Selamat membaca ...
________
Sejak kejadian di toilet tadi, Rasya masih belum bicara pada Bagas. Ia masih menutup mulut. Mood-nya yang tiba-tiba menjadi buruk, di tambah hari ini banyak tugas yang harus ia kerjakan kembali. Lama-lama ia lelah juga sekolah di SMA Taruna Bangsa. Dengan tugas yang bejibun, dalam satu hari.
Bagas tahu mood Rasya sedang tidak baik hari ini. Ia lebih memilih diam, nanti akan ada waktunya ia bertanya.
Rasya sudah selesai dengan ritual mandinya, sekarang giliran Bagas yang ke kamar mandi.
"Gue jadi ngerasa bersalah gini sama Bagas." Rasya bergumam sendiri saat menatap pintu kamar mandi yang tertutup.
Kemudian ia bangkit dari meja rias menuju dapur. Ia ingin membuat masakan untuknya dan Bagas. Seburuk apapun mood-nya hari ini, ia tetap akan menjalankan kewajiban sebagai istri. Ia pun tidak ingin jika Bagas kelaparan dan memilih jajan keluar.
Derap langkah kaki menuruni tangga terdengar dari telinga Rasya, yang saat ini sedang menonton televisi.
Bagas menyusul Rasya duduk di sofa. Ia diam dan memilih menatap layar lebar di depannya.
Tak ada percakapan dari keduanya. Hanya suara dentingan jam dinding, juga pembawa berita di televisi.
"Sayang, aku minta maaf." Rasya berucap seraya menoleh pada Bagas yang masih menatap layar televisi.
Bagas yang mendapat pernyataan seperti itu, kini wajah-nya ia tolehkan pada Rasya. Tersenyum dan mengusap kepala Rasya pelan.
"Kamu tadi kenapa? Kenapa cuekin aku kaya gitu, hmm?"
"Aku cuma bad mood aja. Di tambah ... ada ancaman dari Zevanya dan dua teman-nya."
Raut Bagas berubah menjadi tak bersahabat. Kemudian ia menghela nafas sebentar, lalu mengusap ke-dua pipi Rasya dengan penuh lembut.
"Ancaman apa yang mereka berikan sama kamu?"
Rasya tersenyum dan ia menjawab, "Zeva mau rebut kamu dari aku. Juga ... kalian ada kerja sama antar perusahaan. Pun kamu di titah untuk mengajarkan Zeva oleh papah-nya tentang perusahaan. Itu yang buat aku muak dan bad mood."
"Kalau bisa sih, aku lebih milih nolak untuk mengajarkan dia, karena aku gak sudi. Dan tentang dia mau rebut aku dari kamu, itu gak akan bisa sampai kapan pun. Because I'm yours, Sya."
Rasya tidak bisa menyembunyikan senyuman-nya. Kemudian dirinya memeluk Bagas dengan erat. Tanda jika mereka tidak akan bisa terpisahkan oleh siapapun dan sampai kapan pun, kecuali itu kehendak Tuhan yang Maha Kuasa.
***
"Hello, bitch!" sapa seorang laki-laki dengan tampilan serba hitam.
"Lo? Gila ya, bisa-bisanya gue ketemu sama lo lagi."
"Gak kebalik, ya? Harusnya gue yang bilang gitu ke lo. Siapa lagi yang lo incar sekarang?"
"Cish, masih nyebelin juga lo ya ternyata. Yang pasti dia cowok."
Laki-laki itu memutar bola mata malas. Ya jelas saja laki-laki yang di incarnya, karena dia kan perempuan, terlebih masih normal. Kecuali kalau dia belok (you know what I mean).
"Bagas, cowok dari mantan lo. Pasti o tahu dia, kan?"
Laki-laki tersebut langsung menyalakan motornya kembali. Ia malas berurusan dengan perempuan di hadapannya. Tapi saat dirinya baru ingin pergi, tangannya di cekal oleh perempuan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gasya (End)
Teen Fiction16+ Bagi Bagas, Rasya itu lucu, menarik, apa adanya, tidak jaim, galak, dan dia tidak manja. Mungkin itu saja tidak cukup untuk mendeskripsikan seorang Rasya. Bagas sayang terhadapnya, entah sejak kapan perasaan itu muncul. Perasaan yang diam-diam i...