"JinLing! Sayang" empat tahun berlalu. JinLing si bayi kecil kini tumbuh menjadi anak laki-laki tangguh yang sangat lincah.
Anak laki-laki itu tetap berjongkok sambil merapatkan tubuhnya lebih dekat pada tembok, menghindari panggilan dari sang papa.
Tiba-tiba tangan besar menyapa lengannya, memberi tarikan sedikit agar JinLing mau keluar dari persembunyiannya.
"Kenapa bersembunyi dari papa hm?" Jiang Cheng mensejajarkan tubuhnya dnegan sang anak. Menatap kepala kecil yang sedang menunduk dalam dnegan tatapan lembut.
Tangannya membelai lengan kecil itu kemudian menangkup jari-jari kecil yang sedari tadi bergerak acak "Kenapa hm? Mau cerita sama papa?"
Bayi kecilnya itu perlahan mulai luluh, dengan air mata dipelupuk JinLing meloncat memeluk leher papanya.
"Teman JinLing jahat papa!" Dia tak mampu menahan air matanya. Menangis kencang seperti bayi kecil.
"Sst, kenapa a-ling bisa bilang gitu sayang?" Tanya Jiang Cheng sambil tangannya membelai punggung kecil yang sedang bergetar meluapkan emosinya.
"Mereka bilang rumah kita menakutkan papa!"
Jiang Cheng berdiri, membawa anak satu-satunya kedalam pelukannya sambil berjalan masuk menuju kamar sang anak.
"Iya? A-ling pasti sedih ya sayang ada yang bilang gitu?"
"Iya! A-ling sedih papa! Kenapa mereka bicara gitu?! Mereka jahat, A-ling gak mau temenan sama mereka lagi!"
"Eh? Trus waktu teman A-ling bilang gitu A-ling jawab apa sayang?" Jiang Cheng mendudukkan anaknya diranjang tempat tidur sambil melepas sepatu kecil bewarna merah pemberian sang kakek.
JinLing menjawab dengan menggebu-gebu "A-ling jawab bagus! Rumah kita kan bagus!"
Jiang Cheng tersenyum, menghapus sisa-sisa air mata yang menjejaki pipi putih nan gembil milik putranya "Memang rumah yang bagus menurut A-ling gimana sayang?"
JinLing terdiam lalu kembali menjawab "Yang besar, yang ada taman bermainnya papa kayak punya temen A-ling"
"Ah iya yang banyak mainannya gitu ya sayang?"
"Iya papa!"
"Ah gitu.. papa mau tanya lagi boleh sayang?"
si kecil mengangguk dengan rambut hitam legamnya memantul mengikuti irama anggukan "boleh papa"
"Menurut A-ling rumah itu fungsi nya buat apa sih sayang?"
"Mn apa ya papa" bola matanya menatap langit langit dengan telunjuk mengetuk dagunya berharap langit-langit kamarnya memberikan jawaban dari apa yang papanya tanyakan.
Jiang Cheng tersenyum, saat hendak membantu sang anak JinLing rupanya lebih dulu menjawab "Buat kita tinggal menetap biar gak kenak hujan papa"
Senyuman Jiang Cheng semakin melebar, anaknya sangat menggemaskan. "Pinter banget anak papa, jadi yang paling penting rumah itu harus yang ada mainannya atau yang nyaman bisa buat tempat tinggal sayang?"
"Dua duanya boleh papa?" Bola mata yang kecil itu melebar semangat dengan pipi tembam yang memerah.
Jika Jiang Cheng tidak sadar makhluk didepannya ini adalah seorang manusia pasti pipi putih sebulat bakpau itu sudah habis dia gigit karena gemas.
"A-ling memang nya mau tinggal dirumah teman A-ling yang banyak mainannya?"
Sang anak menggeleng keras "Tidak! Disana tidak ada JingYi ge dan ShiZui ge serta kakek dan paman Wei, A-ling nanti gak bisa main sama mereka papa! A-ling gak mau!"
"Jadi menurut A-ling rumah yang bagus itu seperti apa sayang?"
JinLing berdiri menatap papanya yang sedari tadi berjongkok dihadapannya dengan tatapan bersungguh-sungguh "Rumah yang nyaman yang ada papa daddy gege paman dan kakek!"
Jiang Cheng terkekeh gemas kemudian mencubit pipi anaknya hingga anaknya mengaduh kesakitan "papa sakit"
JinLing membuat ekspresi sedih dengan mata bulat dan bibir mengerucut maju.
"Sakit ya? Sini papa cium yang sakit" kemudian Jiang Cheng memberikan serangan ciuman bertubi-tubi kepada kedua pipi putranya hingga sang putra jatuh diatas tempat tidur sambil tertawa kegelian.
Tawa bahagia mereka berlangsung lama hingga pintu kamar JinLing terbuka menampilkan sosok sang daddy.
"Daddy!" JinLing berlari kencang menerjang Xichen.
"Hai jagoan daddy sudah mandi hm?" JinLing menggeleng dengan senyum lebarnya.
"Kenapa belum mandi?"
"Mau mandi sama daddy!"
Xichen tersenyum, rasa lelah akibat seharian bekerja di perusahaan sang mertua menguap begitu saja digantikan dengan rasa bahagia melihat putra mereka tertawa senang.
"Aku siapin air hangat dulu ya" Ucap Jiang Cheng kemudian berlalu pergi.
Xichen mengajak sang buah hati yang ada didalam gendongannya mengikuti langkah Jiang Cheng. Sambil berjalan dia menyempatkan untuk bercengkrama dengan putra kecilnya "A-ling hari ini ngapain aja sayang?"
"Bermain dan bersenang-senang dengan papa!"
"Wah seru ya sayang?"
"Seru!" Kemudian anak itu kembali berkata "Daddy, papa kenapa cantik dan baik banget ya?"
Xichen yang mendengar itu tiba-tiba saja sangat tertarik. Ada rasa membuncah didalam hatinya ketika seseorang membicarakan suami yang sudah bersamanya dalam suka maupun duka.
"Kira-kira kenapa ya sayang? Daddy juga bingung nih"
"Tadi A-ling sedih daddy, trus papa datang. A-ling kira papa mau marahin A-ling karena A-ling pulangnya kesorean tapi papa malah nenangin A-ling dan buat A-ling gak sedih lagi! A-ling bersyukur A-ling dapet papa kayak papa!" Binar bahagia itu tergambar jelas diraut keduanya. Dua laki-laki dengan kelebihan yang sama namun berbeda usia dan ukuran itu sama sama jatuh hati pada makhluk ciptaan tuhan yang sengaja tuhan kirimkan untuk mereka.
"Gitu ya? Daddy juga bersyukur bisa ketemu papa, jadi ayo kita jaga papa sama sama ya sayang. Kita harus lawan orang-orang yang mau rebut senyuman papa dan rebut papa dari kita, oke?!"
JinLing mengangguk hebat "Oke! Kita harus lawan mereka dad! Kalau perlu kita bikin mereka gak bisa bernafas lagi!"
Meski sedikit ngeri dengan kalimat akhir sang anak namun Xichen tidak terlalu memikirkannya, toh anak nya juga benar. Jika terjadi sesuatu dengan Jiang Cheng maka dapat dipastikan orang itu tidak akan lagi bisa bernafas.
Tinjuan kecil menyatukan mereka dibarengi dengan percikan listrik kecil seakan menjadi stampel pengesahan ikrar mereka barusan.
.
.Bonus^^
Ehehhehe
Semoga kalian suka!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dark Side (Xicheng) ✅
Science FictionApa jadinya bila sekumpulan orang pintar berada di jalan keburukan? "Aku bukan monster" Xichen berusaha meyakinkan pria yang sedang menodongnya dengan pistol. "Buktikan!" Bentak pria itu. Xichen dengan berani tanpa sedikitpun rasa takut mendekat mem...