Jeno baru saja masuk ke dalam rumah ketika ayahnya baru datang dari mengantar koran. Donghae memang menggantikan posisinya sebagai pengantar koran karena saat ini ia berkerja full time di salah satu restoran sebagai waiter.
Jeno segera menghampiri Donghae dan menyalami tangan pria paruh baya itu.
"Liat ayah dateng sama siapa."
Jeno mengangkat dagu dan melihat Siyeon yang tersenyum manis sambil dadah-dadah berada tepat di belakang Donghae. "Siyeon?"
"Hai," sapa Siyeon sumringah.
"Kalian? Kenapa?" Jeno terlihat kebingungan.
"Gue jelas hafal dong sama sepeda lo dan bapak ini tadi juga nganter koran ke rumah gue. Dan setelah gue tanya, ternyata ayah lo dong!!" ucap Siyeon dengan heboh.
"Oh ya, terus Ayah ajak kesini. Katanya dia mau ketemu sama kamu."
"Kita ngobrol di sungai Han aja gimana?" ajak Jeno. "Disini sumpek, takutnya lo nggak nyaman."
"Dimana aja boleh kok, Jen."
"Yah, Jeno pergi sebentar ya." Jeno berpamitan pada Ayah.
"Siyeon juga pamit ya, Yah."
"Dia ayah gue, bukan ayah lo," sungut Jeno.
Siyeon mesem-mesem, "Ya, lagi sebentar juga bakal jadi ayah gue. Iya nggak, Yah?"
"Iya dongg," balas Ayah.
Jeno hanya geleng-geleng kepala kemudian berjalan begitu saja melewati Siyeon.
"E-eh, Jeno! Tunggu!!"
Kedua remaja itu berjalan dalam diam menuju sungai Han. Lama tidak bertemu membuat mereka sedikit canggung.
Jeno duduk di salah satu bangku yang ada disana dan Siyeon hanya mengikutinya.
Perlahan Siyeon melirik Jeno yang sibuk memperhatikan pemandangan yang ada di depannya. Ia rindu sekali dengan kekasihnya itu.
"Hng.. Jeno?" panggil Siyeon.
"Hm?"
"Lo marah ya sama gue?"
Jeno menghela napas, "Gimana bisa gue marah sama lo?"
"Terus, kok lo nggak pernah nemuin gue?"
"Gue nggak mau nyari masalah lagi sama kakak lo."
"Ih!! Orang kayak gitu nggak usah didengerin, Jeno!!" kesal Siyeon.
"Bang Jihoon lebih berhak atas lo daripada gue," ucap Jeno tanpa mengalihkan fokusnya pada sungai Han.
Siyeon terdiam, perlahan kepalanya tertunduk.
Sialnya, Jeno juga ikut diam sehingga atmosfer diantara keduanya menjadi buruk.
"Jeno, gue boleh peluk?" pelan Siyeon setelah hening cukup lama.
"Nggak," balas Jeno singkat, padat dan jelas.
"Kenapa?"
"Gue bau asem, habis kerja."
"Nggak apa-apa," ucap Siyeon.
"Jangan, besok-besok aja."
Siyeon menghela napas. Ia membuang muka, berusaha keras untuk menahan tangisnya.
Lagi-lagi mereka diam cukup lama sampai akhirnya Jeno bangkit dari tempat duduknya. "Ayo pulang, udah sore."
Siyeon bergeming, kepalanya tertunduk dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Fanfiction"Hahaa!! Liat nih gue dikasi minjem jaket sama cowok!!" "Terus? Gue harus bilang WOW gitu?" "Bilang aja lo cemburu. Iya kan, iya kan??" "Nggak." "Tuhkan! Orang cemburu mana ada yang mau ngaku." "Dih, pede banget lo jadi orang." Mampukah seorang Par...