Jika memang keputusanmu itu memberatkan, lantas mengapa kau terima?
________
Matahari yang cerah sudah menampakkan sinarnya yang terang. Bagas mengerjap, memasuki cahaya pada ke-dua netra, tatkala Wanda membuka tirai jendela-nya.
"Mah," ujar Bagas purau. Khas orang baru bangun tidur.
"Bangun, Gas! Nanti kamu terlambat ke sekolah."
"Iya, ini aku bangun." Sambil bangkit dari ranjang menuju kamar mandi.
Wanda hanya menggelengkan kepala melihat tingkah putra satu-satunya itu. Membereskan tempat tidur yang lumayan berantakan. Setelah rapi, Wanda segera keluar dengan pintu di tutup kembali.
Selesai mandi, Bagas segera memakai seragam lengkap. Tak lupa meraih kaos kaki yang menggantung di lemari khusus sekolah. Ia mengganti kaos kaki-nya, karena yang kemarin sudah dua hari terpakai, dan itu membuatnya tidak nyaman di pakai.
Menyampirkan tas di pundak, lalu turun menuju meja makan.
Sarapan berjalan seperti biasanya. Tak ada percakapan antara ke-tiga orang yang berbeda umur itu. Sampai kemudian Bagas pamit pada Frans dan Wanda.
Mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Seperti biasa, pagi ini ia akan menjemput Rasya terlebih dahulu, karena sekarang sudah menjadi rutinitasnya.
***
Sampailah Bagas di kediaman Damian. Memarkirkan motor di luar gerbang, lalu ia masuk ke dalam.
Tok tok tok
"Permisi, Tante, Om." Bagas menyapa, seraya mengetuk pintu utama yang berwarna putih tersebut.
"Bagas? Kamu ... mau jemput Rasya, ya?" tanya Marinka dengan raut wajah yang terlihat berbeda.
"Iya, Tan. Rasya-nya masih sarapan?"
Marinka menggelengkan kepala, lalu tersenyum kikuk pada Bagas.
"Rasya pasti tidak memberitahu kamu. Dia sudah pergi ke sekolah bersama temannya, kalau gak salah namanya Fathur. Maaf-in Rasya ya Bagas, dengan perilakunya. Tante jadi tidak enak sama kamu," jelas Marinka dengan nada sedikit tidak enak pada Bagas, karena perilaku Rasya yang seenaknya. Padahal mereka adalah sepasang yang sudah di jodohkan.
"Ah, iya Tan. Udah gak apa-apa, kok. Salah aku juga, gak kasih tahu dia kalau aku mau berangkat bareng. Kalau gitu, aku pamit ya, Tan. Permisi," pamit Bagas pada Marinka. Kemudian ia berjalan dengan langkah gontai juga jari-jemarinya terkepal.
Mengapa ketika ingin berjuang, ada saja orang yang menghalanginya. Ia sangat tidak suka dengan kedekatan Fathur dan Rasya. Ia tidak rela jika mereka terus-terusan berdua, semakin dekat, apalagi jika sampai hubungan mereka lebih dari teman. Tidak ... tidak akan ia biarkan jika hal itu sampai terjadi nanti.
Bagas pergi dari kediaman Damian dengan hati dan pikiran yang kacau. Dada-nya bergemuruh, tanda jika dirinya sedang cemburu saat ini.
***
"Rasya," panggil Bagas saat melihat Rasya berjalan di koridor dengan Fathur di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gasya (End)
Roman pour Adolescents16+ Bagi Bagas, Rasya itu lucu, menarik, apa adanya, tidak jaim, galak, dan dia tidak manja. Mungkin itu saja tidak cukup untuk mendeskripsikan seorang Rasya. Bagas sayang terhadapnya, entah sejak kapan perasaan itu muncul. Perasaan yang diam-diam i...