BAB 54 : Rumah Tangga Bai (1)

454 48 5
                                    

Di kaki beruang salju yang baru berapa saat dibentuk oleh Kaisar Dewa Sastra itu tiba-tiba dilahap oleh hitam. Menyala seperti obor yang membakar! Mencairkan salju yang membeku erat, dan ini benar-benar mengejutkan Grandmaster.

Dia baru saja bersenang-senang dengan mainkan kedua kakinya di atas beruang salju, kemudian tiba-tiba dia dikerumuni oleh api hitam, seketika membuatnya heboh! Berteriak! Bahkan setelah Kaisar Dewa Sastra memindahkannya tetap heboh.

Suara Kaisar Dewa Sastra terdengar tidak berdaya, "Grandmaster.... Anda yang menyalakan api."

Eh?!

Ha ha ha ha.

Lutut Grandmaster kram karena terlalu banyak bergerak dan berteriak. Setelah mendengarkan api itu buatannya, dia langsung tertawa dan memainkan rambutnya dengan manis, "Ah! Itu perbuatanku kah? Kenapa aku merasa tidak pernah melakukannya?"

Melihatnya seolah tidak pernah bersalah, sudut alis Kaisar Dewa Sastra berkedut. Dia menurunkan Grandmaster dan memadamkan api, setelah cukup banyak menimbunnya dengan salju, api itu tetap menyala.

Grandmaster tertawa selagi memainkan rambutnya yang lain, "Apiku lebih kuat dari sebelumnya. Separuh kekuatanku yang terbendung dihancurkan oleh pedang tua dan membuat apinya semakin abadi."

Jadi hanya pemiliknya yang bisa memadamkan. Sebelumnya juga menggunakan api abadi, tetapi tidak semua api yang dikeluarkannya bersifat abadi dan setelah kekuatannya dilepaskan, api yang selalu dikeluarkan bersifat abadi.

Jadi Grandmaster mendorong Kaisar Dewa Sastra ke dalam api itu dan menindihnya di atas salju.

Api itu menyala-nyala di sekitar mereka. Ketercengan seketika memenuhi mata Kaisar Dewa Sastra, "Dingin."

"Tentu saja. Kelebihan kekuatan penuhku adalah aku bisa mendinginkan atau memanaskannya semauku." Di kelilingi oleh api hitam yang berkobar, sosok Grandmaster dipenuhi dengan hawa hangat, pipinya merah dan mata merahnya berkilauan.

Di sudut mana pun melihatnya tidak akan melihat satu pun kekurangan.

Tetapi setelah berapa saat, setumpuk salju tiba-tiba jatuh dari atas mereka dan menguburkan mereka berdua.

Grandmaster, "............"

Kaisar Dewa Sastra meratakan bibirnya.

Jika Grandmaster bisa bermain dengan kekuatannya, Kaisar Dewa Sastra pun akan melakukan hal serupa.

Namun salju itu secepatnya dicairkan oleh api hitam dan Grandmaster terbahak-bahak, "Aku menang. Kau beriku hadiah ya?"

Kaisar Dewa Sastra mengangguk, "Hm. Apa yang kau inginkan?"

"Sepucuk surat cinta yang kau tulis dengan tanganmu sendiri."

Kaisar Dewa Sastra, "......"

Kaisar Dewa Sastra memang terkenal dengan memori yang luasbiasa, menyimpan apa pun di kepalanya. Untuk membuat puisi cinta seperti yang diingikan oleh Grandmaster, sepertnya dia belum pernah melakukannya.

Terakhir kali dia ditertawakan oleh Grandmaster menyangka puisi cinta milik Dewa Jingyi yang jatuh ke tangannya adalah miliknya.

Sekarang meminta untuk membuat puisi....

Dia menyentuh pipi Grandmaster yang bersemu itu melalui ujung jemari, gerakannya teramat pelan dan berhati-hati seolah sosok yang ada di depannya tidak ada bandingannya, "Jangan tertawa bila hasilnya tidak sesuai dengan seleramu."

"Tidak akan. Aku hanya ingin memajangnya di kamar istanaku."

" ... Jangan."

"Kenapa? Apa yang salah? Bukankah aku bisa melihatnya setiap saat. Kaisar Dewa Sastra, aku suka kamu, aku suka apa pun yang kamu berikan, tolong jangan melarangku seperti itu."

[End] Ancestral God of DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang