BAB 34 : Alam Neraka (1)

801 137 13
                                    

Menjadi dewa kematian tunggal itu terlalu merepotkan! Bahkan mengganggu kesenangannya.

Ketika dia keluar dari aray, sepasang roh pria dan wanita berlutut di tanah segera menyambutnya. Tatapan kedua roh itu penuh kesakitan, dengan sepasang rantai diikatkan pada kedua tangan dan kaki mereka.

Dari belakang, sepasang algojo bersiap kapan pun juga memotong kepala mereka.

"Yang Mulia... tolong. Tolong kami..."

Lingkaran aray Grandmaster lenyap, melihat itu semua dan mendengar panggilan minta tolong, energi dingin terpancar di tubuhnya.

Di belakang kedua orang yang tersiksa itu berdiri seorang Jenderal tampan, pakaiannya dilapisi kain satin hitam dengan pedang mata dua di tangannya, tampak menampilkan kesan berlebihan.

Bibir Jenderal meringkuk dengan seringaian keji, "Selamat datang Tuan muda, kami telah menunggu anda semenjak lampion pertama diterbangkan. Saya harap anda mau menerima hadiahnya dan sebagai gantinya berkunjunglah ke alam kami."

Basa-basi yang merepotkan!

Grandmaster tidak pernah bersengaja melirik orang yang berbicara dan tatapannya sesekali melayang ke sepasang roh dan lampion-lampion yang masih bertebangan.

Saat tatapannya turun, hal pertama yang terbesit di benaknya adalah, semenjak Jenderal Xue dan Putri Wang muncul, tidak pernah berhenti mengusik pekerjaannya. Sekarang dengan berani menyeret sepasang roh dari alam roh untuk memancingnya keluar!

Dia tidak perlu repot dengan mereka, sabit yang telah lama disimpannya melayang pada kedua algojo, segera melepaskan masing-masing kepala mereka.

Tanah-tanah yang dilapisi dedaunan kering terkena ciprakan darah, tampak seperti bunga malam yang rontok disapu angin.

Kedua algojo mati mengenaskan dalam sekali serang!

Apa yang terjadi ini membuat sepasang roh pingsan, terkapar dengan suara gemericing rantai jatuh ke tanah dan mata yang terbuka lebar karena ketakutan.

Semuanya terjadi dalam sekejap mata, sang Jenderal merasakan gunung merapi meletus di puncak kepala dan kulit kepalanya mati rasa, tetapi ekspresinya dengan cepat kembali normal, "Apa yang sudah anda lakukan? Kami memberi anda hadian dan hanya meminta anda berkunjung ke alam kami, tetapi anda membalas kebajikan kami dengan keburukan?!"

Sekalipun kata-katanya kejam dan menantang, Grandmaster mengayunkan sabit dan segera sepasang roh lepas dari rantai yang mengikat mereka, aray terbentuk di bawah mereka dan mengirim mereka pergi.

"Kau!"

Beberapa orang yang terlihat seperti pengikutnya tiba-tiba menyerang!

Jenderal hanya mengangkat tangannya untuk menghentikan mereka dan serangan berhenti. Di bibirnya menyimpan seringaian lain, "Sepasang roh itu tidak berharga. Bagaimana dengan ini? Apa anda akan menukarnya dengan berkunjung ke alam neraka?"

Dia bertepuk tangan.

Segera bayangan gelap, cepat dan lincah melompat ke sisi Jenderal!

Bayangan itu membawa seorang gadis muda, dia terlihat anggun, lemah lembut dan penuh dengan pesona kebaikan.

Ketika Grandmaster melihatnya, bibirnya yang tertaut rapat akhirnya bercelah, "Setiap perbuatan punya akibatnya. Kau baru saja berbuat, maka kau akan menerima akibatnya."

"Oh benarkah?"

Jenderal mengarahkan mata pedang ke leher gadis, kilauan yang dipancarkan bilah pedangnya membuat si gadis memejamkan mata dan dia menyeringai, "Semenjak kami resmi mengundurkan diri dari jajaran takdir. Tidak satu pun yang menjadi rintangan, sekalipun itu alam surga. Grandmaster Dewa Kematian, kami hanya meminta mu berkunjung dan anda melakukan sebaliknya, apakah itu pantas dimiliki penduduk surga?"

[End] Ancestral God of DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang