29

161 36 3
                                    

Rere menghentikan langkahnya kala matanya menangkap seseorang yang begitu ia kenali berada di penghujung koridor. Entah ia harus senang atau sedih, ia senang karena bisa bertemu dengan winwin tapi disisi lain mengapa harus ada yuju? Dan sekarang mengapa yuju memeluk winwin? Dan mengapa winwin tak memberontak sekali pun?

Ya, jelas dia cemburu.

"Udah win jangan nangis terus,"

Dengan langkah cepat ia menghampiri keduanya, Lalu ia menarik nafas sejenak sebelum benar benar berbicara.

Mengapa semuanya terlihat menyesakan?

"Harus banget ya, Lo sakitin Ten sampe koma win?" Keduanya menoleh kala suara serak itu masuk menusuk pada Indra pendengaran keduanya.

Winwin yang melihat itu, hendak pergi namun dengan langkah cepat Rere tahan.

"Ndak utsah pedwang pedwang," Protesnya sembari menghempaskan genggaman tangan itu.

"Lo boleh marah saam gue, tapi Kenapa Lo malah sakitin Ten hah? Kenapa nggak gue aja yang Lo sakitin?" Air mata winwin jatuh disaat ia menyekanya dengan kasar.

"Peduyi baneut Yeye sama ban Ten? Tenapa Yeye malah mayah sama Iwin?" Tanya Winwin yang membuat Rere menatapnya dengan perasaan yang sulit untuk diartikan.

"Ya jelas gue marah, yang Lo lakuin ke Ten itu salah. Lo liat sekarang Ten koma gara gara Lo." Bentak Rere yang lagi lagi membuat mata winwin terbalut genangan air mata.

"Ban Ten tuma koma, pelasaan Iwin lebih tatit pas Aban Ten lebut Yeye dali Iwin. Apa aban Ten Ndak Yeye sayahin juda talena udyah bitin Iwin tatit hati? Iwin tape talau hayus nalah telus." Winwin pergi meninggalkan yuju dan Rere di koridor, Rere hanya menatap kepergian winwin yang semakin menjauh sedangkan yuju menatap penuh amarah pada gadis di hadapannya.

PLAKK

Rere menatap kearah yuju saat pipinya tiba tiba ditampar tanpa sebab, yuju yang melihat itu hanya tersenyum malas.

"Dasar jalang,"

Yuju berjalan pergi menyusul winwin, Rere menghela nafasnya pelan. Lalu ia berlajan dan masuk kedalam lift.

Mengapa ia diperlakukan layaknya seperti sampah disini?Semuanya seakan akan menyalahkan dirinya, mengartikan dirinya yang bersalah sepenuhnya disini.

Rere bejalan keluar dari lift, ia menatap langit malam yang terlihat begitu sendu yang sesuai dengan suasana hatinya malam ini.

Tak ada sesiapa disini, hanya ada dirinya seorang yang banyak dirundungi oleh beribu ribu hujatan.

"Kenapa kayaknya tuhan benci banget sama gue?" Rere menyeka air matanya kasar, "Gue salah apa sampe hidup gue kayak gini?" Rere berjalan kearah tepi rooftop melihat pemandangan di lantai bawah yang terlihat begitu ramai.

Sakit, Itu yang ia rasakan saat mengingat Taeyong yang lari dari masalah dan menyalahkan dirinya atas semua yang telah terjadi, pedih menjalar disekitar hatinya saat mengingat winwin yang dahulu begitu menyayangi dirinya sekarang malah pergi melangkah menjauh dan membenci dirinya. Begitu pula Ten yang kini koma membuat dadanya semakin sesak. Ini semua terasa begitu tidak adil.

Clak...clak...

Rere menatap langit yang mulai gerimis, seakan akan langit pun ikut bersedih saat melihat semua ini. Detik demi detik hujan semakin deras namun ia tak perduli jika bajunya basah kuyup ataupun nantinya akan sakit.

Pikirannya tiba tiba tertuju pada seseorang yang sudah bertahun tahun begitu ia rindukan, bertahun tahun sudah meninggalkannya dengan luka yang masih membekas. Meninggalkannya dengan sekilas kenangan namun begitu membekas disaat semuanya sudah benar benar hilang.

"Yah, Rere kangen."

Tangisannya tak terbendung lagi saat tiga kata itu berhasil terlontar dari mulutnya. Apa ayahnya disana juga akan membenci dirinya jika ia tahu semua ini?

"Yah, ayah ga benci sama Rere kan?"

Hening, tak ada jawaban. Hanya keterbisuan yang ada dan Hanya suara rintikan hujan yang menemaninya menangis. Angin malam seakan akan membelai rambutnya, membawanya kedalam pelukan yang terasa begitu menyakitkan.

Rere menatap kebawah, banyak kendaraan yang berlalu lalang disana, kakinya bergetar hebat ia bingung harus melangkah pada hidup yang semakin mencekiknya atau melangkah pada kematian.

"Kalau Rere susul ayah, ayah gabakal usir Rere kan?"

Lagi lagi keterbisuan yang ia dapat. Satu langkah lagi ia akan menuju kematian mungkin (?)

"Maafin Rere ya ma, Rere bakal pergi biar mama ga malu."

Sretttt

Langkahnya tiba tiba terseret mundur, dan seseorang tiba tiba memeluknya. Rere mengusap wajahnya kasar yang penuh dengan air hujan.

Ia mendongakan pandangannya mencoba melihat siapa seseorang yang membawa dirinya jatuh kedalam pelukannya.

"Mbak gapapa kan?"

"Kak—Doy?"

Hello Puberty | Winwin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang