Bab 34

230 9 0
                                    

Takdir pun tahu, mana yang pantas untuk kebahagian kita.

________


Hari ini, tepatnya hari senin. Semua murid SMA Taruna Bangsa sedang menyelenggarakan upacara bendera, yang rutin di lakukan di setiap sekolah.

Mereka baris dengan teratur, ketika pemimpin upacara sudah masuk ke tengah lapangan.

Seusai upacara berlangsung. Semua murid segera masuk ke kelas mereka masing-masing. Karena sebentar lagi, akan di adakannya kegiatan belajar mengajar.

"Bagas, nih!" Rasya menyodorkan minuman dingin pada Bagas. Karena sehabis upacara tadi, dirinya dan Rere memutuskan untuk pergi ke kantin sebentar.

"Makasih ya, sayang." Bagas menjawab di sertai kerlingan di matanya. Tingkah Bagas ini membuat Doni mual seperti ingin muntah, sementara Rere dan Farhan sedang sibuk nge-bucin di pojok.

"Iri ya, mas-nya," ucap Rasya di sertai kekehan.

"Sialan lo, Sya." Doni kesal, karena selalu saja ternistakan oleh teman-temannya itu.

***

Ketua OSIS, ketua kedisiplinan, juga sebagian anggota lain di titah oleh guru BK, untuk mengitari sekolah. Memantau murid-murid yang sengaja mencoba membolos, merokok, atau berbuat hal-hal buruk lain di kawasan sekolah.

Banyak dari murid perempuan, yang sengaja memperhatikan sang ketua OSIS yang sedang berpatroli hari ini, lewat jendela kelas. Entah mengapa, pesona seorang Fathur Geofahri tidak pernah luntur. Selalu tampan juga berwibawa. Ya, itu pendapat mereka.

"Pasti sekarang lagi ada patroli, anak-anak OSIS." Rere berbisik pelan pada Rasya.

"Emang iya?"

"Iya, tadi kan gue denger si Geri lagi ngobrol sama anak OSIS lain."

Rasya mengangguk, pikirannya kini berkecamuk. Fathur Geofahri, sang ketua OSIS. Mulai saat ini dan seterusnya, ia harus menjauh dari Fathur, ya harus hati-hati kalau kata Bagas. Dia sangat berbahaya. Tapi, yang jadi masalahnya, bahaya macam apa yang akan ia tanggung jika berdekatan dengan Fathur? Juga, mengapa Bagas sangat membencinya?"

"Sya, ke toilet yuk!"

"Lo gak ada niat mau bolos, kan?"

"Ya enggak lah, beneran udah kebelet ni." Rasya pun mengangguk, juga meminta izin pergi ke toilet bersama Rere.

Selama di perjalanan Rere memberi celotehan yang tidak masuk akal, yang membuat Rasya tertawa terpingkal-pingkal.

"Ngaco banget anjir lo, Re." Masih dengan tawanya.

"Lagian ngeselin, pake nyuruh gue belanja pas baru bangun tidur. Belum cuci muka malahan, ya gue beliin aja popok bayi satu buat di sumpelin tuh ke mulutnya."

"Sumpah lo ya, Re. Usil lo kebangetan."

"Kalo gak gitu, dia ngelunjak anjir." Setelah mengucapkan itu, Rere segera masuk ke bilik toilet yang memang kosong. Sementara Rasya, menunggunya di wastafel. Sambil menata rambutnya kembali yang memang sudah agak sedikit kusut.

Beberapa menit kemudian, Rere dan Rasya keluar dari toilet. Mereka berjalan di selingi obrolan asik. Saat langkahnya menyusuri koridor, mereka berpapasan dengan Fathur dan ketua kedisiplinan.

Gasya (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang