Aku tahu, jauh di lubuk hatimu. Tersimpan akan rasa padaku, tapi kau tak mau mengungkap.
_______
Langit yang cerah, kini berganti gelap. Hujan deras di sertai angin. Suara guntur bersahutan terdengar sangat nyaring.
Bagas berdiam diri di dalam kamar, dengan segelas kopi hitam serta gitar di pangkuannya. Memetik juga bernyanyi.
Kemudian ia tersenyum getir, lantaran memikirkan orang yang telah di jodohkannya.
Mereka memang belum terikat apa-apa sekarang, tunangan maupun soal pernikahan.
Jujur dirinya sudah menaruh hati pada seorang Rasya Abigail. Entah kapan rasa itu muncul, tetapi ketika melihat Rasya marah dan salah tingkah padanya, ia merasa sangat senang.
Ketika Rasya tak acuh seperti tadi, ia merasa kehilangan akan sosok perempuan yang selalu di ganggunya.
Apakah mereka benar-benar akan di persatukan dalam perjodohan ini?
***
Wanda berjalan menaiki tangga, berhenti di depan pintu dengan cat warna putih, lalu mengetuknya.
Ketika di persilahkan masuk oleh sang empu-nya, Wanda segera masuk.
"Kamu lagi ngapain? Keliatan seperti orang galau."
"Emang, Mah. Entahlah," jawab Bagas dengan nada lesu.
Wanda mengusap surai cokelat milik Bagas. Ia tersenyum melihat sang anak yang sudah semakin tumbuh tinggi, tampan, serta terlihat dewasa.
"Kamu lagi mikirin Rasya ya? Atau mungkin kamu mikirin perjodohan kalian?"
"Ke dua-duanya, Mah."
"Apa yang menjadikan kamu seperti ini? Apa perjodohannya membuat beban untuk kalian?" Kali ini Wanda bertanya dengan nada khawatir.
"Buat aku sih enggak, tapi buat Rasya, mungkin iya."
"Kamu sudah suka, sama dia?"
"Sudah, entah rasa itu kapan munculnya. Karena aku yang selalu usil dengan dia, tanpa sadar perasaan ku juga ikut terombang-ambing sekarang."
"Karma itu, Gas." Wanda mencubit pipi Bagas seraya terkekeh
"Mungkin."
"Gas, Mamah hanya ingin yang terbaik untuk kamu, juga kalian. Mamah mau melihat kamu bahagia, tadinya jika hal ini memang beban untuk kamu Mamah akan batalkan perjodohannya. Tapi ... setelah mendengar ucapan kamu, Mamah semakin yakin, jika kalian memang harus di persatukan. Terlebih kamu menyimpan rasa padanya. Jadi, berjuanglah, jangan menyia-nyiakan waktu. Mamah mendukungmu." Setelah berucap seperti itu, Wanda mencium puncuk kepala Bagas dan tersenyum. Lalu ia pergi serta menutup pintu.
Bagas yang masih terdiam di ranjang, kini tersenyum lega. Sekarang ia yakin, jika dirinya bisa mendapatkan Rasya. Meskipun membutuhkan waktu yang lama. Ia juga yakin jika Rasya memang jodohnya, sampai kapanpun.
***
"Rasya Abigail, yuhuu." Teriak seseorang dari balik pintu kamarnya.
Rasya berdecak, lantaran suara cempreng dari perempuan yang bernama Renaya Kalila.
"Gak usah teriak-teriak bisa, kan?" ujar Rasya sambil membuka pintunya, yang tadi terkunci.
Rere hanya terkekeh, setelah itu masuk dan menduduki ranjang.
"Hujan besar gini, lo sempet-sempetnya ke sini, dan gak ngabarin gue pula."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gasya (End)
Teen Fiction16+ Bagi Bagas, Rasya itu lucu, menarik, apa adanya, tidak jaim, galak, dan dia tidak manja. Mungkin itu saja tidak cukup untuk mendeskripsikan seorang Rasya. Bagas sayang terhadapnya, entah sejak kapan perasaan itu muncul. Perasaan yang diam-diam i...