Sembilan

840 144 11
                                    

Sebuah ruangan persegi bernuansa gelap segelap pengakuan orang-orang yang masuk dengan tangan terborgol. Ruangan yang awalnya kosong itu sekarang ramai pendatang baru. Satu persatu orang menceritakan lebih detail tentang kegiatan mereka dan membeberkan masalah yang terjadi diantara mereka dan korban.

Para penyidik juga dengan gencar menggali informasi. Mata dan telinga mereka bekerja dengan tajam, apabila dirasa jawaban atau gestur mencurigakan dari orang dihadapannya tangan mereka siap beraksi saat itu juga. Tangan itu bisa mereka gunakan untuk kekerasan secara nyata atau tidak hanya dengan jawaban dari orang yang sedang duduk diseberang dengan keringat mengucur seperti derasnya air terjun.

Orang terakhir sudah keluar, rata-rata para penyidik mendapatkan jawaban yang sama. Karena pada saat itu mereka sedang mengadakan acara makan bersama untuk merayakan ulang tahun rekan kerjanya. Tapi tinggal satu orang yang tersisa, Lan Xichen.

Jiang Cheng berdiri didepan Lan Xichen, berkata pada atasannya agar dia sendiri yang mengintrogasi Lan Xichen. Wen Ning ikut menyusul kedalam, untuk menyerahkan berkas-berkas yang berkaitan dengan Lan Xichen.

Halaman demi halaman Jiang Cheng baca dengan cermat. Pada laman identitas keluarga tak satupun tercantum nama lain disana, seperti dia sangat dibenci keluarganya sehingga keluarga mencoretnya dari daftar keluarga atau memang dia tidak memiliki keluarga. Berbeda dengan laman lain yang menerangkan tentang riwayat kriminal, disana tertulis banyak deretan angka. Menghalangi proses penyelidikan, membawa benda tajam, penyerangan, kekerasan.

Jiang Cheng menutup map itu dengan keras hingga Wen Ning yang ada disebelah Jiang Cheng melompat kecil dari tempat duduknya. "Apa kau seorang gangster?"

Mata Lan Xichen menatap lurus pada mata indah beriris hazel hangat disebrangnya. Dia sempat terpanah, seperti dia jatuh kedalam segerombolan kapas putih dengan matahari hangat menyinari tubuhnya, ada ketenangan saat Lan Xichen melihat mata Jiang Cheng. Namun ada rasa sedih yang lebih mendominasi.

Karena merasa diacuhkan Jiang Cheng menggebrak meja besi lagi hingga mata Lan Xichen berkedip dua kali dan berkata dengan nada tenang "Tidak"

Jawaban yang tak sesuai dengan apa yang Jiang Cheng ingin dengar. "Apa kalian berdua pernah terlibat pertengkaran?"

Anggukan Lan Xichen membuat rasa senang Jiang Cheng timbul sesaat sebelum jawaban lain memadamkannya. "Kami sering bertengkar akibat cara menyetir ku yang tidak benar"

"Hanya itu?"

"Mn, hanya itu" jawab Lan Xichen sungguh sungguh.

Jiang Cheng dengar dari penuturan nyonya Zhou atau istri dari korban bahwa suaminya sering sekali bercerita tentang Lan Xichen, pertengkaran kecil mereka, kebiasaan Lan Xichen yang selalu menyembunyikan botol birnya saat dia ingin meminumnya di waktu kerja, dan tentang tuan Zhou yang selalu menyayangi nya seperti anak kandungnya sendiri karena semenjak mereka berdua menikah mereka belum dikaruniai satu anak pun.

Kepala Jiang Cheng mengangguk, menuliskan sesuatu pada note kecil bewarna ungu dengan pena bergambar kepala anjing coklat di salah satu ujungnya. "Apa kau tahu, siapa yang membunuh tuan Zhou?"

Lan Xichen sejenak terdiam, terlihat sedang berfikir. Sekali lagi Jiang Cheng menggebrak meja besi hingga menghadirkan reaksi Wen Ning yang sama dengan gebrakan sebelumnya. "Salah satu dari mereka"

Kembali buku kecil itu terisi informasi baru. Jiang Cheng berkata "Apa kau mengenal mereka?"

Lan Xichen menggeleng, ingatannya samar-samar. Yang dia tahu mereka pernah terlibat perkelahian hebat satu tahun yang lalu hingga menyebabkan ingatan Lan Xichen hilang.

Mata Jiang Cheng memicing curiga "Kau yakin?"

"Aku hanya ingat kita berdua pernah berkelahi" jawab Lan Xichen jujur.

"Si ketua?"

Lan Xichen mengendikkan bahunya "Aku tidak tahu"

Jari telunjuk yang ramping dengan kuku mengkilat terpotong rapih menunjuk tepat Lan Xichen "Dia saksi kunci kita" suaranya tegas berkata pada setiap orang yang mendengar suaranya.

Setelah pernyataan Jiang Cheng atas sebutan baru Lan Xichen. Semua pengamanan tertuju pada Lan Xichen, si saksi kunci. Jiang Cheng ditugaskan langsung oleh Wei Wuxian untuk menjamin keamanan Lan Xichen hingga penjahat ditemukan.

Awalnya Jiang Cheng menolak, karena ada hal lain yang harus dia pecahkan, hal yang lebih penting dari semua hal penting yang ada di dunia ini. Tapi keputusan Wei Wuxian mutlak, semutlak aturan rumus fisika yang tidak bisa diubah.

Hari sudah menjelang malam, tak terasa Jiang Cheng sudah melakukan banyak aktifitas dengan diikuti ekor barunya. Sebelum mereka sampai dirumah Jiang Cheng, Jiang Cheng terlebih dulu memarkirkan mobilnya disalah satu kedai makanan yang menjual ayam goreng dan bir.

Jiang Cheng bukan seseorang yang pandai memasak, dilemari dapurnya hanya ada sekumpulan mie cup dan nasi instan yang sudah siap santap begitu keluar dari oven. Berhubung dia kedatangan tamu hari ini dia memutuskan untuk tidak membiarkan tamunya dengan tubuh kurus tapi bugar ini makan mie instan. Selain itu Jiang Cheng juga memberikan ini sebagai balas budinya pada Lan Xichen karena telah menyelamatkan nyawanya dua kali.

Sampailah mereka di rumah Jiang Cheng, sebuah apartemen berukuran sedang dengan fasilitas lengkap namun minimalis sesuai dengan gaji para penyidik berpangkat anggota. "Taruh saja disana" Barang belanjaan yang Jiang Cheng beli tadi seluruhnya diletakkan Lan Xichen di atas meja dapur. Jiang Cheng menyuruh Lan Xichen duduk di ruang tengah, menonton acara yang tv siarkan saat itu sedangkan Jiang Cheng menyiapkan makanan selayaknya pemilik rumah menjamu tamunya.

Ayam goreng, nasi, dua gelas kosong, wine, dan beberapa makanan ringan sudah tersaji di atas meja. Jiang Cheng menyuruh Lan Xichen mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum menyantap makan malam. Setelah itu mereka berdua makan dengan tenang hanya ditemani suara benturan alat makan dan kecapan kecil dari keduanya.

"Kau tidur disofa, kau boleh pakai dapur, kamar mandi atau apapun asal jangan pernah kau masuk keruangan itu" Jiang Cheng menunjuk ke ruangan seberang. Ruangan yang dimaksud Jiang Cheng adalah kamarnya, ruang paling pribadi yang hanya boleh dimasuki olehnya saja.

Kepala Lan Xichen mengangguk dengan patuh. Kepalanya seakan terukir peringatan jelas tentang larangan memasuki ruangan itu.

"Aku selesai" Jiang Cheng bangkit, membersihkan bekas piring kotor. Lan Xichen juga ikut berdiri, dalam diam berinisiatif membuang botol bir dan kertas makanan ke dalam tempat sampah.

Setelah semua bersih Lan Xichen merebahkan tubuhnya diatas sofa, memandang langit-langit bewarna coklat muda polos tanpa hiasan. Pikirannya melambung tinggi, berusaha mengingat siapa Jiang Cheng baginya, dan seberapa penting dia dihidup nya.

Pintu kamar Jiang Cheng terbuka, menampilkan Jiang Cheng dengan kaos polos bewarna berukuran lebih besar dari tubuhnya hingga separuh bahunya terekspos keluar dan celana olah raga abu-abu. Tangannya menenteng sebuah selimut dan satu bantal yang dia lempar begitu saja pada Lan Xichen tanpa mengucap satu katapun lalu kembali ke dalam kamar.

Lan Xichen tersenyum kecil, menempatkan bantal empuk pemberian Jiang Cheng dengan benar dan membalutkan tubuhnya dengan selimut hangat. Entah kenapa berdekatan dengan Jiang Cheng membuat hatinya menghangat namun sakit saat itu juga. Tapi meskipun begitu, Lan Xichen tetap ingin terus berada di dekat Jiang Cheng, atau bila takdir memang tidak mengijinkannya, biarkan Lan Xichen melihatnya dari jauh. Itu lebih dari sekedar cukup.

-
-

mohon dukungannya semua😊💙💜

The Dark Side (Xicheng) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang