Selamat membaca ...
________
Satu bulan telah berlalu, kelas dua belas sudah menyelesaikan ujiannya. Hukuman untuk Zeva dan Jihan pun sudah selesai. Mereka berdua sudah bisa masuk ke sekolah kembali, yang tentunya masih banyak cibiran tentang hari itu untuk Zeva dan Jihan.
Zeva sebenarnya geram dan lelah menghadapi mereka yang mencelanya secara terang-terangan. Tapi ia juga tidak bisa apa-apa, hal itu tidak terelakan, lantaran dirinya juga terlibat. Lain halnya dengan Zeva, seorang Jihan selalu dihindari oleh semua murid.
Jika mereka melihat Jihan, seperti ada rasa jijik dan takut secara bersamaan. Jijik karena Jihan masih menampilkan raut tak bersalah setelah apa yang dilakukannya. Takut lantaran Jihan melakukan tindakan kriminal. Jika saja posisinya tidak banyak orang, kemungkinan Jihan bisa saja membunuh Rasya. Itu pendapat mereka tentang Jihan kala melihatnya.
Jihan selalu mendengus ketika memasuki kantin yang tadinya ramai, ketika ada dirinya malah sunyi dan sepi. Seperti ada yang menyuruh untuk diam, padahal tidak. Karena perlakuannya semua jadi memandang remeh, bahkan ia selalu disebut-sebut sebagai pembunuh. Terkadang ketika kesabaran Jihan sudah habis, ia bisa mengamuk dan paling tidak melempar botol bekas kepada sang pemilik mulut nyinyir. Setelah itu meninggalkan kantin dengan banyak bisikan-bisikan penuh celaan.
***
"Bagas, besok, kan ... Amel ulang tahun. Kira-kira kado yang cocok itu apa, ya?" tanya Doni pada Bagas.
"Amel sih orangnya gak neko-neko, dia juga lebih suka sama makanan dibandingkan shopping. Tapi kemarin, pas berkunjung ke rumah nyokap, dia lagi ngomongin jam tangan yang lagi dia incar, tuh."
Doni mengangguk atas jawaban Bagas. Ia tahu jam apa yang sedang diincar oleh Amel. Kebetulan dua hari yang lalu, Amel membuat insta story di aplikasi Instagram pribadinya.
"Mau kasih surprise, buat dia?" tanya Bagas.
"Maunya sih, tapi dia suka gak sih, dikasih kejutan gitu?"
"Suka, suka banget malahan. Apalagi ini sama lo, jarang-jarang si Amel dikasih kejutan sama orang spesial." Bagas tersenyum penuh arti pada Doni. Dan sang empu hanya terkekeh atas ucapan Bagas.
Setelah itu mereka tak berbicara kembali. Lantaran guru kelas mereka datang dan semua murid mulai memperhatikannya.
Mata pelajaran Matematika, yang membuat sebagian murid kelas XI IPS 3, mengeluh dan mengantuk. Mungkin jika bisa diperlihatkan, otak mereka sudah mengeluarkan asap saat ini. Hanya ada beberapa murid yang pintar saja, yang bisa menyelesaikan soal-soal yang diberikan pada guru tersebut.
Dua jam telah berlalu, sampai akhirnya pelajaran Matematika pun selesai. Mereka menghela nafas lega dan tersenyum riang, lantaran sudah berakhir mata pelajaran yang membuat mereka mabuk bukan main.
Tak lama kemudian, guru tersebut keluar dan semua murid mulai bersorak senang. Mereka memilih untuk berkumpul dan bergosip ria, bermain game online, menonton drama korea atau anime naruto bagi laki-laki, dan juga tertidur di meja masing-masing.
Entah kebetulan juga, setelah ini mereka memang sudah tidak belajar kembali. Karena gurunya berhalangan hadir. Pun tak ada tugas yang diberikan, jadi mereka bisa bebas di dalam kelas. Yang terpenting tidak keluar, seperti nongkrong di kantin, atau juga membolos keluar area sekolah.
***
Pelajaran telah usai, kini semua murid SMA Taruna Bangsa keluar kelas masing-masing. Banyak dari mereka yang masih asik diam di kantin, mengisi kegiatan ekskul, dan ada juga yang langsung ke parkiran untuk pulang, atau menunggu angkutan umum juga bus di halte.
Rasya yang melihat sekitarnya hanya tersenyum. Ia merasa kalau sebentar lagi akan lulus, meskipun besok baru saja naik kelas dua belas. Tapi rasa-rasanya ia baru merasakan masa orientasi sekolah kemarin, kini ia sudah berada di kelas sebelas akhir. Sudah selama itu ia bersekolah di SMA Taruna Bangsa, tapi baru sadar hingga saat ini. Banyak kenangan manis dan pahit di dalamnya.
Dari yang namanya benci, kagum, atau jatuh cinta. Masa-masa putih-abu yang sangat indah. Meskipun sekarang sudah resmi menjadi istri dari seorang Bagas Emilio, Rasya masih bisa merasakan yang namanya sekolah. Dan dirinya juga menikah bukan karena suatu kejadian, tapi menikah karena dijodohkan. Dalam artian, dirinya masih aman dan sampai saat ini masih mempertahankan hal itu. Hingga nanti saatnya tiba, baru ia merelakan semuanya untuk suami tercintanya. Hanya perihal menunggu dan sabar.
"Hei, bengong aja. Mikirin apa sih, Sya?" tanya Rere yang baru saja datang bersama Farhan. Rasya memang sedari tadi menunggu Bagas di koridor kelas sepuluh. Bagas katanya kebelet banget ke toilet, makanya ia memutuskan untuk menunggunya disitu. Hampir sepuluh menit Bagas belum datang-datang juga, sampai akhirnya Rere datang mengagetkan Rasya bersama dengan Farhan disampingnya.
"Gue cuma mikir, kalau kita udah lama juga di sekolah ini. Besok kita udah kelas dua belas, gak ada waktu main-main lagi selain fokus belajar untuk ujian." Rere mengangguk mengerti. Kemudian mulai mengambil alih duduk disamping Rasya.
"Namanya juga hidup, Neng. Ya wajar aja kalau secara gak langsung kita gak sadar udah lama di sekolah ini dan semakin dewasa umur kita. Berarti harus banyak-banyak bersyukur masih diberi kesehatan dan umur panjang, Sya." Rasya tersenyum hangat pada sahabatnya itu. Terkadang Rere bisa menjelma jadi gadis yang menyebalkan tapi juga bisa menjadi lebih dewasa darinya.
Tak lama kemudian, Bagas datang dari arah koridor ujung. "Maaf lama, aku mules banget tadi. Maaf ya, sayang." Bagas berujar seraya meminta maaf pada Rasya, karena lama menunggunya dari toilet. Rasya pun mengangguk dan tak masalah akan hal itu.
Setelah itu, mereka mulai beranjak dan pergi dari sana menuju parkiran bersama.
________
Maaf, cuma segini aja untuk part ini.
And see you in the next part ...
Thank you ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Gasya (End)
Teen Fiction16+ Bagi Bagas, Rasya itu lucu, menarik, apa adanya, tidak jaim, galak, dan dia tidak manja. Mungkin itu saja tidak cukup untuk mendeskripsikan seorang Rasya. Bagas sayang terhadapnya, entah sejak kapan perasaan itu muncul. Perasaan yang diam-diam i...