Selamat membaca ...
_______
Semenjak kejadian kemarin dan mendengar dari cerita Rasya, Bagas mewanti-wanti agar Rasya tidak jauh-jauh darinya. Karena Bagas takut Rasya akan kenapa-kenapa.
"Sayang, sini jangan jauh-jauh." Rasya jengah bukan main, ini bukan sekali Bagas berbicara seperti itu, tapi sudah lima kali. Bayangkan sejak tadi berangkat sekolah, hingga mereka saat ini sedang berada di kantin.
"Iya Bagas, aku masih disini, gak kemana-kemana. Takut banget aku ilang, deh." Rasya menjawab dengan wajah yang ditekuk.
"Jangan bete gitu dong, maaf. Aku cuma khawatir sama kamu, aku takut kamu diganggu lagi sama cewek gila itu."
Rasya menoleh pada Bagas. Ia memicing, kemudian menghela nafasnya perlahan. Rasya mengangguk, memaklumi apa yang Bagas lakukan dan itu semua semata-mata karenanya.
Hari ini mereka hanya berdua di kantin, tidak bersama para sahabat. Lantaran Farhan dan Rere makan di kelas, dengan bekal yang dibawa Rere. Jika Doni, dia sedang berada di kelasnya Amel. Entahlah, akhir-akhir ini mereka berdua sering bersama. Bahkan Rasya berpikir kalau mereka sedang dalam tahap pdkt (pendekatan).
"Habis pulang, aku mau ke rumah Rio dulu. Kamu mau ikut atau aku antar kamu ke rumah dulu aja?" ujar Bagas pada Rasya.
"Kamu mau ngapain ke rumah Rio, ada urusan penting?"
Bagas tersenyum dan mengusap surai cokelat milik Rasya.
"Udah lama aku gak main ke rumah dia dan ketemu sama mamahnya." Rasya akhirnya mengangguk.
"Aku ikut, deh. Bosen juga kalo di rumah sendirian." Bagas tersenyum atas jawaban Rasya. Mereka pun kembali dengan menyantap makanan yang masih tersisa di atas piring.
***
Rasya izin ke toilet sebentar untuk buang air kecil. Tadi setelah pelajaran Matematika dan gurunya sudah keluar kelas, Rasya langsung berlari menuju toilet. Untung saja setiap koridor kelas terdapat toilet yang berada diujung. Jadi tidak perlu naik turun tangga untuk ke toilet.
Ketika sampai dipintu toilet, Rasya segera menuju bilik yang kosong di tengah-tengah. Karena toilet ini penuh juga ternyata.
Selesai buang air kecil, Rasya keluar dengan mencuci tangan dan mengeringkannya. Ia merapikan rambut sebentar, sebelum akhrinya keluar dari toilet. Baru saja setengah perjalanan, Rasya bertemu dengan Prita yang membawa beberapa buku paket. Sepertinya itu buku paket milik guru.
"Hai, Sya. Gimana kabar, lo? Udah baikan, kan?" sapa Prita sekaligus menanyai kabar pada Rasya.
"Udah, gue udah baikan. Thanks atas pertolongan waktu itu."
"Sama-sama, Sya. Semoga Zeva gak gangguin lo lagi, ya, dengan hal-hal diluar dugaan. Terus hati-hati sama dia, karena dia itu seperti ular." Selesai menjelaskan itu pada Rasya, Prita melangkahkan kaki menuju kelas dua belas yang berada dilantai tiga.
Rasya tersenyum akan pernyataan Prita tadi. Ia sangat bersyukur, Prita bukan orang jahat, seperti yang ia kira sebelumnya.
***
Setelah bel pulang berbunyi, Rasya dan Bagas menuju arah parkiran bersama Farhan dan Rere. Kalau Doni tadi sempat meminta izin untuk pulang bareng Amel dengan Bagas, untungnya juga langsung diberi izin oleh Bagas.
"Maaf banget nih, Sya, Bagas. Gue sama Farhan gak bisa main ke rumah Rio, kita udah ada janji jalan bareng dari kemarin. Maaf ya."
"Gak apa-apa, santai. Lagian ini emang gue aja yang pengen ke sana, udah lama gak berkunjung soalnya."
"Ya udah, gue sama Rere pamit duluan ya. Hati-hati kalian!" Farhan berujar seraya pamit pada Rasya dan Bagas. Sampai motornya tidak terlihat dari penglihatan mereka berdua.
"Bagas, jadi ke rumah gue?" tanya Rio saat memasuki area parkir bersama Disha disampingnya.
"Jadi, lah. Pengen ketemu nyokap lo, udah lama gak ngobrol bareng."
"Ya udah, gue sama Disha duluan deh, biar cepet sampe rumah. Kalo udah deket rumah, bilang ya."
"Sip," jawab Bagas singkat.
Disha dan Rio melenggang pergi dengan motor yang dikendarai Rio.
Kemudian Bagas menitah Rasya untuk masuk ke dalam mobil, agar mereka segera pergi dari area sekolah.
Selama diperjalanan Rasya bercerita, di mana ia bertemu dengan Prita tadi. Juga bertanya akan kedekatan Doni dan Amel. Respon Bagas sangat baik, dia tidak marah atau pun ada emosi di dalamnya. Bahkan ketika bertanya dengan kedekatan Doni dan Amel, dia malah terkekeh juga setuju-setuju saja jika sampai tahap berpacaran. Doni, biarpun seperti itu, dia tidak pernah mempermainkan perempuan. Maka dari itu, dia masih jomblo samapai sekarang. Itu karena dia selalu memilah dan memilih perempuan yang menurutnya cocok, baik, dan gak neko-neko.
Cukup lama ternyata menuju rumah Rio. Karena sudah hampir 10 menit belum juga sampai. Terlebih dijalan macet, tidak mungkin menempuh waktu begitu cepat.
Saat di pertengahan jalan, yang lumayan sepi. Rasya merasakan hawa yang tidak enak, keringat di pelipisnya keluar. Padahal air conditioner di dalam mobil sejak tadi menyala. Entah mengapa hatinya tiba-tiba merasa nyeri.
Saat Rasya sedang meratapi kegundahannya sambil menunduk, kini fokusnya mulai ke depan kembali. Tapi ... baru saja Rasya mendongak, tiba-tiba ada mobil terlintas di depan mobil mereka dengan kecepatan kencang.
"BAGAS AWAS!" Rasya memberitahu Bagas dengan berteriak.
Kini Bagas mulai membanting stir ke samping kiri, berbelok mendekati pepohonan yang ada disisi jalan.
Duakk
Mobil mereka mencium pohon besar. Dengan kepala Rasya berada dikaca mobil.
"Sshh, aw. Pusing banget, gila!" Rasya bergumam sendiri, seraya mengusap kepalanya yang terantuk kaca mobil disampingnya. Sedari tadi ia mempertahankan badannya agar tidak condong ke depan.
Ketika Rasya menoleh ke samping, Rasya dibuat terkejut dengan Bagas yang kepalanya berada di atas stir mobil.
Ketika Rasya membangunkan kepala Bagas, disitulah Rasya histeris. Melihat suaminya sendiri dengan darah yang mengalir di dahinya. Rasya membuka sabuk pengaman yang ada pada tubuh Bagas. Kemudian mulai menyadarkan Bagas yang pingsan.
"Gas, Bagas bangun. Sayang, bangun yang. Kita kan tadi mau ke rumah Rio, kenapa kamu malah pingsan?" Rasya jadi berbicara ngawur ketika melihat Bagas seperti itu. Mungkin juga efek shock yang dialaminya tadi.
Tiba-tiba pikirannya mulai terlintas untuk menghubungi Rio.
Rasya merogoh saku celana yang dipakai Bagas, kemudian mendial nomor Rio.
Sekitar dua menitan telepon itu baru dijawab. Rasya bercerita akan kejadian yang dialaminya dengan Bagas. Setelah lima menit, sambungan telepon itu terputus. Rio bilang, ia akan ke sini bersama Disha.
Rasya masih saja menyadarkan Bagas yang tak kunjung bangun. Ia berpikir, pasti sangat sakit sekali ketika dahi itu terantuk stir mobil ini, sampai-sampai darah itu keluar dan membuat Bagas tak sadarkan diri.
________
Hey yooo :)
Maaf telat-telat up terus :(
See you in the next part ...
Thank you ❤

KAMU SEDANG MEMBACA
Gasya (End)
Ficțiune adolescenți16+ Bagi Bagas, Rasya itu lucu, menarik, apa adanya, tidak jaim, galak, dan dia tidak manja. Mungkin itu saja tidak cukup untuk mendeskripsikan seorang Rasya. Bagas sayang terhadapnya, entah sejak kapan perasaan itu muncul. Perasaan yang diam-diam i...