"Koran!!"
Siyeon yang sedang menonton televisi langsung melompat dari sofa dan berlari keluar rumah, ia bahkan lupa mengenakan sandal karena saking tidak sabarnya bertemu dengan Jeno.
"Hai, Jeno!!" seru Siyeon.
Jeno mengernyitkan alisnya, "Habis kena tornado dimana?"
"Hah? Tornado??"
"Itu, rambut lo acak-acakan. Mana keluar nggak pake sandal lagi."
Siyeon spontan meraba rambutnya yang berterbangan tertiup angin. "Aduh!! Kok kusut gini sih?!!"
Jeno yang merasa gemas pun turun dari sepedanya kemudian merapikan rambut Siyeon yang berantakan. "Jadi cewek sembrono banget."
Siyeon menunduk malu, apalagi wajah Jeno tepat berada di hadapannya. Rambutnya mungkin saja menjadi rapi, tapi sekarang malah hatinya yang berantakan.
"Nah, kalo gini kan cantik."
Mata Siyeon terbelalak, "L-lo.. bilang gue cantik??"
"Hah? Kapan?" tanya Jeno.
"Barusan."
"Ah, lo salah denger kali. Liat tuh, kuping lo banyak kotorannya. Jorok banget!"
Siyeon meraba telinganya, "Ah, masak sih? Perasaan baru kemarin gue bersihin."
"Nih korannya," ucap Jeno.
Siyeon mengambil koran pemberian Jeno kemudian memberikan lelaki itu beberapa uang kertas.
"Makasi, Yeon."
"Iya sama-sama," balas Siyeon. "Gimana? Korannya masih banyak?"
"Udah habis."
"Loh? Tumben."
"Iya, tadi gue keliling dulu baru kesini."
"Kenapa rumah gue paling terakhir?" tanya Siyeon.
"Biar bisa ngobrol banyak sama lo."
"H-hah? Jen, lo kesambet apaan?"
Jeno hanya tersenyum tanpa menanggapi Siyeon.
"E-eh, maaf. Ayo masuk!!" ajak Siyeon.
Jeno menuntun sepedanya memasuki rumah Siyeon dan memarkirkannya digarasi.
"Rumah lo sepi lagi?" tanya Jeno.
"Nggak kok, Bi Dewi di rumah."
Jeno hanya mengangguk kemudian mengikuti langkah Siyeon untuk masuk ke dalam.
"Duduk dulu, Jen."
"Lo mau kemana?" tanya Jeno.
"Buat minum bentar."
"Eh, nggak usah. Gue bawa ini," ucap Jeno sembari mengeluarkan 2 buah banana milk dari dalam tasnya.
"Ih!! Jeno!! Kok lo tau sih kalo suka banana milk?!!"
"Hng.. random aja. Semua orang juga suka banana milk."
"Gue boleh ambil keduanya nggak?!!"
"Boleh. Ambil aja," ucap Jeno, padahal sebenarnya ia membeli banana milk itu untuknya satu.
"Yey!! Makasi, Jeno!"
Jeno hanya tersenyum tipis sembari memperhatikan Siyeon dengan senangnya meminum banana milk itu.
"Eh, bentar!" Siyeon tiba-tiba bangkit dan berlari menuju dapur.
Tak lama kemudian, gadis itupun datang membawa sebotol air mineral. "Nih, minum juga, Jen. Lo pasti haus habis keliling-keliling, apalagi panas gini."
Jeno mengambil air pemberian Siuein dan meneguknya sampai habis, memang benar kerongkongannya terasa kering sekali. "Makasi, Yeon."
"Iya, hehe."
"Gimana rapor lo? Naik kelas kan?"
"Ya iyalah,.Jeno!! Mau ditaruh dimana muka gue kalo sampe nggak naik kelas??"
"Ya.. tetep disana," balas Jeno dengan santai.
Siyeon mendengus, "Lo sendiri gimana? Udah yakin naik kelas?"
"Lo yang bobrok aja bisa naik kelas apalagi gue."
"Kita bakal sekelas lagi kan??"
"Iya."
"Huh, bagus deh."
Fokus Jeno dan Siyeon tiba-tiba tertuju pada seseorang yang baru saja datang.
"Kakak? Tumben pulang jam segini?" tanya Siyeon.
"Kita kedatangan tamu siang ini," balas Jihoon.
"Siapa?"
"Kenalin, ini namanya Guanlin. Dia satu sekolah sama kamu dan dia calon tunangan kamu," balas Jihoon sembari merangkul lelaki yang ada di sebelahnya.
"Apa??"
"Yeon, gue pulang dulu," ucap Jeno lalu melenggang pergi.
"Lo bukannya anak miskin yang sering dibully Haknyeon itu? Ngapain disini?" Guanlin menghadang langkah Jeno yang hendak keluar.
"Dia temen gue!!" seru Siyeon.
"Hah? Nggak salah lo? Orang miskin ini.. temen lo?" tanya Guanlin. "Hati-hati loh, Yeon. Siapa tau dia cuma mau manfaatin lo."
Jeno hanya diam, menatap Guanlin tanpa ekspresi.
Siyeon berjalan menghampiri Guanlin, "Berani-beraninya lo ngatain temen gue!!"
"Udahlah, berhenti aja temenan sama dia. Gue denger-denger dia itu anak haram."
Kedua tangan Siyeon terkepal kuat, "LO-"
"Udah, jangan berantem." Jihoon mengalihkan pandangannya pada Jeno. "Mending sekarang lo pergi dari sini."
"Dari tadi saya memang mau pergi dari sini, tapi orang sok suci ini menghalangi jalan saya," tajam Jeno.
"Udah miskin, belagu lagi!!" kesal Guanlin.
"Tolong jangan menghalangi pintu," ucap Jeno.
Guanlin mendecih kemudian menggeser tubuhnya ke kanan, "Silahkan lewat, dasar miskin."
Jeno tersenyum sinis kemudian melangkahkan kakinya untuk pergi.
"JENO!! TUNGGU!!" Siyeon mengejar Jeno yang sudah berada di luar gerbang dan siap untuk mengayuh sepedanya.
"Jeno, jangan pergi!!"
Jeno mendecak ketika Siyeon berdiri tepat di depan sepedanya.
"Jangan pergi dulu, Jeno," ucap Siyeon.
"Minggir!" ketus Jeno.
"Nggak mau!"
"Mau lo sebenarnya apa sih?"
"Gue nggak mau lo pergi."
"Terus buat apa gue disini, bangsat? Biar calon tunangan lo itu bisa menghina gue sepuasnya?!"
"Dia bukan calon tunangan gue, Jen. Gue aja nggak tau dia siapa, darimana, anak siapa. Beneran, nggak bohong."
"Terus?"
"Jangan marah ya?"
"Siyeon, ayo masuk ke dalem," suruh Jihoon.
Siyeon mendecak, "DIEM DULU NAPA KAK!! GANGGU BANGET!!"
Jihoon menghela napas kemudoan menarik tangan adiknya untuk masuk ke dalam.
"Lepasin, Kak!! Jeno, jangan pergi dulu!! Gue bisa jelasin semuanya!!"
Jihoon segera menutup pintu pagar dan meninggalkan Jeno sendirian.
"Semua orang kaya sama aja," ucap Jeno kemudian mengayuh sepedanya pulang.
🍃🍃🍃
Tbc...
Baru juga mau seneng-seneng hmm..
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Fanfiction"Hahaa!! Liat nih gue dikasi minjem jaket sama cowok!!" "Terus? Gue harus bilang WOW gitu?" "Bilang aja lo cemburu. Iya kan, iya kan??" "Nggak." "Tuhkan! Orang cemburu mana ada yang mau ngaku." "Dih, pede banget lo jadi orang." Mampukah seorang Par...