Bab 48

211 9 0
                                    

Selamat membaca ...

________

Sore hari, Rasya dan Bagas baru saja pulang dari sekolah. Mereka saat ini sedang di mobil, tapi dengan suasana yang berbeda.

"Sayang, udah dong ngambeknya. Jangan cuekin aku gini, aku gak suka." Bagas yang memohon supaya Rasya mau bicara padanya.

Rasya masih saja tak bergeming. Bahkan tatapannya lurus ke depan, tidak menoleh sama sekali.

"Sayang."

"Sayangku, cintaku, ratuku. Ngomong, dong."

Masih sama, tidak ada sahutan dari mulut seorang Rasya. Dia masih diam tanpa bicara dan menoleh sedikit pun.

"Ok, aku akui ini salah aku, karena gak bilang sama kamu dari kemarin. Tapi pada saat itu aku pikir, hal itu gak penting, yang. Makanya aku gak bicara soal kantor ke kamu." Bagas menjelaskan saat dirinya menepi sebentar di jalanan yang sepi.

Rasya menghela nafas sebentar, kemudian dirinya menggenggam tangan Bagas.

"Aku ini istri kamu, aku berhak tahu apa yang sedang di jalankan oleh suami aku. Aku tahu, itu soal kantor dan gak ada hubungannya sama aku. Tapi balik lagi, aku istri kamu, terlebih orang yang kerja sama dengan kamu itu, orang yang aku gak suka termasuk kamu. Dia itu mau rebut kamu dari aku." Rasya diam sebentar, sampai kemudian dirinya menundukkan kepala. Lalu ia berkata, "Aku hanya takut kehilangan kamu, aku gak mau kalau sampai kamu di rebut sama dia, aku gak mau kalau kamu berhasil masuk ke perangkap dia, aku gak ...."

"Hey, sstt. Panjang banget sih ngomongnya, kaya rel kereta api." Rasya mencubit pinggang Bagas. Dirinya sedang bicara serius, tapi tanggapan Bagas malah bercanda.

"Kok nyebelin, sih." Rasya memberengut kesal dan tangannya bersidekap, dengan wajah yang tertekuk, juga bibir yang cemberut.

Bagas terkekeh akan tingkah Rasya seperti ini.

"Gemes banget sih, istri aku." Bagas menjawil hidung Rasya dan juga mencubit pipi kanan Rasya.

"Ishh, apa sih," kesal Rasya. Tapi itu malah membuat Bagas semakin gemas.

"Sayang, sini lihat aku!" titah Bagas pada Rasya untuk menghadapnya.

Rasya melepaskan tangannya ke bawah dan melihat Bagas sepenuhnya.

"Dengerin aku baik-baik. Aku pada saat itu juga kaget, kaget banget. Karena yang kerja sama dengan kantor itu teman kenal Papah. Mereka hanya kenal sebatas teman kantor biasa, gak lebih. Dan pada saat itu, aku juga gak nyangka, kalau gadis yang di bawa oleh Pak Adri adalah anaknya. Aku mati-matian nahan kesal, pengen marah, tapi menunggu sampai mereka pulang terlebih dahulu. Saat mereka sudah pulang, aku jujur sama Papah kalau dia orang yang ingin merusak kebahagiaan aku dan kamu. Bahkan aku berniat ingin membatalkan kerja sama itu. Tapi aku gak bisa, karena sudah ada tanda tangan dan persetujuan dari ke-dua belah pihak. Ingat, Sya, aku akan selamanya untuk kamu. Aku gak akan biarin dia macam-macam sama aku atau kamu. Kamu hanya milik aku, begitu pun sebaliknya. Jadi ... jangan merasa kehilangan lagi, ok!" Rasya mengangguk dan Bagas membawa ke dalam dekapannya yang erat.

Tak lama kemudian, mobil mereka melaju kembali untuk segera sampai ke rumah. Ingin cepat-cepat bertemu kasur yang sangat empuk. Karena sudah lelah sekali dalam menjalankan tugas sekolah dan hal lainnya.

***

"Kamu mau kemana malam-malam gini?"

"Mau ke rumah temen."

Gasya (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang