Seluruh tim medis lengkap dengan alat pelindung diri sedang berdiri mengelilingi tubuh Jiang Cheng yang terbaring tak sadarkan diri. Perdarahan dari sela kakinya terus menerus keluar membuat tangan cekatan para dokter bergerak terus menerus menekan perdarahan dengan kapas.
Setelah dirasa tidak ada lagi perdarahan, misi penyelamatan bayi dalam kandungan Jiang Cheng dimulai. Ketidak sadaran Jiang Cheng membuat para dokter memutuskan untuk melakukan operasi caesar dengan cara membelah lapis demi lapis perut Jiang Cheng.
Pria paruh baya dengan kacamata tengah memimpin operasi, matanya menatap lurus penuh fokus saat mata pisau medis yang tajam itu mulai mengiris helai demi helai lapisan kulit.
"Tekan perdarahan" para tenaga medis lainnya mengangguk segera menekan perdarahan dengan kapas putih.
Pria itu kembali melanjutkan operasinya hingga bayi dalam perut Jiang Cheng berhasil dilahirkan. Bayi itu memiliki kulit putih bersih dengan rambut yang lebat. Tubuhnya diam tak bergerak, membuat seluruh orang menahan napasnya saat pria paruh baya itu mengguncangkan tubuh si bayi untuk membangunkannya dari tidur panjang.
Dan akhirnya bayi itu pun berhasil mengeluarkan tangisan pertamanya. Nyaring dan keras, seorang anak laki-laki yang tak berdosa dan tampan telah lahir di bumi.
Seluruh tenaga medis merasa haru ketika melihat tatapan tuannya pada cucu kandungnya yang selama ini ia impi impikan. Dia melangkah menjauh, membiarkan para dokter lain menjahit luka pada perut anaknya.
Tak menghiraukan kotoran yang menempel pada si bayi, pria paruh baya itu terus menimang si bayi sambil memberikan tatapan yang sulit diartikan. Perasaan senang sekaligus sedih. Seorang bayi yang dihasilkan dari keturunan manusia asli dan manusia ciptaan laboratorium. Jalannya dimasa depan pasti tidak lah mudah, perbedaan yang ada pada dirinya mungkin akan menciptakan perubahan pada dunia dan membuatnya nampak berbeda dari manusia lainnya. Tapi Jiang Fengmian yakin, dia akan selalu mendampingi cucunya yang malang ini.
Beberapa saat kemudian Jiang Cheng akhirnya siuman. Dia menatap sekeliling ruangan yang terasa seperti tidak asing baginya. Ruangan ini tidak seperti rumah sakit, dinding kayu coklat tua dengan ornamen yang mirip dengan kamar lamanya.
Jiang Cheng tiba-tiba tersadar. Segera mengecek perutnya yang kini sudah tidak lagi menonjol. Rasa sesak didadanya akibat panik, menyeruak.
Tidak tidak lagi, jeritnya dalam hati.
Tubuhnya yang masih lemas segera beranjak dari kasur, tak memperdulikan infus yang menancap dipunggung tangannya. Tanpa repot melepasnya Jiang Cheng yang sudah panik segera berlari seperti orang gila hingga infus terlepas paksa dan mengeluarkan banyak darah.
Kaki jenjangnya berjalan cepat menyusuri koridor yang gelap, meninggalkan ruangan dengan pintu kamar bertuliskan Jiang Wanyin. Dia sama sekali tidak menggubris darah segar yang menetes disepanjang jalan. Sesekali dia terjatuh, sakit yang amat mendera perutnya membuat wajah pucatnya tampak mengerikan. Namun rasa sakit itu tidak ada apa apanya daripada rasa sakit saat orang yang paling dicintai tak ada lagi dalam jangkauan pandangnya. Dia kembali melangkah mencari anaknya dan juga lainnya.
Hingga kaki tanpa alasnya berhenti pada sebuah ruangan dengan kaca transparan menampilkan pria yang dia cari sejak tadi. Disebelahnya adalah pria yang tak terasa asing bagi Jiang Cheng. Otaknya kembali berputar saat kejadian ayahnya itu pertama kali muncul dihadapannya setelah 10 tahun lebih menghilang.
Marah, sedih, kecewa, senang, semua tergambar dalam emosi Jiang Cheng. Dia kembali melangkah, membuat dua orang yang sedang menatap pada sebuah box kaca menatapnya. Giginya bergemelatuk, kekesalan pada nasib buruknya yang selama ini terpendam dia tumpahkan melalui bogeman mentah yang dia layangkan di pipi ayahnya.
Gerakan yang tiba-tiba, membuat pria paruh baya itu limbung dan punggungnya membentur troli besi.
"A-cheng" Xichen membawa tubuh Jiang Cheng kedalam pelukannya, berusaha menenangkan istrinya.
"Kenapa kau baru muncul sekarang!" Pertahannya pecah, air mata yang 10 tahun ia pendam untuk orang tuanya pecah. Sesak akibat orang tuanya yang sudah lama ia lupakan kini kembali menyeruak.
"Kemana saja kau selama ini!" Jiang Cheng dengan air mata nya menyerang hati Jiang Fengmian bertubi-tubi.
Jiang Fengmian melangkah mendekat, "Maaf"
"Maaf?! Hanya itu?! Kau meninggalkanku selama 10 tahun lebih sendirian!" Xichen yang sedang memeluknya dapat merasakan emosi istrinya. "A-cheng... Hei, dengarkan penjelasan ayahmu dulu ya" bisik Xichen sambil membelai punggung Jiang Cheng yang gemetar hebat.
"Ayah? Ayah mana yang menelantarkan anaknya sendirian diusianya yang bahkan belum bisa membedakan mana itu benar dan salah! Menghilang begitu saja lalu datang merusak segalanya apa itu yang seorang ayah lakukan?!"
Jiang Fengmian hanya menunduk, dadanya juga sama sesaknya dengan si anak. Ingin lengannya ini ia gunakan lagi untuk memeluk anaknya seperti saat dulu. Tapi dia sadar, kesalahannya tidak dapat Jiang Cheng maafkan. Sudah terlalu banyak dosa yang dia buat pada malaikat kecilnya.
"Kau-" amarah Jiang Cheng dipatahkan oleh suara tangisan bayi kecil yang ada di dalam box kaca.
Tatapannya melembut kala melihat seonggok bayi dengan rambut hitam tebal yang terbalut dalam hangatnya kain putih. Bayi itu bergerak kesana kemari, menangis kencang seakan memanggil ibunya untuk mendekat.
"Xichen..."
Xichen menatap istrinya, ia mengangguk lengkap dengan senyum yang sehangat matahari pagi "Bola, itu bola"
Xichen melepaskan pelukannya, dia membiarkan Jiang Cheng menghampiri bayi mereka. Dia tatap lekat-lekat bagai air sejuk yang sudah memadamkan api membara milik Jiang Cheng. Jiang Cheng menghapus noda darah pada tangannya, takut mencemari wajah tampan tanpa dosa putranya. Kemudian dengan hati-hati takut menyakiti, dia mengarahkan telunjuknya untuk membelai pipi lembut dan kenyal bayi laki-laki itu.
Air matanya jatuh kembali, kala bayi itu seketika mengentikan tangisannya saat kulit mereka bersentuhan. Kepala si bayi laki-laki itu bergerak lebih dekat, seakan tahu bahwa itu adalah sentuhan dari seseorang yang selama ini sudah merelakan tubuhnya untuk ia singgahi dan rela mati untuknya.
"Bola..."
Xichen menghampiri istrinya, memeluknya dari belakang sembari memberikan kecupan kecupan ringan pada bahu Jiang Cheng. "Terima kasih sayang, terima kasih, terima kasih" ucapnya berulang kali.
Dari arah luar ruangan, JingYi dan ShiZui berlari tergopoh-gopoh saat melihat ceceran darah disepanjang koridor, "Kakek-" suara panik JingYi terhenti ketika Jiang Fengmian menyuruhnya diam dan berjalan keluar.
"Biarkan mereka bersama dulu" ucap Jiang Fengmian.
.
.Masih menuju ending🥳
Tekan vote dan berikan komen untuk next chapter 😅
Mohon dukungannya😊💙💜
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dark Side (Xicheng) ✅
Science FictionApa jadinya bila sekumpulan orang pintar berada di jalan keburukan? "Aku bukan monster" Xichen berusaha meyakinkan pria yang sedang menodongnya dengan pistol. "Buktikan!" Bentak pria itu. Xichen dengan berani tanpa sedikitpun rasa takut mendekat mem...