Jika diriku tidak usil padamu lagi, akankah kau rindu?
________
Bagas berlari dari koridor kelas X menuju kelasnya di lantai dua, kelas XI IPS 3. Seperti di kejar setan, ia berlari cukup kencang.
"Assalamu'alaikum, ya akhi wa ukhti." Bagas berucap ketika memasuki kelas dengan teriakan kencang. Benar-benar menyambut pagi dengan segar, akibat suaranya itu murid yang tadinya mengantuk kini mulai melebarkan mata dan bangun dari tumpuan tangannya masing-masing.
"Bangsat lo, Gas. Bisa gak sih lo biasa aja kasih salamnya, kaget gue anjir!" umpat Rasya.
Bagas hanya cengengesan dan mulai duduk tepat di samping Doni. Menghiraukan tatapan tajam dari seorang Rasya. Kini ia malah asik mengobrol dengan Doni dan Farhan yang menghampiri meja mereka berdua.
"Udah Sya. Masih pagi mukanya jangan di tekuk gitu, jelek tahu." Rere membenarkan bibir Rasya melengkung ke atas, menjadi sebuah senyuman. Rasya yang tadinya marah kini redam karena Rere. Lalu mereka mulai menonton youtube kembali dengan channel nessie judge. Itu tontonan favorit mereka.
Tidak lama kemudian bel masuk pun berbunyi. Sehingga membuat semua murid terhenti dari kegiatannya masing-masing.
Kali ini mereka belajar Ekonomi. Mulai membuka buku pelajaran dan halaman yang di titah oleh bu Nina.
Bu Nina mulai membahas tentang pelajaran pasar monopolistik.
"Pasar Monopolistik adalah sebuah bentuk pasar dimana ada banyak produsen yang saling berkompetisi dengan produk yang hampir serupa namun memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan ini yang menjadi ciri khas dari produk yang dijual oleh masing-masing produsen. Kegiatan produksi barang tersebut dikenal sebagai product differentiation atau diferensiasi produk. Karena produk yang diproduksi hampir serupa, masing-masing produsen akan bersaing dari segi kualitas, harga, serta cara pemasaran produk mereka." Bu Nina menjelaskan tentang pasar monopolistik pada semua murid XI IPS 3, semua murid mendengarkan dengan seksama tanpa ada yang terlewatkan. Kebetulan bu Nina itu adalah guru yang asik bagi seluruh murid kelas XI, karena pembicaraan yang lantang juga mudah di mengerti bagi mereka.
"Ok coba Ibu kasih pertanyaan ke kalian yang tadi Ibu jelaskan, apa contoh dari pasar monopolistik? Ingat ya jangan lihat dari buku!" tanya bu Nina pada seluruh murid.
Salah satu murid mengangkat tangannya dan dia mulai berbicara.
"Pasar monopolistik banyak yang kita temui di kehidupan sehari-hari, seperti sampo, sabun, TV, sepatu, air mineral, dan lain-lain." Tiara menjawab dengan lantangnya.
"Bagus Tiara. Lalu contoh dari masing-masing produksi seperti air dan sepatu, siapa yang bisa menjawab?"
"Pada pasar air mineral, ada banyak produsen yang memproduksi air mineral seperti Aqua, VIT, Le Minerale, Prima, atau Nestle. Masing-masing produsen memiliki ciri khas tersendiri seperti kemasan, kualitas, atau ukuran yang membedakan produknya dengan produk saingan. Kalau pada produksi sepatu, yaitu sepatu olahraga seperti Reebok, Adidas, Fila, dan Nike sama-sama memproduksi sepatu olahraga, tapi masing-masing merek memiliki desain, keunikan, serta keunggulan yang berbeda-beda. Konsumen pada akhirnya akan memilih produk sesuai dengan preferensinya. Terima kasih," jawab Bagas lantang.
"Ok bagus, Bagas. Ibu suka jika kamu selalu semangat terus dalam pelajaran Ibu. Ada pertanyaan di halaman berikutnya, kalian jawab ya. Jika selesai langsung kumpulkan, tapi jika sampai bel berbunyi kalian belum selesai saya kasih waktu hingga pulang sekolah. Jangan lupa simpan di kantor ya, di meja Ibu. Silahkan mengerjakan!" Bu Nina menitah seluruh murid untuk mengerjakan soal-soal dari pertanyaan yang ada dibuku.
***"Tadi Bagas keren ya, Sya." Rere berucap di sela makannya.
"Biasa aja tuh," jawab Asya sambil menikmati soto ayamnya.
"Lo mah selalu begitu, gak pernah bilang Bagas keren."
Asya hanya mengedikkan bahunya tanda tidak peduli apa yang dikatakan Rere.
Selesai makan soto ayam, Rasya kembali menyantap tahu krispi yang tadi ia beli, dengan bubuk cabai yang lumayan banyak di dalamnya. Rere yang melihat itu bergidik ngeri, bagaimana bisa Rasya makan pedas begitu dengan santai. Mungkin jika dirinya sih pasti sudah berair matanya dan berakhir keluar-masuk toilet.
"Sya, tumben Bagas gak iseng sama lo pas di kelas tadi?"
Rasya menelan tahu krispi yang tinggal separuh lagi di dalam mulutnya. Minum air meneral yang terdapat di botol, hingga habis tak tersisa. Mengelap mulutnya bekas makan tadi menggunakan tisu miliknya, yang memang ia bawa dari rumah.
"Bagus dong dia gak jahil lagi sama gue. Udah bosen kali sama gue makanya dia cuek," jawab Asya sekenanya.
Rere menganggukkan kepalanya tanda setuju apa yang di katakan Rasya. Tapi dirinya juga penasaran pada Bagas, kenapa tidak menjahili seorang Rasya seperti biasanya, kini terkesan tak acuh. Ia malah bingung dengan tingkah Bagas yang seperti ini.
Setelah makan di kantin, mereka berdua segera menuju kelas. Masih ada waktu sepuluh menit lagi untuk bel di bunyikan, tetapi Rasya dan Rere hanya ingin ke kelas saja sekalian nunggu bel.
***
Rasya berjalan di koridor sendirian. Ia ingin ke perpustakaan terlebih dahulu, untuk menyimpan buku yang ia pinjam minggu lalu. Rere---sahabatnya, sudah pulang terlebih dahulu dan Rasya yang menitahnya tadi.
Ketika sampai di perpustakaan, Asya langsung menyimpan buku ke tempatnya semula. Selesai itu ia keluar dan berjalan di koridor menuju parkiran.
Selama di perjalanan ia bersenandung kecil menyamakan dengan musik yang ada di ponselnya, tidak lupa earphone tersemat di kedua telinganya. Sehingga hanya dirinya saja yang mendengar dan merasakan apa isi dari lagu tersebut.
Tanpa sadar dirinya mengeluarkan air mata. Ketika melihat Bagas yang berbincang bersama Amel--- adik kelasnya, di parkiran.
Bego, pikirnya.
Buru-buru Rasya menghapus air matanya, sebelum ia sampai ke parkiran dan terlihat oleh Bagas sendiri.
Sampailah dirinya di parkiran dan tepat di samping motor maticnya, berwarna hitam. Mulai memakai helm dan menaikinya, lalu memasang kunci juga segera menstarter motor dan pergi melenggang meninggalkan parkiran.
Semua kegiatan Rasya tadi, terpantau oleh kedua mata seorang Bagas. Ia tahu tadi Rasya sempat menangis, tapi entah karena lagunya yang terlalu baper atau karena dirinya sedang bersama Amel. Karena sejak tadi mata Rasya selalu ke arahnya, bukan ke arah yang lain.
"Kak, serius tadi kak Rasya nangis?"
"Serius, kenapa emang?"
"Gak enak anjir gue."
"Gak apa-apa si, santai. Oh iya lo mau bareng gue gak pulangnya?"
"Lo enak bilang gak apa-apa, dia cewek lho kak. Tega banget sampe bikin dia nangis kaya gitu," sesal Amel.
Bagas menghela nafas kasar, setelah itu ia berkata. "Belum tentu dia nangis karena gue, siapa tahu emang lagunya aja kan yang sedih?"
Amel mengangguk sebentar, masih terlihat raut wajah murung. Tidak enak akan hubungan Bagas dan Rasya.
"Ayo naik!" titah Bagas, dan Amel pun segera naik ke atas motor Bagas. Kemudian mereka pun meninggalkan parkiran juga sekolah menuju rumah masing-masing.
To be continue
Thank you ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Gasya (End)
Teen Fiction16+ Bagi Bagas, Rasya itu lucu, menarik, apa adanya, tidak jaim, galak, dan dia tidak manja. Mungkin itu saja tidak cukup untuk mendeskripsikan seorang Rasya. Bagas sayang terhadapnya, entah sejak kapan perasaan itu muncul. Perasaan yang diam-diam i...