Kita masih di masa putih abu-abu.
Kita juga bukan di zamannya Siti Nurbaya. Tapi kenapa takdir seolah mempermainkan kita?_______
Rasya saat ini sedang asik menonton film rampage di laptopnya. Tak lupa juga dengan beberapa camilan di sana. Ia menonton di dalam kamar, ber-alaskan karpet. Tadi sebenarnya ingin mengajak Rere nonton bersama, tapi ternyata dia sibuk jalan dengan temannya. Namanya Rio, kelas XII IPS 4.
Terlihat begitu serius ia menontonnya, hingga camilan yang ada di karpet pun tinggal tersisa satu, yaitu mochi matcha.
Tak lama kemudian selesailah film tersebut. Rasya mematikan laptopnya segera dan di simpan di meja belajarnya, juga ia segera melahap mochi yang tersisa satu itu.
Setelah membereskan sampah dan di buang ke tempat sampah, tiba-tiba pintu kamarnya ada yang mengetuk.
Tok tok tok
"Masuk, gak di kunci!" ujar Rasya.
"Sedang apa, Sya?" tanya Marinka.
"Abis nonton mah, di laptop. Ada apa?"
"Papah mau bicara sesuatu sama kamu, ini hal penting. Yuk!" Belum sempat menjawab, tangan Rasya segera di tarik oleh Marinka keluar, menuju ruang tengah.
Rasya mendudukkan bokongnya di sofa yang berseberangan dengan tempat Damian dan Marinka duduk.
"Papah mau bicarain hal apa?" tanya Rasya penuh penasaran.
Damian mengehela nafas sebentar, sampai akhirnya ia membuka suara.
"Papah masih gak nyangka, kalo kamu sudah besar ya, Sya." Rasya lagi-lagi penasaran atas ucapan Damian.
"Pah, to the point, please!"
"Ngapain sih buru-buru, kaya mau kemana aja." Marinka mencoba untuk bercanda sebelum membicarakan ke hal inti.
"Mah," tegur Rasya gemas.
"Kamu masih ingat, saat kita makan malam bersama keluarga Frans?"
Asya menautkan halisnya, lalu ada hubungan apa Frans dengan hal yang ingin di bicarakan Damian- papahnya.
"Masih lah, Pah. Emang kenapa?"
"Masih ingat, dengan pembicaraan antara Wanda dan Mamahmu?"
"Pah, inti dari pembicaraan ini tuh apa sih?" gemas Asya pada Damian.
"Jawab aja pertanyaan Papah yang tadi!" ucap Damian santai.
"Papah ngeselin." Meskipun begitu tetap saja Asya menjawab pertanyaan Damian yang tadi. "Iya, aku masih ingat. Bagas itu ternyata teman kecil aku, bahkan aku lupa dengan kenangan di masa kecil. Mungkin karena terlalu asik menjalani hidup, sampai lupa dengan kenangan masa lalu."
"Kamu sama dia cocok, Sya." Marinka tiba-tiba menyeletuk.
"Cocok kata Mamah? Dia itu orang terusil yang pernah aku kenal. Kita itu bagaikan kucing dan tikus Mah, jarang akur. Kejahilannya dia dari kelas sepuluh, sampai sekarang, Mah. Bayangin jadi aku coba, kesel banget pasti." Asya berkeluh dengan apa yang terjadi antara dirinya dan Bagas.
"Mungkin jahilnya dia ke kamu itu, karena dia suka sama kamu. Dia itu cari perhatian sama kamu, Sya." Setelah itu Marinka pergi ke belakang untuk ke kamar kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gasya (End)
Teen Fiction16+ Bagi Bagas, Rasya itu lucu, menarik, apa adanya, tidak jaim, galak, dan dia tidak manja. Mungkin itu saja tidak cukup untuk mendeskripsikan seorang Rasya. Bagas sayang terhadapnya, entah sejak kapan perasaan itu muncul. Perasaan yang diam-diam i...