"Ugh" Rintihan Jiang Cheng terdengar kala sinar mentari pagi yang hangat meraba wajahnya melalui sela-sela tirai. Matanya perlahan membuka membiasakan diri dengan sinar terang pengganti gelapnya malam. Rasa pening semalam rupanya masih bersisa, membuatnya harus extra berusaha untuk bangun dari posisi tidurnya.
Dengan wajah yang sangat pucat dan kepala pening Jiang Cheng mengambil nafas sebentar, menunggu rasa pening yang menyinggahi kepalanya pergi menghilang. Saat dia mendudukkan tubuhnya sebuah jaket hitam terjatuh membuat Jiang Cheng menundukkan tubuhnya untuk mengambil jaket itu.
Akibat demam yang tinggi dan rasa pening, memori tentang kejadian semalam susah tercetak jelas di ingatan Jiang Cheng. Yang dia ingat hanyalah seorang pria memberikan jaketnya untuk membuatnya tetap hangat dan meletakkan sapu tangan setengah basah untuk mengompres dahinya.
"Masih hidup rupanya" suara Wei Wuxian memecah kesunyian pagi hari. Berdiri tepat didepan pintu ruangan dengan segelas teh yang masih mengepulkan asapnya.
Jiang Cheng tak ingin berdebat, hanya melirik bosnya yang menyebalkan saja sudah cukup membuang energinya. Jiang Cheng melepas sapu tangan di dahinya lalu melipat jaket tadi. Saat ingin melipatnya menjadi bagian yang lebih kecil Jiang Cheng terasa sedang meraba sebuah benda keras di dalam saku.
Benda keras itu ternyata sebuah kartu identitas. Namun kartu identitas itu hanya tinggal potret kusam penyelamatnya tempo hari dan sebuah nama, Lan Xichen. "Jadi kau menolong ku lagi?" Gumam Jiang Cheng.
"Kau bicara apa?" Wei Wuxian mendekat.
Jiang Cheng menggeleng, menyembunyikan kartu identitas itu ke saku celananya.
Tindakan Jiang Cheng melahirkan tatapan curiga milik Wei Wuxian "Mencurigakan"
"Apakah itu teh untukku?" Jiang Cheng mengalihkan perhatian Wei Wuxian dengan sedikit menggodanya. Secangkir teh beraroma vanilla yang lembut Jiang Cheng rebut dari tangan Wei Wuxian.
Wei Wuxian terkejut tapi dia kembali bersikap biasa saja karena memang teh itu dia buat untuk Jiang Cheng. "Hat-" belum sempat dia menyelesaikan perkataannya, Jiang Cheng sudah lebih dulu menyemprotkan minumannya karena teh yang dia buat masih panas dan akan menyakitkan lidah apabila diminum saat itu juga tanpa ditiup terlebih dahulu.
Wei Wuxian segera mengambil tisu untuk membersihkan kekacauan yang Jiang Cheng buat. Kemudian Wei Wuxian menyuruh Jiang Cheng pergi ke kamar mandi sementara dirinya memanggil tukang bersih-bersih untuk mengepel lantai yang sudah diguyur teh panas.
Hari ini Jiang Cheng ditugaskan Wei Wuxian untuk mengikutinya bersama Wen Ning pergi ke tempat perkara di gedung yang Jiang Cheng kunjungi semalam, tempat Lan Xichen bekerja. Wei Wuxian sempat bertanya apakah dia melihat hal-hal aneh saat kunjungannya semalam dan Jiang Cheng pun menceritakan kejadiannya kembali, dimulai saat dia tak yakin dengan tempat ini hingga dia membawa Lan Xichen kabur dari kejaran musuhnya.
Kasus pembunuhan, begitulah yang mereka tangani hari ini. Seorang pekerja senior dikabarkan menghilang semalam oleh istrinya yang sudah lumayan renta. Para karyawan di gedung itupun membantu mencari keberadaan suaminya. Setelah mencari beberapa lama seorang pegawai berteriak dengan suara nyaring. Orang itu melihat sebuah gundukan berbentuk manusia yang sudah menghitam tepat didasar tungku api.
Para karyawan bilang, senior mereka memang ditempatkan di unit pembakaran sampah medis itu. Tungku api itu biasanya akan menyala selama 15 menit dan akan padam secara otomatis apabila sudah melewati 15 menit.
Sang istri menangis menjerit tak karuan melihat suaminya yang hangus terbakar bersama bangkai-bangkai hewan percobaan yang sebelumnya dia bakar.
Seperti pembalasan dosa.
Jiang Cheng pergi mengamati sekitar, berharap menemukan sesuatu yang bisa dijadikan bukti untuk menyeret penjahat yang dengan kejinya berbuat seperti itu sementara yang lainnya mengintrogasi tiap pegawai.
Langkah kaki Jiang Cheng menyusuri tangga lalu berhenti di dekat tungku bagian atas. Disana jiangg Cheng mencium bau darah yang sangat menyengat. Betul saja, banyak darah berceceran disana, membentuk sebuah garis panjang berantakan dengan cetakan jejak kaki. Sudah bisa dipastikan bahwa korban melakukan perlawanan saat dia sedang diseret ke dalam api.
Jiang Cheng menunduk, mengambil sedikit darah pada cetakan jejak kaki dan darah yang ada di dinding menggunakan cotton bud lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik sebagai alat bukti. Kemudian dia pergi ke ujung garis yang berada di ruangan tak jauh dari tungku berada. Ruangan itu sangat berantakan penuh dengan barang berjatuhan dan pintu lemari besi yang penyok.
Ruangan ini seperti pernah dijadikan arena pertarungan tinju oleh dua orang berbadan kekar yang sangat ahli memainkan tinjunya. Jiang Cheng tak lupa mengambil beberapa sampel darah untuk para forensik selidiki, siapa tahu darah itu merupakan darah dari tersangka.
Jiang Cheng meneliti dengan cermat keadaan sekitar, hingga matanya bertemu dengan mata orang lain yang sedang bersembunyi dibalik pintu yang rusak. Orang itu terkejut, buru-buru lari.
Dengan kaki panjangnya yang ramping Jiang Cheng ikut berlari mengejar orang itu. "Hei tunggu!" Mereka terlibat kejar-kejaran, seperti di film aksi dimana seorang polisi tengah lari mengejar si penjahat yang sudah hafal dengan medan tempatnya bersembunyi.
Sambil mengejar Jiang Cheng mengamati punggung orang yang berlari didepannya. Tingginya sekitar 5 cm lebih tinggi darinya, bahu 2 cm lebih lebar dan rambut cepak bewarna hitam gelap. Kilasan semalam tiba-tiba muncul. Dan Jiang Cheng seketika memelankan lajunya.
"Lan Xichen" ujar Jiang Cheng.
Pendengaran orang didepannya sangat tajam membuatnya ikut memelankan laju larinya hingga langkahnya berhenti, begitupula dengan langkah Jiang Cheng. "Kau Lan Xichen?"
Lan Xichen membalik tubuhnya menatap wajah Jiang Cheng. Mereka saling memandang dibawah atap yang berlubang menampilkan sinar rembulan sebagai satu satunya lampu yang menyorot mereka dari atas. Jiang Cheng perlahan mendekati Lan Xichen yang berdiri menatapnya dengan tatapan seperti anak anjing. Hingga langkahnya terhenti tepat di depan Lan Xichen.
"Kau Lan Xichen kan?" Tanya Jiang Cheng sekali lagi.
Lan Xichen tetap diam, matanya bergerak kesana kemari menjelajahi wajah Jiang Cheng seakan sedang mencari sesuatu sebelum akhirnya dia mengangguk dengan perlahan.
Jiang Cheng mengendurkan raut wajahnya yang tegang sambil sedikit tersenyum. Lan Xichen tercekat, senyuman itu seakan menyihirnya untuk tetap diam dan terperdaya hingga kedua tangannya sudah masuk kedalam jeratan borgol yang mengaitkan tangannya dengan tangan Jiang Cheng.
"Selama 2 kali 24 jam kau akan diamankan kau boleh memanggil pengacara atau mengakui kesalahanmu" ucap Jiang Cheng sambil menggeret Lan Xichen kepada timnya dibawah.
Satu-satunya orang yang bekerja disini dan terlibat kasus semalam hanyalah Lan Xichen oleh karena itu Jiang Cheng sudah selayaknya menahan Lan Xichen. Entah sebagai saksi atau tersangka. Namun hati kecilnya bilang bahwa orang yang sedang seborgol dengannya tidak bersalah.
-
-Menurut kalian alurnya ini kelambatan apa enggak ya? 🤔
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dark Side (Xicheng) ✅
Science FictionApa jadinya bila sekumpulan orang pintar berada di jalan keburukan? "Aku bukan monster" Xichen berusaha meyakinkan pria yang sedang menodongnya dengan pistol. "Buktikan!" Bentak pria itu. Xichen dengan berani tanpa sedikitpun rasa takut mendekat mem...