Aku di sini, masih di sini. Tidak mencampakkan juga tidak memperjuangkan.
________
Berjalan dengan langkah gontai menuju minimarket terdekat dari komplek. Mamahnya menitah membeli bahan masakan yang sudah habis. Ingin membawa motor, tapi di larang karena takut mampir kemana-mana. Untung saja masih pukul 08:30, tidak terlalu malam.
Ketika sampai, langsung saja ia masuk dan mulai menuju rak di mana bahan masakan berada. Ia juga tidak lupa membeli camilan serta es krim.
Selesai memilah-milih, dirinya menuju kasir untuk membayar barang belanjaannya.
Ketika keluar, ia di kagetkan dengan seorang yang baru saja turun dari motornya. Tapi wajahnya ia ubah menjadi seperti biasa, karena tidak ingin terlihat bahwa dirinya terkejut.
"Ngapain lo di situ?"
"Suka-suka gue lah, emang ini tempat punya nenek moyang lo."
"Maksud gue, lo minggir! Ngalangin orang jalan," Bagas menggeser tubuh Asya yang sedari tadi berada di depan pintu. Kebetulan ada orang yang memang mau keluar.
Sungguh ia malu sebanarnya. Bagas ini kenapa tidak bilang dari tadi jika memang ada orang disana, tapi ia juga bodoh kenapa masih saja diam didepan pintu.
"Gak usah sok-sokan malu gitu, biasanya juga lo malu-maluin. Makanya biasa aja kalo ngeliat ada orang ganteng disini, sampe melotot gitu tadi masa." Bagas sengaja menggodanya, karena ingin melihat wajah merah seorang Asya.
"Heh Bagas, lo tuh rese banget sih. Sehari aja gak bikin gue kesel, gak bisa iya? Perasaan lo tadi di sekolah anteng-anteng aja tuh, gak gangguin gue. Kenapa sekarang berulah lagi si? apes banget malam ini gue ketemu lo." Sebelum pergi, Asya menyempatkan untuk menginjak kaki Bagas. Dan itu cukup keras, hingga sang empu meringis kesakitan. Pasalnya dia hanya memakai sandal merk adidas bukan sepatu.
Asya berbalik dan menjulurkan lidahnya pada Bagas yang memang masih merasakan sakit, kebetulan Bagas menghadap seberang sana.
Sementara Bagas mengangkat jari tengah sebelah kanannya pada Asya. Tapi hal itu malah membuat seorang Asya tertawa terpingkal-pingkal.
***
"Mah ini belanjaannya."
Marinka menatap putrinya dan tersenyum. Meraih barang belanjaan tersebut dan mulai menata ke rak yang memang khusus untuk bahan-bahan masakan. Kegiatan tersebut tak luput dari bantuan Asya juga, sehingga cepat untuk menyelesaikannya.
"Mah itu aku beliin camilan juga, aku mau ambil es krimnya ya. Aku langsung ke atas Mah, dah." Asya segera berjalan menuju lantai dua kamarnya, juga membawa dua buah es krim yang ia beli tadi, rasa chocolate vanilla dan strawberry vanilla.
Asya sedang menikmati semilir angin di balkon kamarnya dengan sepotong es krim yang kini tinggal setengah.
Ponselnya berbunyi tanda panggilan masuk. Tanpa melihat lagi ia langsung mengangkatnya.
"EH ANJIR." Tiba-tiba wajah seorang Bagas terpampang didepannya. Dan dirinya baru menyadari kalau ini sebuah panggilan video, bukan panggilan suara. Terlalu terburu-buru hingga lupa mengecek siapa yang menghubunginya. Nasib menjadi seorang Asya.
"Buahahaha," Bagas tertawa kencang melihat raut wajah Asya yang terkejut.
"BAGAS TOLOL!" umpat Asya.
"Lo juga bego si, pake kaget segala liat muka gue. Lagi ngapain si lo?"
"Ini juga karena lo. Lagian gue lagi asik makan es krim, lo malah ganggu." Asya memasang wajah jutek pada Bagas, sambil meneruskan makan es krim yang sisa setengah tadi.
"Jutek amat mukanya, Neng." Bagas mencoba untuk menggodanya kembali.
Suara Bagas di hiraukan oleh Asya. Ia berjalan membuang stik es krim ke tempat sampah yang memang ada di balkon.
Mulai menutup pintu kaca balkon dan meraih gelas yang berisikan air putih di atas nakas, meminumnya hingga tandas. Setelah itu di letakkan kembali gelasnya.
Ia mulai naik ke atas ranjang dan bersandar di tepi kasurnya.
"Anjir woy, gue dari tadi cuma di diemin doang. Malah liatin lo ini-itu," sewot Bagas saat Asya sudah tenang duduk di atas ranjang.
"Siapa suruh lo nyebelin. Untung aja tadi gue makan es krim gak keselek."
"Iya deh sorry. Sekarang lo mau ngapain?"
Asya memutar bola matanya malas, Bagas terlalu banyak basa-basi.
"Kalo udah siap di kasur kaya gini, tandanya mau ngapain? Kebanyakan basa-basi lo. Sebenernya tujuan lo tuh apa si video call gue?"
Bagas menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia merasa bodoh menanyakan hal yang memang sudah ia ketahui.
Mulai berpikir untuk mencari alasan yang tepat pada Asya, karena mengajak video call-an.
"Kangen," ujar Bagas pelan.
Asya yang tadinya sedang memainkan kuku di jarinya, langsung beralih menatap layar yang terdapat Bagas disana. Melotot dan menegaskan kembali apa yang di katakan Bagas tadi.
"Coba lo ulangi lagi?"
"Kangen gue sama lo. Ternyata gak bisa ya gue gak iseng sama lo, sehari doang juga. Gak liat lo marah-marah tuh kaya ada yang kurang, gitu."
"Gas, lo ...," terjeda beberapa detik. Setelah itu Asya menghela nafas sebentar dan berbicara kembali, " Ngeselin."
"Tidur sana, udah malam!"
"Tanpa lo suruh, emang gue mau tidur."
"Good night, Sya."
Tanpa ada jawaban dari Asya, video call tersebut di akhiri olehnya sepihak. Kini Bagas yang di seberang sana tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
Asya dan Bagas pun sekarang mulai menidurkan badannya di atas ranjang masing-masing yang sangat nyaman. Pejam lalu terlelap.
To be continue
Thank you ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Gasya (End)
Teen Fiction16+ Bagi Bagas, Rasya itu lucu, menarik, apa adanya, tidak jaim, galak, dan dia tidak manja. Mungkin itu saja tidak cukup untuk mendeskripsikan seorang Rasya. Bagas sayang terhadapnya, entah sejak kapan perasaan itu muncul. Perasaan yang diam-diam i...