Hari-hari bebas tanpa kerja membuat Jiang Cheng memiliki waktu lebih untuk menyelidiki kasus orang tuanya. Benang merah menghubungkan foto demi foto, bukti demi bukti, dan semua ujungnya bertumpu pada sebuah potret kusam yang terdiri dari ayah ibu dan anak laki-laki kecil. Benang merah itu kini semakin rumit dengan bertambahnya foto dan rekam jejak milik Lan Xichen. Satu-satunya orang terakhir yang bersama ayah dan ibu Jiang Cheng sebelum mereka menghilang begitu saja. Jiang Cheng memandangi bukti demi bukti berusaha memecahkan kasus atau setidaknya menemukan jalan lain agar bisa menemukan orang tuanya. Meskipun sudah 20 tahun lamanya mereka berpisah tanpa mengetahui keadaan masing-masing, Jiang Cheng masih tetap percaya bahwa ke dua orang tuanya ada di suatu tempat entah dimana. Yang perlu dia lakukan hanya menemukan mereka. Namun disatu sisi dia juga takut mengetahui fakta yang sesungguhnya.
Tok tok
Bunyi ketukan pintu depan terdengar, Jiang Cheng buru-buru menurunkan tirai agar kasus yang dia selidiki tidak ditemukan orang lain. Mengintip sebentar pada lubang pintu sebelum bertanya pada orang asing di seberang pintu. "Apa?"
Seorang pria muda sekitar 20 tahun berdiri kikuk, berdehem sebentar untuk menyiapkan suaranya "Saya JingYi dari satuan penyidik, berstatus magang" JingYi mengeluarkan sebuah plakat identitas dirinya yang menjelaskan nama, usia dan jabatannya sebagai penyidik muda. Salah satu alis Jiang Cheng terangkat, "Ada apa?"
JingYi bergumam menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri. "Apa aku harus berbicara dengan pintu?"
Merasa memang tak sopan Jiang Cheng pun membuka pintunya berdiri tepat dihadapan JingYi. JingYi terkejut saat pintu terbuka tiba-tiba dan menampilkan pria dewasa berwajah judes yang tingginya sekitar 12 cm lebih tinggi dari dirinya. Wajah yang rupawan berkulit cerah dengan bulu mata lentik menghiasi mata beriris hitam namun jernih hingga seakan sinar mentari memantulkan kemilaunya disana. Alis mata tegas dan hidung mancung serta bibir merah yang lumayan berisi sungguh menghina penampilan JingYi saat ini. Makhluk didepannya benar-benar seperti malaikat, sesuai dengan yang Wei Wuxian katakan.
"Hei!" Lamunan JingYi buyar, dengan tergagap dan gugup JingYi menjelaskan maksut kedatangannya. "Wei- maksut saya tuan Wei Wuxian menyuruh saya kemari untuk meminta tugas pertama saya sebagai anggota magang baru kepada mentor baru saya yaitu anda, Senior Jiang"
Wajah mendung Jiang Cheng semakin mendung dihiasi kabut, berani sekali si tua Wei Wuxian menyuruhnya menjaga cecunguk kecil yang asalnya saja dari antah berantah ini. Jiang Cheng bersumpah akan memberi pelajaran pada Wei Wuxian saat mereka bertemu nanti. "Baiklah tugas pertama mu hari ini adalah pulang dan tidur" pintu silver apartemen Jiang Cheng tutup meninggalkan gebrakan kecil dan wajah bingung milik JingYi.
Tirai putih tadi Jiang Cheng angkat lagi dan baru setengah dia berfikir tiba-tiba dering ponselnya berbunyi, tercetak nama Wen Qing di layar ponselnya. "Ada apa?" Tanya Jiang Cheng langsung.
Diseberang sana Wen Qing tengah bergulat dengan data base di pusat forensik guna mencari informasi yang Jiang Cheng pinta, jemari lentiknya seakan tersenyum saat menemukan apa yang dia atau lebih tepatnya Jiang Cheng cari. "Datanglah ke mari, aku punya kejutan menarik"
"Aku sedang-"
"Datang atau kau akan kehilangan informasi tentang Qingheng-Jun"
Jaket hitam dan sepatu hitam serta kunci mobil dan dompet segera Jiang Cheng ambil memakainya serampangan lalu keluar dari sangkarnya. Langkahnya berhenti, saat melihat JingYi tengah berjongkok di sebrang pintu dengan kepala tertunduk dikedua lipatan pahanya. Jiang Cheng tak ingin berurusan lebih jauh dengan JingYi hari ini, jadi dia melangkah perlahan mengendap-endap seperti pencuri, menutup pintu apartemen perlahan agar tak menimbulkan suara. Namun takdir berkata lain, pintu otomatis itu akan berbunyi tiap kali seseorang mengunci pintu. Dan bunyi yang dihasilkan berhasil membangkitkan monster kecil yang Jiang Cheng hindari.
Dengan senyum kecil dan rasa antusiasme tinggi JingYi meloncat berdiri tepat disebelah Jiang Cheng yang memasang wajah datar. "Senior Jiang kau ingin berpatroli hari ini? Izinkan aku menemanimu ya?" Ekspresi mereka sangat bertolak belakang, yang satu penuh dengan energi positif siap melangkah ke cahaya terang kehidupan barunya sedangkan yang satunya lagi penuh dengan awan kelabu siap untuk menyesali hari ini.
Tanpa menjawab pertanyaan JingYi, Jiang Cheng melangkah meninggalkan apartemennya. JingYi yang merasa diam adalah jawaban ya, melangkah menyusul dengan senyum mengembang lebar dibibirnya. Tentu saja dia bahagia, karena menjadi penyidik adalah impiannya sejak dulu. Sedari kecil, JingYi dibesarkan oleh neneknya karena kedua orang tuanya meninggal saat mereka bertugas dalam suatu misi. Neneknya bekerja membanting tulang-tulangnya yang rapuh hanya agar bisa memenuhi kebutuhan JingYi. Nilai-niali moral yang positif dari neneknya lah yang membuat JingYi tumbuh menjadi anak yang periang namun sedikit jahil, bukan dalam artian jahil nakal, JingYi memang jahil tapi dia menjahili orang-orang yang dirasa pantas untuk mendapatkannya. Semakin tumbuh menjadi dewasa, JingYi tak mau merepotkan neneknya yang renta. Dia berusaha keras memenuhi kebutuhannya sendiri dengan bekerja paruh waktu sambil bersekolah disekolah kepolisian yang saat itu dia dapatkan penuh secara gratis akibat aksinya yang cukup heroik karena membantu putri dari kepala kepolisian yang menjabat saat itu.
"Senior Jiang, kita akan pergi kemana hari ini? Apakah ada kasus yang menarik? Musuh apa yang akan kita hadapi? Apakah gembong narkoba, mafia, atau ekploitasi manusia?" Telinga Jiang Cheng dibakar habis oleh pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari bibir tipis pria muda disebelah nya. Jika Jiang Cheng tak takut dengan hukum sudah dapat dipastikan saat ini JingYi tidak akan bisa berbicara sama sekali.
"Senior Jiang, awas!" Kedua orang didalam mobil SUV hampir saja terjerembab karena Jiang Cheng menekan rem penuh secara tiba-tiba. "Kenapa kau berteriak?!" Amuk Jiang Cheng. Pasalnya tidak ada satupun penghalang berbahaya yang bisa mereka tabrak atau yang bisa menabrak mereka.
"Lampunya kuning senior Jiang, dan kau tidak memelankan laju mobilmu itu sangat berbahaya bagaimana jika-"
"Keluar dari mobilku atau aku yang menendangmu keluar?!"
Mata JingYi berkedip cepat, tidak tahu letak kesalahan yang dia perbuat. Menurut buku yang dia baca selama dia sekolah di kepolisian jika ada lampu kuning maka kita harus memelankan laju kendaraan kita agar saat lampu merah sudah menyala kita tidak akan berhenti mendadak.
"Tapi tuan Wei menyuruh saya mengikuti anda hari ini"
Jiang Cheng rasanya ingin menembak kepala Wei Wuxian saat ini juga. Tangannya membuka laci dashboard di depan JingYi mengeluarkan sebuah isolasi hitam besar lalu memberikannya pada JingYi. "Tutup mulutmu dengan lakban ini jika kau tak mau ku tendang keluar"
JingYi awalnya tak mau memakainya tapi setelah melihat ekspresi hitam dan aksi mematikan mesin mobil dari seniornya membuat JingYi tak lagi berpikir dua kali untuk merekatkan kedua bibirnya dengan isolasi hitam pemberian Jiang Cheng sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
-
-Tekan vote dan berikan komen untuk next chapter 😅
Mohon dukungannya😊💙💜
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dark Side (Xicheng) ✅
Science FictionApa jadinya bila sekumpulan orang pintar berada di jalan keburukan? "Aku bukan monster" Xichen berusaha meyakinkan pria yang sedang menodongnya dengan pistol. "Buktikan!" Bentak pria itu. Xichen dengan berani tanpa sedikitpun rasa takut mendekat mem...