BAB 49 : Jiwa Asing

554 84 2
                                    

Mata Grandmaster terbuka lebar, mulutnya terbuka tutup dan kemudian suara samar terdengar dari tawanya yang lembut, "Kaisar Dewa Sastra... cemburu itu memang menyakitkan. Tapi ngomong-ngomong, kenapa kau tidak sampir jika memang itu aku?"

Kaisar Dewa Sastra diam. Grandmaster melanjutkan, bahkan suaranya terdengar lembut seolah membujuk seorang anak untuk makan, "Kita memang pernah memetik teratai bersama, tetapi Ratu Dewi Air berjalan sendiri. Dia selalu menjaga kehormatannya untuk Dewa Zixuan. Kapan itu terjadi?"

"..... Tidak lama setelah keluar dari alam roh."

Grandmaster menekan pelipisnya dengan lembut. Di bawah bulu matanya yang panjang, diam-diam memperhatikan ekspresi Kaisar Dewa Sasta. Sebenarnya dia ingin menghabiskan waktu bersama Kaisar Dewa Sastra dan tidak ingin memikirkan yang lain.

Tetapi ini!

Jadi dia berdiri, memegang jari-jari Kaisar Dewa Sastra saat menuju ke sebuah istana pengasingan.

Kaisar Dewa Agung muncul tiba-tiba saat dia hendak membuka gerbang istana itu. Angin berhembus dingin dan menenangkan, Kaisar Dewa Agung tampak memprihatikan, kelopak matanya terkulai dengan tatapan yang berat, "Grandmaster, Kaisar Dewa Sastra, ada apa?"

Di masa lalu atau pun di masa depan, Kaisar Dewa Agung selalu menjadi orang yang hormat dan sopan. Apa pun krisis yang di pijaknya, tidak pernah bisa membuatnya goyah.

Jadi Grandmaster dan Kaisar Dewa Sastra mengungkapkan hormat pertemuan dan membicarakan tujuannya.

Hanya setelah kejadian aula darah yang terkunci dalam mantra penyiksaan abadi, Kaisar Dewa Agung memberinya nasehat jangan sampai ada aula darah kedua.

Grandmaster mendengar itu, tetapi tidak mengatakan akan patuh atau melanggar. Dia masuk dan melihat Dewa-Dewi duduk di atas singgasana yang mengesankan, namun di sekelilingnya ada rantai pengekang kekuatan.

Kepala mereka tersandar di kursi, rona hitam di bawah mata mereka dan pakaian yang lusuh karena pengekangan itu.

Tidak satu pun yang memandang ke pintu masuk, sekedar memastikan siapa yang berkunjung untuk menyiksa mereka lagi.

Namun saat melihat seorang Dewi di antara mereka, pupil Grandmaster menyusut. Di dalam gulungan yang dibacanya memang dituliskan sepuluh Dewa-Dewi yang tersisa, tetapi tidak menuliskan nama mereka.

Saat melihat langsung, Grandmaster merasakan hatinya berdarah, apakah yang dikatakan Kaisar Dewa Sastra itu benar?

Bahwa Ratu Dewi Air benar-benar bermesraan dengan dirinya yang palsu?

"Ratu Dewi Air."

Dewi yang dimaksud merenggangkan kepalanya dari persandaran. Dirinya yang bermartabat, anggun dan menyenangkan di ajak berbicara biasanya sekarang tampak kusut. Selendang panjang yang melingkupi tubuhnya menyebar, dan jatuh di lantai.

Ini terlihat menyedihan!

Hanya sepasang mata ungu itu dijatuhi tatapan redup dan pasrah saat membalas Grandmaster sesopan yang dia bisa.

Bahkan ekspresi Grandmaster tampak berubah melihat ratu Dewi Air ini. Kemarahan dan rasa kasihan bercampur dalam dadanya.

Apa ini?

Masih ingin menganiaya dirinya?!

Sedangkan kekasihnya yang berulangkali tersakiti! Sekarang Dewi yang di anggapnya sebagai saudari!

Bagaimana semua ini begitu mempermainkan takdir?!

Lingkaran aray seukuran istana terbentuk di bawah kakinya. Itu merah-hitam, tidak seperti aray yang biasanya selalu digunakan untuk tranmigrasi.

[End] Ancestral God of DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang