanya Jeno.
"Nggak bisa," balas Siyeon.
Jeno mendengus dan lebih memilih untuk diam.
"Bagus ya pemandangan dari sini," ucap Siyeon. "Kira-kira rumah gue keliatan nggak dari sini ya?"
Tak ada respon apa-apa dari Jeno, lelaki itu sibuk memperhatikan pemandangan yang ada di depannya.
Siyeon mengalihkan pandangannya pada langit yang bertaburan bintang, "Gila! Seumur hidup baru pernah gue liat bintang sebanyak ini!"
"Jen, coba deh lo liat ke atas," suruh Siyeon.
Jeno menurut saja dan benar kata Siyeon, langit malam ini begitu indah.
"Bintang jatuh!!" seru Siyeon.
Jeno melirik Siyeon yang menutup mata sambil komat-kamit tidak jelas.
"Jen, mau tau nggak, gue minta apa?" tanya Siyeon.
Jeno membuang muka, "Nggak."
"Gue minta supaya lo bahagia terus."
"Nggak nanya."
Siyeon mencebik, "Gue kan udah doain lo. Bilang makasi kek."
"Nggak usah repot-repot doain gue," ketus Jeno.
Siyeon menghela napas kemudian lebih memilih diam sembari memeluk lututnya.
Keduanya sama-sama bungkam sampai suara letusan kembang api terdengar begitu menggelegar.
Duarr!!
Siyeon benar-benar terkejut, hingga gadis itu bersembunyi di balik lengan kekar Jeno.
"Apaan sih?!" kesal Jeno.
"Suruh mereka berhenti," ucap Siyeon sembari menutup telinganya dengan kedua tangan.
"Ck, jangan deket-deket gue!"
"G-gue takut, suruh mereka berhenti," ucap Siyeon dengan suara bergetar.
Jeno memperhatikan Siyeon, sepertinya gadis itu benar-benar ketakutan. Ia menoleh ke belakang dan melihat beberapa temannya sedang menghidupkan kembang api. Ia tak mungkin tiba-tiba menghentikan mereka karena pesta kembang api adalah salah satu acara puncak pada malam ini.
Akhirnya, Jeno membawa Siyeon ke dalam pelukannya, menggunakan lengannya untuk meminimalisir suara kembang api yang masuk ke telinga gadis itu.
Beberapa saat keduanya di posisi seperti itu, sebelum akhirnya Jeno melepas pelukannya. "Mereka udah selesai."
Siyeon sepertinya masih ketakutan, buktinya gadis itu memegang kuat-kuat jaket yang dikenakan Jeno.
"Kembang apinya udah selesai," ucap Jeno sekali lagi.
"Mama.." lirih Siyeon.
Jeno menghela napas, sekarang ia bingung harus berbuat apa.
Akhirnya Jeno pun hanya diam di posisinya, membiarkan Siyeon bersandar di dadanya sembari meremas-remas jaketnya.
"Jeno, kembang apinya udah selesai ya?" tanya Siyeon.
"Udah dari tadi, Jubaedah!" kesal Jeno.
"Maaf, gue soalnya takut banget sama kembang api."
"Yaudah, sana jauh-jauh."
"Nggak mau!" ucap Siyeon sembari mengeratkan genggamannya pada jaket Jeno.
"Emang lo ya, mengambil kesempatan dalam kesempitan!"
"Biarin," ucap Siyeon santai. "Lagipula disini dingin, gue kan butuh kehangatan."
"Ihhh!!" Saking kesalnya, Jeno sampai ingin sekali menjambak rambut gadis itu.
"Jeno, peluk lagi dong. Dingin," pinta Siyeon.
"OGAH!!"
"Ish, awas aja nyesel nggak mau meluk cewek cantik."
"Bodo amat," serah Jeno.
"Siyeon?" panggil seseorang.
Sontak Jeno dan Siyeon pun menoleh ke sumber suara.
"Siapa ya?" tanya Siyeon.
"Kenalin, gue Lai Guanlin."
"Hng.. iya. Park Siyeon," pelan Siyeon.
"Gue udah tau," ucap Guanlin. "Nggak balik ke tenda?"
"Bentar lagi deh, bareng sama Jeno."
"Udah malem, balik gih. Nanti masuk angin lagi," suruh Guanlin.
"Nanti aja."
"Yaudah deh, nih pake jaket gue biar nggak dingin."
Siyeon melirik Jeno sekilas kemudian mengambil jaket pemberian Guanlin, "Makasi ya."
"Sama-sama," ucap Guanlin dengan ramah. "Jangan lama-lama ya di luarnya."
Siyeon mengangguk kemudian memperhatikan Guanlin yang berlalu dari hadapannya. "Hahaa!! Liat nih gue dikasi minjem jaket sama cowok!!"
Jeno rolling eyes, "Terus? Gue harus bilang WOW gitu?"
"Bilang aja lo cemburu. Iya kan, iya kan??" goda Siyeon.
"Kurang kerjaan banget."
"Tuhkan! Orang cemburu mana ada yang mau ngaku," goda Siyeon sembari memakai jaket pemberian Guanlin.
"Dih, pede banget lo jadi orang." sinis Jeno.
"Iyalah! Jadi orang itu harus pede, kalo nggak gituㅡ"
"BACOT!" kesal Jeno kemudian pergi begitu saja.
"Ih? Jeno, tunggu!!"
🍃🍃🍃
Tbc...
Yuhhu, terima kasih sudah membaca💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Fanfiction"Hahaa!! Liat nih gue dikasi minjem jaket sama cowok!!" "Terus? Gue harus bilang WOW gitu?" "Bilang aja lo cemburu. Iya kan, iya kan??" "Nggak." "Tuhkan! Orang cemburu mana ada yang mau ngaku." "Dih, pede banget lo jadi orang." Mampukah seorang Par...