5

493 89 0
                                    

Dirinya mematung, berdiri didepan sebuah ruangan, mengintip lelaki yang terbaring lemah hanya dari balik jendela. Ia menyeka air matanya, entah air mata apa. Gadis itu belum mengenali lelaki itu secara jauh, namun melihatnya yang terbaring dengan wajahnya yang pucat pasi itu terasa amat menyayat hati. Berbagai pikiran negatif terus melintas dibenaknya, bibirnya Kelu tak dapat berbicara apa apa. Lututnya bergetar tak karuan.

"Makasih—" Rere menoleh kearah sumber suara, mendapatkan Yiyang tersenyum miris padanya. Senyuman yang menyimpan luka didalamnya.

Rere menatapnya dengan penuh tanya, ia naikan sebelah alis dengan seribu tanya, "Buat apa?" Tanyanya bingung.

Gadis itu memejamkan kedua matanya, air mata yang sedari tadi tertampung kini jatuh lolos dari pelupuk mata indahnya. Tanpa sepengetahuan Rere, gadis dihadapannya tiba tiba membawanya jatuh pada sebuah pelukan. Dapat di dengar gadis itu menangis, sesegukan ditengah tengah pelukannya.

"Makasih udah tolongin orang kesayangan gue." Ucapnya sembari tersisak.

"H—iya." Entahlah, rasanya ini semua begitu kaku, pelukan hangat yang bukannya berbagi sebuah kehangatan namun malah mengalirkan sebuah luka.

"Lo kakaknya winwin?" Tanya Rere sembari menatap gadis itu, gadis yang bernama Yiyang itu melepaskan pelukannya, lalu beralih pada Winwin yang masih belum sadarkan diri. Rasanya wajah pucat itu terus menerus mencambuk batinnya.

"Gue—temennya dia."

"Maaf ya kalo kelakuan winwin nakal, Awalnya winwin juga kayak laki laki lainnya, tapi dia sempet kecelakaan beberapa taun lalu yang bikin mental winwin berubah jadi kaya gini." Jawab Yiyang yang membuat Rere tak menyangka.

Rere masih tak mengerti, sebentar jadi Winwin itu— anak istimewa?

"Dua tahun lalu Winwin kecelakaan, gue temennya Winwin waktu itu." Jelas Yiyang yang membuat Rere semakin tak mengerti dengan topik pembicaraan ini.

"Ada peluru di dalem kepala Winwin yang masih belum bisa dikeluarin, kecelakaan itu bikin Winwin trauma. Benturan keras bekas kecelakaan itu bikin Winwin tumbuh jadi remaja tapi kelakuannya kayak anak kecil. Pendengaran dia agak sedikit keganggu dia juga gabisa ngomong dengan jelas. Bahkan masa masa pubertas Winwin pun terganggu, dan malah jadi kayak gini." Ucap  Yiyang sembari menyeka air matanya kasar.

"Jadi—" Rere masih tak percaya.

"Winwin selalu bilang kalau dia pengen punya temen, tapi setiap dia mau bergerak buat cari temen orang orang malah jauhin dia. Cuma karena keadaan dia yang kayak anak kecil dan sering di anggap ga normal sama orang." Ucap Yiyang yang membuat hati Rere jatuh mencelos, berdosakah ia karena telah memarahinya tadi?

"Malam ini gue bakal pergi keluar kota, buat jenguk ibu gue dirumah.  gue mohon jaga Winwin. Temenin dia selama gue gada. Gue percaya kalo Lo orang baik." Ucapnya sebelum ia pergi melangkah menjauh dan hilang dari pandangannya.








.....






























"Lu tuh ya bikin gue panik mulu bisanya, telpon ga diangkat, Chat gadibales." Cerocos Ten sembari duduk di kursi lalu mencubit hidung Rere gemas.

Rere mengerucutkan bibirnya kala lelaki dihadapannya mencubit hidungnya hingga memerah, "Aww sakit ihhh lepasin gak?" Ucapnya sembari memegang tangan Ten.

"Abisnya hobi banget bikin orang panik," Ten melepaskan Cubitannya dengan gemas.

Rere mengusap hidungnya yang memerah, "Ya maap." Ucap Rere sembari membenarkan rambutnya yang sedikit teracak karena belaian angin.

Hello Puberty | Winwin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang