22

241 40 15
                                    

Dengan langkah tergesa, Rere berlari masuk kedalam rumah bercat abu abu dengan langkah yang begitu cepat. Masih dengan nafas yang terengah engah ia berhenti tepat di bibir pintu kamar winwin, disana ia melihat Winwin yang membelakangi bundanya yang sedang terus bertanya tanya. Namun winwin tetap mengabaikannya.
“Bunda?” Keduanya menoleh kearahnya disaat suara serak itu terdengar oleh Indra pendengaran keduanya.

Winwin yang melihat itu langsung mendelik lucu, dan membuang muka. Lalu naik ke ranjang dan menyelimuti dirinya.

Melihat itu, bunda Winwin hanya menggelengkan kepala pelan. Lalu berjalan ke arah gadis yang masih setia berdiri di bibir pintu.

“Bunda, winwin kenapa?” tanyanya sembari melirik sekilas winwin yang asik menyelimuti dirinya sendiri.

“Bunda juga tadi udah bujuk dia, bahkan tadi dia sempet mau bunuh diri aja katanya. Tapi dia sempet bilang kalau dia marah sama kamu.” Jelas bunda dengan lembut sembari mengusap Surai hitam rambut gadis itu.

“Loh? Perasaan Rere ga berantem sama Winwin, bunda.” Jelasnya dengan ekspresi yang sedikit terkejut.
Bunda tersenyum tipis,”Bunda juga gatau, coba kamu tanya pelan pelan. Siapa tau kalau kamu yang tanya dia mau jawab.” Jelasnya yang membuat Rere menatap Winwin yang masih terbalut selimut sembari menangis sesegukan.

“Bunda titip Winwin sama kamu ya, bunda ada panggilan dari rumah sakit tadi.” Jelasnya yang membuat Rere mengangguk kecil.

“Bunda hati hati dijalan ya,” bunda sedikit terkekeh kecil sembari mengusap pipi gadis itu lembut lalu meninggalkan keduanya.

Rere berjalan masuk kedalam kamar Winwin, ia terduduk disebelah winwin yang terbaring membelakanginya.

“Win,” Panggilnya sembari menyentuh bahunya lembut.

“Pegi,” usirnya sembari menggerakkan bahu mencoba mengusir tangan Rere yang kini menyentuh bahunya.

“Loh kok ngusir? Baru dateng iniloh.” Jelasnya yang membuat Winwin membuka selimutnya sampai leher.

“Iwin benti tama aneu,” Dengusnya sembari menatap Rere dengan mata bengkaknya dan masih penuh dengan air mata.

“Eh, gue salah apa heh? Lo kenapa sih?” tanya Rere yang tak dapat jawaban dari lelaki itu. Lelaki itu masih bungkam enggan untuk bercerita.

“Win,”

Masih tidak ada jawaban, semuanya masih sama. Hanya suara isak tangis Winwin yang terdengar.

“Win, Lo punya telinga kan? Lo pake hearing aids kan? Lo denger gue kan?” tanyanya bertubi tubi namun winwin masih hening.

“Katanya kalo ada orang ngomong itu harus dijawab, terus gabaik kan kalo di belakangin gini.” Jelas Rere yang membuat Winwin membuka selimutnya lalu mengubah posisi tidurnya menjadi setengah duduk dan menghadap ke arahnya.

“AAAAAA ABISNYAH ANEU DAHAT BANEUT CAMA IWIN.” Pekiknya yang membuat Rere sedikit terlonjak kaget dan mengerjapkan kedua matanya cepat.

“Gue jahat kenapa?” Tanyanya bingung, sedangkan Winwin mengusap ingusnya yang bercucuran.

“Aneu dahat sama Iwin, hati Iwin tatit taw pas liyat aneu dipeyuk unjin.” Rengek Winwin yang membuat Rere mengekerutkan keningnya.

“Mana ada Hyunjin peluk gue, ngaco Lo.” Elaknya yang membuat Winwin menatapnya kesal.

“Iwin butan botah inusan yan bita Yeye boonin Taw, Iwin Liyat temuanya taw.” Belannya sembari menyeka ingusnya, yang membuat Rere diam memaku dan bertanya dalam hati, mengapa ia bisa tahu?







Hello Puberty | Winwin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang